Jelang Idul Fitri, BPOM Temukan Pangan Tak Sesuai Ketentuan Senilai Rp 8,49 M
Selama bulan Ramadan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan intensifikasi pengawasan. Hasilnya ditemukan pangan tidak memenuhi ketentuan senilai Rp 8,49 miliar.
Bahan pangan total berjumlah 5.052 item dengan jumlah kemasan sebanyak 212.356 kemasan. Barang sebanyak ini terdiri dari 36 persen pangan tanpa izin edar, 38 yang kedaluarsa dan 26 persen kemasan pangan rusak.
"Berbeda dengan 3 tahun terakhir, hasil intensifikasi pengawasan tahun ini paling banyak ditemukan pangan kedaluarsa sebanyak 81.309 kemasan. Jumlah ekonominya Rp 3,25 miliar," ujar Plt Kepala BPOM, Teuku Bahdar Johan Hamid di kantornya, Jl. Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Kamia (30/6/2016).
Teuku Bahdar melanjutkan, pada pengawasan intensif ini, BPOM lebih memprioritaskan pengawasan yang lebih ketat di pintu masuk atau perbatasan. Pengawasan juga lebih difokuskan pada temuan besar atau hulu.
Pada operasi ini, BPOM juga berkoordinasi dengan pihak lainnya. Hal ini untuk mendukung efektifitas pengawasan.
"Salah satu banyaknya keberhasilan ini karena adanya koordinasi kepada Bea Cukai, Kemendag dan asosiasi yang baik. Pemberdayaan masyarakat pun mendorong keberhasilan operasi ini," kata Bahdar.
Deputi Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Suratmono menambahkan, dari hasil operasi ini, separuh barang yang diamankan berasal dari gudang retail, toko, supermarket dan pasar.
"Total gudang distributor yang diperiksa ada 348. Nilai temuan di gudang tersebut sebesar Rp 4,7 miliar," ujar Suratmono.
Bahan pangan ini disita dari berbagai kota, berurutan dari terbesar ke kecil ialah dari Batam, Medan, Pekanbaru, Jakarta dan Semarang. Barang ini diketahui berasal dari Malaysia, Tiongkok dan Italia.
"Batam masih menjadi tempat paling banyak ditemukannya barang. Sebab, di Batam ada banyak pelabuhan tikus (kecil, red) yang dijadikan pintu masuknya barang tersebut," ungkap Suratmono.
Secara bersamaan juga dipaparkan hasil intensifikasi pengawasan terhadap panganan berbuka puasa (takjil). Temuannya, mayoritas takjil masih aman dari bahan berbahaya. Sebanyak 93 persen dari total sampel 6.613 takjil yang dijual masyarakat dinyatakan aman.
Sedangkan sisanya, ditemukan takjil yang mengandung formalin. Sebanyak 203 item atau 7,3 persen takjil mengandung formalin ini ditemukan di pempek, tahu, otak-otak, lumpia dan mie (mie kuning, mie goreng, kwetiau).
Statistik yang dipunyai BPOM mengungkapkan, terjadi penurunan terus menerus atas temuan takjil berbahaya ini. Hal ini karena adanya program percontohan pasar aman panganan berbahaya. Temuan paling besar masih ada di Jakarta.
"Sinergi lintas sektor yang dilakukan dapat menekan peredaran takjil berbahaya. Adanya proyek percontohan pasar aman bahan berbahaya yang sudah berjalan 3 tahun ini juga dapat meminimalisir jumlah peredaran takjil berbahaya. Saat ini sudah ada 77 pasar percontohan," ujar Suratmono.
- Source : news.detik.com