Pastikan Sebentar Lagi Anda Tidak Jadi Pengangguran
Sebut saja namanya Ahmad, asal Jawa Timur yang merantau ke Bandung sejak tiga tahun yang lalu. Dia berjualan nasi uduk dan pecel lele di jalan Gatot Subroto, Bandung.
Ahmad berjualan mulai dari jam 6 sore hingga lewat tengah malam. Sebulan ia menyewa lapak sebesar 1 juta rupiah.
Sebelumnya Ahmad berjualan di seputaran jalan Laswi, Bandung. Karena dianggap kurang ramai Ahmad memindahkan dagangannya ke Jalan Gatot Subroto.
Hal serupa terjadi pada gerai-gerai department store besar seperti Matahari, Lotus dan Debenhams. Yang tidak menguntungkan ditutup, dipindah atau diganti sistem operasinya.
Jika cara belanja konsumen berubah sebagai pedagang tentunya harus menyesuaikan diri. Kalau bertahan walau tak laku itu namanya bunuh diri.
Ketika model celana jeans berubah dari model baggy dan kuncup di bawah beralih ke model skinny adakah konfeksi atau penjahit yang bertahan tetap bikin celana model baggy?
Bagaimana kalau seandainya tiba-tiba Lazada bikin mall? Atau bagaimana kalau tiba-tiba di Senayan City, Jakarta ada Tokopedia Department Store? Bukankah orang awam saja tahu itu merupakan strategi yang tidak bijak?
Lihatlah apa yang terjadi dengan taxi argo konvensional dan ojek pangkalan. Bagi yang besar seperti Blue Bird masih punya tenaga untuk melakukan penyesuaian. Bergandengan tangan dengan aplikasi angkutan online dan buat aplikasi sendiri atau mati.
Bagi taxi argo yang bermodal tanggung-tanggung tidak ada pilihan selain menjual unitnya, itupun dengan susah payah.
Suka tidak suka kita hidup di jaman peralihan.
Anda boleh saja tak setuju dengan sikap para ojek pangkalan, supir angkot atau taxi konvensional yang menentang keberadaan taxi atau ojek online. Masyarakat merasa layanan angkutan online lebih praktis, cepat dan murah.
Menanggapi protes itu sebagai pengguna jasa angkutan online pasti berpikiran sama, "jika tak mau tertinggal kenapa tidak bergabung?".
Tapi tunggu dulu. "What happen to them might happen to you, too". Apa yang terjadi pada mereka mungkin bisa terjadi pada anda juga.
Pilihannya cuma dua, berubah atau tertinggal.
Seorang teman dulunya bisa berpenghasilan hingga USD10.000.- per bulan. Bisnisnya adalah biro jasa pengurusan dokumen ekspatriat di Indonesia, bayarannya dollar Amerika.
Saat ini ia berprofesi sebagai driver taxi online karena proses perizinan sudah memakai sistem online. Ekspatriat atau perusahaan tempat ia bekerja sudah bisa mengurus sendiri kecuali untuk kasus-kasus tertentu.
Beberapa tahun belakangan ini bank-bank di Eropa menutup ratusan cabangnya dan mem-PHK-kan puluhan ribu karyawan karena nasabah sekarang lebih suka bertransaksi melaui ATM dan internet. Mengantri di teller dianggap sudah buang waktu.
Bagaimana kalau BCA, Mandiri, BNI dan bank nasional lainnya menempuh cara yang sama? Membiayai gedung yang bernilai puluhan miliar dengan biaya listrik dan operasional yang luar biasa serta menggaji puluhan karyawan hanya di satu cabang sudah semakin tidak efisien saat ini.
Anda boleh saja marah di- PHK. Tapi itu cuma manifestasi rasa frustasi anda, karena anda tahu sendiri kalau kapal ingin tetap berlayar dalam badai ia harus membuang apa yang menjadi beban.
Asosiasi Ilmuwan yang berasal dari New Zealand, Jerman, Kanada dan Skotlandia sedang melakukan uji coba pengganti kabel serat optic yang dinamakan Free Space Optics.
Serat optic yang selama ini digunakan mampu mentransfer data dalam jumlah besar namun tujuannya terbatas. Sedangkan sinyal wi-fi lebih fleksibel tapi muatannya tidak sebesar serat optic.
Free Space Optics menggabungkan kelebihan keduanya. Cepat dan besar. Transfer data dilakukan melalui pancaran sinyal yang 'diplintir' dengan teknik Optical Angular Momentum. Sudah diuji dengan jarak 1,6 km dengan melalui jalanan, lapangan hingga gedung-gedung tinggi.
Walau belum siap pakai namun pengembangan yang dilakukan saat ini sudah mendekati realisasinya. Dalam dunia tekhnologi 1-2 tahun itu adalah waktu yang lama. Lihat saja perkembangan telepon genggam biasa menjadi smartphone hanya dalam waktu beberapa tahun.
Penggunaan Free Space Optics tidak perlu membayar pekerja menggali dan menanam kabel dan menggaji karyawan yang mondar mandir bawa tangga lipat memasang instalasi setiap ada pelanggan baru. Belum lagi biaya pembelian kabel yang berpuluh-puluh kilometer hanya dalam satu kota.
Saat ini semakin banyak perusahaan yang memperkerjakan karyawan dengan keahlian digital marketing. Banyak perusahaan yang menyadari akan kebutuhan ini.
Masalah di sini adalah bagi karyawan yang sudah berusia 40 tahun ke atas. Dalam usia seperti ini kebanyakan sudah enggan mempelajari hal-hal baru, padahal tanggungan sudah banyak, mulai dari cicilan rumah hingga sekolah anak.
Tapi anda tidak punya pilihan. Revolusi digital ini juga dimulai oleh anak-anak muda. Lihat saja pemilik Facebook, Snapchat Whatsapp, Google dan lain-lain. Yang paling tua hanya Bill Gates, tapi mereka memperkerjakan orang muda juga.
Anda mungkin berpikir Jack Ma pemilik Ali Baba juga tidak paham computer, tapi apakah anda punya uang sebanyak Jack Ma? Dulu memang dia miskin tapi dia menjual idenya dan sukses.
Jadi jangan sampai ketika anda menasehati ojek pangkalan agar bergabung dengan ojek online sementara atasan anda sedang berembuk dengan perusahaan tekhnologi informasi (IT) mengenai perampingan perusahaan.
- Source : seword.com