Iuran BPJS Mau Dinaikkan Sampai 160 Ribu, Yakin Bu Sri Mulyani?
Kita tahu bahwa salah satu problem BPJS Kesehatan adalah soal defisit yang besar. Gara-gara defisit ini juga kemudian seringkali muncul berita ada RS atau farmasi yang nombok karena tak kunjung menerima klaim biaya berobat pasien. Bahkan diperkirakan angka tekor BPJS Kesehatan sampai 32 triliun rupiah tahun ini.
Defisit itu kini sedang dibahas oleh Pemerintah dan DPR RI. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengusulkan agar iuran masyarakat dinaikkan. Sebelumnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) juga menyarankan hal yang serupa.
DJSN membuat usulannya seperti ini : Iuran kelas I 120 ribu (sebelumnya 80 ribu), iuran kelas II 75 ribu (sebelumnya 51 ribu), iuran kelas III 42.000 (sebelumnya 25.500). Untuk kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang biasanya adalah warga masyarakat miskin iurannya jadi 42 ribu rupiah dari semula 23 ribu rupiah. Yang membayar iuran PBI adalah Pemerintah.
Tapi, Menteri Keuangan tidak setuju dengan hal ini. Menurutnya, dengan skema DJSN, maka hanya akan menambal defisit 2020 dengan catatan defisit 2019 teratasi, nanti kemudian 2021 defisit lagi.
Menurut Menteri Keuangan, seharusnya 110 ribu untuk kelas II dan 160 ribu untuk kelas I. Alias naik dua kali lipat dari iuran mereka sekarang ini.
Saya paham defisit BPJS ini jelas menganggu keuangan Pemerintah dan sebagai badan mandiri nggak mungkin juga BPJS Kesehatan terus menerus meminta Pemerintah mengeluarkan bail out.
Hanya saja masalahnya, kalau naik dua kali lipat sekaligus, jujur saya ragu bahwa itu akan menyelesaikan masalah. Kenapa?
Salah satu penyebab defisit BPJS Kesehatan itu adalah perilaku sebagian masyarakat yang baru mau membayar iuran kalau sudah ada anggota keluarganya yang sakit. Belum lagi adanya kelompok yang menganggap BPJS Kesehatan itu riba dan menolak membayar (meski ujung-ujungnya kalau keluarganya sakit juga mereka akan ngurus BPJS).
Nah, apakah Bu Sri Mulyani yakin ketika iuran naik dua kali lipat orang-orang ini akan bayar? Jangan-jangan malah nanti yang tidak disiplin membayar setiap bulan justru makin bertambah.
Tidak semua orang mau berpikir bahwa mending bayar iuran secara disiplin saja tiap bulan. Tidak semua orang berpikir panjang bahwa meski mereka tidak sakit namun ada asas gotong royong dalam BPJS Kesehatan di mana iuran si sehat membantu mereka yang sakit.
Mereka yang nggak pernah punya keluarga yang sakit dan menggunakan BPJS mungkin tidak akan sadar juga bahwa mending bayar BPJS ketimbang harus pusing memikirkan bill berobat di RS kalau sudah kadung sakit. Belum lagi alasan bahwa harus antre panjang, tidak semua obat masuk dalam BPJS, dan sebagainya. Hal-hal seperti itu akan jadi excuse buat yang malas bayar BPJS Kesehatan.
Mereka yang asuransinya dibayarkan Pemerintah ataupun tempat kerjanya mungkin nggak akan komplain dengan hal ini. Toh sudah ada yang mengurus. Yang jelas bakal komplain dan berpotensi tidak membayar adalah mereka yang masuk sebagai pembayar mandiri.
Di sini saya kira Pemerintah dan DJSN mestinya mencari formulasi yang tepat bagaimana caranya meningkatkan jumlah pembayar iuran BPJS Kesehatan. Apakah mungkin kalau yang telat bayar tidak bisa mengurus administrasi seperti SIM, e-KTP, buku nikah, dan sebagainya. Atau mungkin ditelepon dan didatangi ke rumah. Kalau dendanya dinaikkan jika mereka harus rawat inap saya rasa itu juga nggak cukup membuat mereka jadi rajin bayar kecuali hanya membuat mereka mau nggak mau bayar lebih saat ada anggota keluarganya yang sakit.
Saya paham BPJS Kesehatan butuh dana segar. Defisit memang tak bisa dibiarkan terus menerus. Tapi ya itu tadi, jangan sampai kebijakan yang baru justru berpotensi menambah banyak orang yang nggak mau rutin bayar BPJS sehingga justru defisitnya nanti memang makin besar.
Padahal kalau dipikir-pikir, membayar rutin sekalipun 160 ribu rupiah per bulan itu jauh lebih enak daripada harus mengeluarkan biaya besar untuk sekali kunjungan ke dokter. Coba saja hitung berapa biaya pemeriksaan spesialis di RS, belum obatnya, belum kalau harus ngelab, dan opname. Tapi ya itu tadi, BPJS dan Pemerintah harus mempertimbangkan bagaimana cara supaya masyarakat rajin bayar, terutama yang keluarganya sehat-sehat saja. Kalau keluarganya ada yang harus berobat rutin mereka pasti mau nggak mau tiap bulan bayar.
Dan satu hal lagi, apakah setelah iuran dinaikkan maka ada perbaikan dari RS terkait pelayanan? Misalnya bertambahnya mitra RS yang terdaftar BPJS, tidak ada lagi yang saat opname dipaksa naik kelas, dan sebagainya.
- Source : seword.com