www.zejournal.mobi
Rabu, 08 Januari 2025

KPK Akui Briefing Mahasiswa Pada 12 September?

Penulis : Alifurrahman | Editor : Indie | Rabu, 25 September 2019 13:49

Video arahan dari orang-orang KPK kepada para demonstran sejatinya menjadi benang merah banyak kejadian. Narasi serta arahan untuk melakukan gerakan “radikal elegan” menjadikan kecurigaan kita selama ini kepada KPK, menemukan pembenaran.

Pada prinsipnya KPK tak mau diawasi. Tak mau diatur dengan sistem penegakan hukum yang mengedapankan kolaborasi antar lembaga. Padahal, semua lembaga di sebuah negara, pasti ada pengawasnya. KPK tak bisa berdalih bahwa rakyat yang mengawasi, karena nyatanya rakyat tak tahu apa-apa soal manuver Abraham Samad saat melakukan penyadapan bukan untuk kepentingan kasus korupsi, melainkan kepentingan dirinya sendiri dalam rangka berjuang menjadi Cawapres Jokowi.

Bagaimanapun itu hanya satu cerita yang bocor ke publik. Dan apapun yang dilakukan oleh KPK saat ini, penyadapan terhadap siap dan untuk alasan apa, publik tidak tahu apa-apa. Bahkan dulu, soal Abraham Samad, kalau bukan karena Hasto Kristianto yang membocorkannya ke publik, kita pun mengira tak pernah ada percaturan politik sedemikian hebatnya antara KPK, PDIP dan Jokowi.

Pengawasan mutlak perlu. Kalaupun KPK mau menolak ada dewan pengawas internal, menolak RUU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, maka mereka harus menempuh jalur konstitusional. Berdebat dan menolak revisi di DPR, berkonsultasi pada pemerintah dan duduk bersama.

Tapi nyatanya KPK tak melakukan itu semua. Malah sibuk curhat di media, merasa dirinya tak diajak berunding. Laah? Apa faedahnya curhat di media? Kalau bukan untuk menyebar propaganda dan provokasi publik.

Merasa dirinya harus diundang datang. Tak mau berinisiatif mendatangi. Bahkan Presiden sampai menjawab, kalau memang ada surat permohonan di Kemensetneg, bisa diatur waktunya.

"Kan gampang, tokoh-tokoh kemarin yang berkaitan dengan Revisi UU KPK banyak, mudah, gampang, lewat saja Mensesneg kalau sudah menyelesaikan, kan, diatur waktunya ya," kata Jokowi.

Maksudnya, KPK nggak usah lebai dan drama. Jika memang berniat bertemu, datang saja ajukan jadwal pertemuan. Jangan bikin framing seolah Presiden tak mau ditemui oleh KPK.

Belum lagi setelah Capim terpilih KPK periode selanjutnya adalah Firli, yang dipilih oleh DPR, pihak KPK membuat isu-isu tak relevan. Pada intinya KPK menolak Firli. Dan puncak penolakan tersebut adalah pengunduran diri Saut Sitomurang.

Agus Rahardjo, Laode Syarif dan Saut Sitomurang kemudian menggelar konpres menyerahkan mandat kepada Presiden. Tapi meski begitu, mereka tak mau meninggalkan gedung KPK, malah bertanya pada Presiden apakah mereka masih dipercaya apa tidak? Ini jelas manuver politik. Niat hati ingin lakukan bargaining, tapi karena tak cerdas, jadi terlihat mengemis jabatan sambil mengancam.

Lagipula mereka ini kan akan berakhir sebulan lagi. mereka mau terima atau menolak RUU KPK, apa masalahnya? Lah wong pimpinan KPK sudah ada yang baru kok. Dan mereka setuju dengan adanya revisi. Lalu ngapain ya pimpinan tiga serangkai Saut, Agus dan Laode itu ngeyel dan drama banget? Bukankah KPK selanjutnya sudah bukan kerjaan mereka lagi?

Sebenarnya kalaupun mereka ngeyel mau menolak revisi, ada jalur judicial review. Ada pegawai KPK yang kemaren diajak menutupi logo KPK dengan kain hitam, dan mereka juga menolak revisi tersebut. Suruh saja mereka.

Tapi nampaknya KPK tak mau menempuh judicial review ke MK. Dan bukan hanya memanas-manasi publik dengan segala manuver politik, provokasi dan propagandanya, mereka juga mengarahkan mahasiswa untuk turun ke jalan.


Berita Lainnya :

Kata-kata kunci yang disampaikan dalam orasi orang KPK terhadap mahasiswa adalah, gerakan mahasiswa, perubahan, radikal elegan. Sebuah pesan jelas tentang adanya ajakan untuk turun ke jalan.

KPK tak bisa mengelak, pertemuan tersebut dilakukan pada 12 September 2019, artinya 12 hari sebelum demonstrasi pecah hari ini. Sehingga kalau kita menyimpulkan bahwa itu adalah briefing KPK terhadap mahasiswa agar turun ke jalan, maka tak ada yang bisa membantahnya.

Nampaknya KPK sudah gelap mata dengan DPR dan Presiden Jokowi. Sehingga orasi atau briefing terhadap mahasiswa langsung dilakukan hari itu juga, tepat 12 September saat Presiden baru saja menandatangani Surpres RUU KPK.

Dan saya melihat tujuannya bukan lagi menegakkan hukum dan pemberantasan korupsi, tapi lebih pada langkah politik untuk mengganggu stabilitas nasional, dan bahkan memancing kericuhan dan pelengseran Presiden.


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar