Pasca Kecelakaan JT610, Catatan Keselamatan Lion Air Kembali Jadi Sorotan
Beberapa tahun lalu, inspektur keselamatan penerbangan menghabiskan beberapa malam di bandara Makassar untuk memeriksa pesawat milik maskapai Lion Air yang diduga mengalami kegagalan sistem hidrolik. Sebelum sang inspektur kembali ke hotel, ia sempat berpesan bahwa pesawatnya akan ditahan sampai semua masalah terselesaikan.
Namun ternyata, saat sang inspektur kembali, pesawat yang dilaporkan mengalami kegagalan sistem hidrolik tersebut telah berada di landasan penerbangan dan bersiap untuk lepas landas.
Marah, sang inspektur lantas meminta seluruh penumpang turun. Sayangnya, permintaan ini dibalas dengan penjelasan dari supervisor Lion Air yang mengatakan pesawatnya telah mendapat izin terbang dari petugas menteri perhubungan di Jakarta.
Beberapa menit kemudian, pesawat telah lepas landas.
Catatan keselamatan masakapai Lion Air kembali menjadi sorotan setelah salah satu pesawatnya dengan nomor penerbangan 610 mengalami kecelakaan sesaat setelah lepas landas pada tanggal 29 Oktober 2018.
Para penyidik saat ini sedang mencoba mencari tahu faktor yang menyebabkan pesawat baru berjenis Boein ini terjun bebas ke dalam air dengan kecepatan lebih dari 400 mil per jam.
Selama penyelidikan ada beberapa poin yang terus diselidiki petugas diantaranya: Boeing yang tidak mampu menjelaskan modifikasi pesawat model 737 Max 8, cara Lion Air menangani masalah yang terus terjadi beberapa hari sebelum kecelakaan dan bagaimana cara pilot menerapkan ilmunya yang didapat selama pelatihan dalam situasi kritis semacam ini untuk menyelamatkan pesawat dan penumpangnya.
Dari sejumlah wawancara yang dilakukan dengan puluhan personil manajemen Lion Air beserta kru pesawatnya, para penyidik dan analis maskapai penerbangan, dapat disimpulkan bahwa maskapai ini terobsesi dengan pertumbuhan perusahaan sehingga lalai memberikan standar keamanan yang tepat untuk penumpangnya.
Lion Air yang terus melebarkan sayap baik di dalam maupun luar negeri, lantas mencuatkan sejumlah pertanyaan baru mengenai kesuksesan perusahaan ini. Lion dipandang sebagai salah satu perusahaan termahsyur di Indonesia, namun terus dibayang-bayangi oleh ketidakmampuan pegawai dan petinggi didalamnya.
Lion Air Group yang telah menandatangani dua kesepakatan pesawat terbesat di sepanjang sejarah dunia penerbangan nyatanya telah mengalami sedikitnya 15 kasus penyimpangan keamanan serius, meliputi kecelakaan yang merenggut nyawa 25 penumpang dan ratusan kecelakaan lainnya yang luput dari pandangan publik, pakar penerbangan mengatakan.
Sementara para penyidik keamanan pesawat mengatakan, hubungan politik di dalam tubuh perusahaan memungkinkan Lion Air mengindahkan aturan mereka, seperti halnya yang terjadi di Makassar.
Seiring berjalannya waktu, Lion Air menjadi mahir menutupi kebobrokan pesawat dibanding coba memperbaikinya, ujar sejumlah mantan pegawainya. Selain itu, para mantan karyawan tidak membantah jika maskapai ini dianggap telah melanggar standar keselamatan yang ditetapkan pemerintah.
Frank Caron yang menjabat sebagai manajer keamanan Lion Air dari tahun 2009 sampai 2011 atas perintah dari perusahaan asuransi mengatakan bahwa setiap tiga hari sekali, perusahaan ini mengalami satu masalah serius pada mesinnya, sekalipun mayoritas pesawat yang dimiliki merupakan persawat baru.
“Membeli seluruh pesawat generasi baru akan sia-sia jika kau tidak memprioritaskan sistem keamanannya,” ujar Frank.
Lebih lanjut, Frank mengatakan bahwa di bulan-bulan awal dirinya bekerja di Lion, perusahaan asuransi diperlihatkan buku yang berisi jumlah jam kerja pilot yang angkanya sengaja dikurang-kurangi.
“Yang saya lihat adalah sebuah perusahaan yang menjadikan “menghemat pengeluaran” sebagai mottonya. Oleh karena itu, untuk urusan pelatihan pilot, gaji, manajeman dan urusan lainnya perusahaan ini akan mengeluarkan anggaran seminimal mungkin,” Frank Caron menambahkan.
Sementara itu, Edward Sirait, presiden direktur Lion Air Group menyangkal pemberitaan yang mengatakan perusahaan pimpinannya sengaja mengurangi jam terbang pilot di logbook. Di dalam sebuah wawancara, Edward mengatakan perusahaannya memiliki dua prioritas yakni pertumbuhan dan keamanan.
“Ketika kami mencoba melebarkan sayap, kami turut memikirkan semua pasar yang harus kita dapatkan,” ujarnya. “Namun, perlu diingat dalam mengembangkan bisnis, kami mengikuti ketersediaan pesawat, SDM, kru dan fasilitas pemeliharaan yang kami miliki.”
Edward Sirait menambahkan bahwa seluruh pilot Lion Air adalah pilot profesional yang tak memiliki logbook ganda. “Jika ia terjerat masalah, lisensinya akan dicabut,” ujarnya.
- Source : www.nytimes.com