Anies Dikabarkan Tidak Akan Bersama Sandiaga Di 2024
Pilpres 2019 baru saja berlalu, namun perbincangan tentang Pilpres 2024 sudah ramai saja. Pertama, karena Jokowi sudah habis kesempatannya untuk bertarung kembali. Seperti yang telah diketahui, batas masa jabatan presiden hanya 2 periode.
Kedua, hingga sekarang, belum tercium siapa yang sama kalibernya dengan Jokowi. Jokowi tidak pernah kalah dalam pemilu. Dua kali jadi Walikota, sekali jadi Gubernur dan dua kali jadi Presiden. Siapa yang bisa menyaingi Jokowi? Belum ada.
Artinya, walaupan ada sederet nama yang disebut oleh beberapa pengamat politik, namun potensi itu belum sampai menyaingi pencapaian seorang Jokowi. Padahal pengalaman dalam mengelola suatu wilayah itu penting. Terbukti kan di dalam debat capres, siapa yang faseh bicara tentang birokrasi dan siapa yang hanya bisa merangkai kata-kata.
Tentu saja, dari sekarang kita sudah bisa memprediksi siapa saja yang berniat maju di ajang Pilpres 2019. Yang kemungkinannya paling besar adalah AHY, Sandiaga dan Anies. Sementara ada pula nama-nama lain, yang masih belum ketahuan seberapa besar niatnya. Ya nggak apa-apa. Toh masih 5 tahun lagi. Masih ada waktu buat Emil Dardak, Khofifah, Ridwan Kamil, Tito Karnavian atau nama-nama lain untuk mekar dan bersinar.
Walaupun sejauh ini hanya ada 3 nama yang bisa dipastikan, namun mengamati mereka ini sudah cukup menarik. Tulisan ini berfokus pada kenapa Anies dan Sandiaga kemungkinan besar tidak akan dapat bersatu dalam ajang Pilpres 2024 nanti. Saya tidak akan membahas AHY.
Ketika Anies dan Sandiaga masih berkolaborasi di DKI Jakarta sebagai Gubernur dan Wakilnya, ada kesan matahari kembar yang menguasai pemerintahan Jakarta. Di beberapa momen terdapat ketidaksesuain antara apa yang dikatakan Anies dan Sandiaga. Misal waktu itu yang saya ingat terkait soal launching program Rumah DP Rp 0. Hingga akhirnya Anies memutuskan hanya dia saja yang bisa bicara dengan awak media. Memang dulunya kan Sandiaga ini yang rencananya dicalonkan sebagai cagub DKI Jakarta. Sedangkan cawagub adalah Mardani Ali Sera dari PKS. Kemudian datang lah Anies, yang menggeser posisi Sandiaga, sehingga Sandiaga hanya jadi cawagub. Walaupun dari segi finansial, Sandiaga lah yang mengeluarkan dana terbanyak buat Pilkada DKI Jakarta.
Banyak yang menduga bahwa urusan duit ini pula yang akhirnya menyebabkan Sandiaga berhasil dicalonkan jadi cawapresnya Prabowo. Ketimbang Anies. Padahal nama Anies sudah santer sekali disebut di mana-mana sebagai capres/cawapres yang populer di mata publik.
Prabowo sudah kalah di mata para pendukungnya, terutama pasca pertemuan dengan Jokowi. Maka nama Anies pun makin terangkat. Terutama di media sosial. Tagar yang mengaitkan nama Anies dengan jabatan presiden pun bergaung. Juga tercium upaya memperlawankan Anies dengan Jokowi. Yang saya curigai merupakan hasil kolaborasi Anies dengan pasukan siber yang dulu menjadi pendukung Prabowo.
Sementara Sandiaga sendiri, nampaknya mulai tancap gas buat Pilpres 2024. Sandiaga pun jor-joran memberikan pernyataan untuk menegaskan keberadaannya sebagai pihak oposisi. Ini baru saja saya tulis tadi pagi.
Dari sini sudah kelihatan adanya persaingan antara Anies dan Sandiaga. Mereka sama-sama menyasar kursi Presiden. Saya yakin Sandiaga tidak akan mau jadi cawapresnya Anies. Dulu kan di Pilkada DKI, Sandiaga sudah mau ngalah. Sedangkan Anies akan merasa terlalu “tinggi” buat hanya menjadi cawapres. Kecuali Anies mau “menyerah” demi dana kampanye yang besar?
Kalau Sandiaga sih nggak masalah lah soal dana, tinggal menentukan partai mana yang akan jadi kendaraan politiknya. Kebetulan posisi sekarang, keduanya belum bergabung di partai mana pun. Anies? Sangat esensial bagi Anies untuk mencari partai yang punya kemampuan menghimpun dana tinggi. Tapi ya siapa tahu kan, 5 tahun lagi Anies sanggup mendanai sendiri kampanyenya di Pilpres 2024. Mungkin rejeki anak soleh.
Jadi nantinya soal dana sudah tidak jadi kendala. Dengan demikian, kekuatan Anies dan Sandiaga jadi sejajar. Lalu mereka bersaing berdua, gontok-gontokan, saling menyerang dengan segala cara, pakai ayat dan mayat, pakai isu PKI atau pakai isu kriminalisasi ulama.
Credit foto : tribunnews.com
- Source : seword.com