Soal JHT, Jangan Sampai Menaker Menzalimi Pekerja Beserta Anggota Keluarga
Baru-baru ini, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Yang mana peraturan ini mengganti peraturan sebelumnya yakni Permenaker No 19 Tahun 2015 dan Permenaker No 60 Tahun 2015.
Nah, Permenaker yang baru ini sekarang menjadi perbincangan hangat netizen.
Lantas, apa yang menjadi penyebabnya?
Karena dianggap merugikan tenaga kerja.
Jika di peraturan sebelumnya orang bisa mengambil Jaminan Hari Tua (JHT) setelah tidak lagi bekerja. Sedangkan yang terbaru, peserta yang mengundurkan diri ataupun yang terkena PHK mesti menunggu ulang tahun yang 56 dulu baru bisa mengambil manfaat JHT tersebut.
Memang ada pengecualian, untuk mereka yang cacat total atau untuk mereka yang sudah meninggal dunia bisa mencairkan BPJS Ketenagakerjaan segera.
Tapi, kalau sudah begitu mana bisa menikmatinya?
Bayangkan ada orang berusia 54 tahun. Dapat JHT Rp 1 miliar misalnya. Lalu ia meninggal dunia. Jaminan Hari Tuanya memang dicairkan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Tapi apakah bisa ia manfaatkan uang itu?
Tidak bisa. Karena alamnya saja sudah beda.
Begitupun orang yang cacat total. Meskipun ia punya duit bersumber dari JHT, tetap saja tidak bisa menikmati hasil kerjanya tersebut. Karena mau ngapa-ngapain sudah susah.
Kemudian untuk yang kena PHK, harapan mereka untuk menyambung hidup ya dari uang BPJS Ketenagakerajaan itulah.
Masa gak boleh diberikan hanya karena usianya masih di bawah 56 tahun?
Ini zalim namanya.
Padahal sangat jelas iuran program JHT itu sumbernya dari gaji. Dua persen dari gaji pribadi dan 3,7 persen dari dana perusahaan.
Artinya bukan dari negara.
Kecuali untuk mereka yang bekerja pada negara.
Kalau dari duit pribadi dan perusahaan, ngapain juga ditahan-tahan oleh negara?
Orang mau beli beras ferguso untuk makan.
Emang apa sih manfaat menahan hak orang?
Kan gak ada.
Mau didepositokan?
Jelas cepat ketahuan oleh KPK dan PPATK.
Sekarang, penolakan terhadap aturan baru JHT tidak bisa cair sebelum usia 56 tahun ini sudah terjadi di mana-mana.
Seperti yang terlihat di petisi "Gara-gara Aturan Baru Ini, JHT Tidak Bisa Cair Sebelum 56 Tahun" di situs change.org. Sudah ditandatangani oleh 223 ribu lebih.
Jauh banget bedanya dengan petisi "Tolak IKN" yang diinisiasi oleh Din Syamsudin dan kawan-kawan. Yang ini baru 3o ribu doang yang mendatangani.
Lantas, apa komen mereka yang menandatangani petisi itu?
Berikut diantaranya;
“Saya menandatangani petisi ini karena aturan tersebut merugikan pekerja. Uang yang mereka setor tidak dapat membantu saat pekerja/buruh berhenti bekerja saat usianya masih jauh dari usia pensiun, terutama bagi para pekerja kontrak dan outsourcing,” tutur Abdul Gafur
“Dugaan kegagalan investasi BPJSTK tidak semestinya harus ditanggung peserta. Bagaimanapun JHT bersumber dari potongan upah pekerja. Giliran yang punya duit butuh cairkan duit, malah disuruh nunggu sampai umur 56 th. Sarap!,” ujar Ahmad Romi Royadi
“Ini uang tabungan saya. Negara tidak berhak mengatur kapan mau dicairkan,” lanjut Albert Ramadhan
Jadi jelas, tidak semua pekerja itu adalah PNS yang masa pensiunnya minimal 58 tahun.
Kalau PNS mah meskipun rada malas asal tidak korupsi, tetap saja aman dari pemecatan. Sementara karyawan swasta. Jangan coba-coba (malas) ferguso.
Usia bukan patokan bagi perusahaan untuk memecat karyawannya. Kalau si karyawan tersebut sudah tidak produktif lagi, mau usianya 30 tahun tetap saja kena PHK.
Koplaknya, harus menunggu 26 tahun lagi untuk mencairkan BPJS Ketenagakerjaannya.
Anak istrinya mau diberi makan apa?
Batu?
Karena pasca kena PHK itulah orang sebenarnya butuh duit dari sumber lain. Dan sumber lain itu tidak lain tidak bukan dari BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut hemat penulis, Ida Fauziah harus sesering mungkin menjelaskan kebijakannya yang tidak populer ini kepada masyarakat. Dan sesederhana mungkin supaya mudah dipahami oleh orang awan.
Karena kalau melihat penjelasannya sebelumnya masih rada ngambang.
Karena sebagaimana kita ketahui bahwa ada juga politisi yang memakai jubah buruh.
Yang peraturan ini bisa dimanfaatkan oleh mereka untuk menggerakkan kaum buruh agar turun ke jalan.
Ujung-ujungnya, kelompok 212 ikut-ikutan demo. Meskipun mereka bukan karyawan swasta tapi pengangguran.
Terakhir, sebelum terlambat, yang mesti dijelaskan juga, uang buruh atau pekerja yang mengendap di BPJS Ketenagakerjaan itu digunakan untuk apa?
Apakah hanya disimpan atau untuk hal lain?
- Source : seword.com