www.zejournal.mobi
Rabu, 27 November 2024

Setelah Bendera Terbalik, Kini Malaysia Mengklaim Kuda Lumping? Netijen Indo Keburu ‘Panas’

Penulis : Galih Primananda | Editor : Indie | Selasa, 10 Oktober 2017 13:47

Gesekan Indonesia dan Malaysia memang sulit untuk dihentikan. Wajar memang, daerah yang saling berdekatan itu sering memicu konflik. Apalagi ini negara vs negara, yang notabane bakal dibela rakyatnya dengan semangat patriotisme habis-habisan. ibaratnya dalam sebuah pertandingan sepakbola itu ‘derby panas’.

Sejarah

Rivalitas dua negara serumpun ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1963. Diawali ketika Malaysia ingin membentuk sebuah Negara Federasi Malaysia. Kala itu, Soekarno tidak setuju dengan hal itu dan menganggapnya hanya sebuah kolonialisme Inggris dan memanggil Malaysia sebagai boneka inggris.

Kemudian, terjadi demonstrasi di KBRI KL. Para demonstran membawa dan merobek-robek foto Soekarno dan Garuda Pancasila, menyuruh Tuanku Abdul Rahman (PM Malaysia saat itu), untuk menginjak lambang Garuda. Soekarno naik pitam, lalu menyerukan ‘ganyang malaysia’

Kalau kita lapar itu biasa Kalau kita malu itu djuga biasa Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang adjar!

Kerahkan pasukan ke Kalimantan, kita hadjar tjetjunguk Malayan itu! Pukul dan sikat djangan sampai tanah dan udara kita diindjak-indjak oleh Malaysian keparat itu

Doakan aku, aku bakal berangkat ke medan djuang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang enggan diindjak-indjak harga dirinja

Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tundjukkan bahwa kita masih memiliki gigi dan tulang jang kuat dan kita djuga masih memiliki martabat

Yoo…ayoo… kita… Ganjang… Ganjang… Malaysia Ganjang… Malaysia Bulatkan tekad Semangat kita badja Peluru kita banjak Njawa kita banjak Bila perlu satu-satu!

Sukarno

Setelah itu, konfrontasi Indonesia Malaysia tidak juga berhenti. Memang dalam ‘skala kecil’, tapi tetap saja ‘api kecil maupun api besar tetaplah api bukan?’. Terakhir, gesekan Indonesia Malaysia terjadi di SEA GAMES 2017 dengan insiden ‘bendera terbalik’.

Kostum Malaysia untuk Miss Grand 2017 Dianggap Curi Budaya Indonesia

Dua hari kebelakang, saya membaca sebuah artikel berita yang menyatakan bahwa Malaysia mengklaim Kuda Lumping sebagai kostum Miss Grand International 2017. Rencananya, kostum tersebut akan dipakai Sanjeda John. Di malaysia, kostum ini bukan disebut Kuda Lumping, melainkan Kuda Warisan.

Tak jelas apa arti ‘Kuda Warisan’ itu sendiri. Saya kira itu berarti ‘Kuda Warisan Indonesia’ heuheu.

Ini caption resmi instagram Malaysia Miss Grand :

“Kostum Nasional ‘Kuda Warisan.’ Terinspirasi oleh komunitas Jawa yang berada di negara bagian selatan Johor, Malaysia.

“Pada awal abad ke 20, migrasi masyarakat Jawa melalui kapal dagang Belanda dan Jepang untuk mencari lahan baru membawa serta budayanya termasuk pertunjukan tari unik ini yang dilakukan pada kesempatan menyenangkan.

“Pada tahun 1971, pariwisata kementerian Johor mengakui tarian Kuda Kepang untuk masyarakat Jawa yang berada di Johor sebagai tanda simbolis kesatuan dan keragaman budaya bagi masyarakat Johor.

“Dengan kemiripan sejarah yang kuat, asal mula warisan budaya Jawa tersebar di negara bagian utara Johor, Perak dan Selangor di Malaysia, dan Singapura,” caption yang tertulis menerangkan foto Sanjeda John yang mengenakan kostum Kuda Warisan.

Jadi sebenarnya tidak secara eksplisit Malaysia mengklaim Kuda Lumping sebagai budayanya. Sudah dijelaskan diatas bahwa kuda itu merupakan warisan dari orang-orang Jawa yang bermigrasi ke Indonesia.

Tetapi namanya juga isu sensitif atau memang netizen Indonesia males baca, mereka keburu naik pitam dan menghardik Malaysia karena sudah mengklaim budaya Indonesia. Memang ketika berlenggang-lenggang diatas karpet merah Miss Grand International, publik dunia bakal sekilas berkata bahwa itu merupakan budaya Malaysia karena dipakai oleh perwakilan Malaysia.

 


Berita Lainnya :

Batas Kebudayaan Itu Tipis

Saya kira kebudayaan sebuah daerah ataupun negara itu mempunyai batasan yang tipis. Tidak jarang, sebuah kebudayaan di sebuah negara dipengaruhi oleh kebudayaan negara lain entah itu karena ada imigrasi besar-besaran ataupun sebuah kolonialisme.

Akibatnya ada pencampuran budaya, sehingga untuk mengetahui siapa yang terlebih dahulu mempopulerkan sebuah budaya itu bukan perkara mudah.

Semisal di Somalia, banyak sekali masyarakat Jawa yang menetap disana. Hal ini terjadi karena dahulu, warga Jawa berimigrasi secara besar-besaran kesana. Akibatnya Somalia kental dengan adat dan kebudayaan masyarakat Jawa.

Apalagi Indonesia dengan Malaysia, yang keduanya berbatasan langsung. Besar kemungkinan akan ada sebuah pencampuran budaya dari kedua negara.

Solusi

Solusi untuk pengklaiman budaya, ya lestarikan budaya tersebut sehari-hari. Di Tasikmalaya, tempat saya tinggal, saya jarang menemukan orang memakai pakaian khas Sunda berjalan-jalan. Saya juga termasuk yang tidak memakai pakaian khas Sunda hehe.

Berbeda ketika saya ke Jogja, masih banyak orang yang menggunakan pakaian khas Jawa/Jogja.

Memang sulit sebenarnya melestarikan kebudayaan negara sendiri. Masyarakat terlalu ogah memakai pakaian kebudayaan daerah, Mereka lebih memilih kebarat-baratan atau ketimur-timuran (dalam hal ini Timur Tengah).

Gesekan Indonesia dan Malaysia memang sulit untuk dihentikan. Wajar memang, daerah yang saling berdekatan itu sering memicu konflik. Apalagi ini negara vs negara, yang notabane bakal dibela rakyatnya dengan semangat patriotisme habis-habisan. ibaratnya dalam sebuah pertandingan sepakbola itu ‘derby panas’.


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar