www.zejournal.mobi
Senin, 06 Januari 2025

IMF mendesak negara-negara Teluk untuk beradaptasi dengan harga minyak rendah

Penulis : Al-Monitor | Editor : Samus | Senin, 25 April 2016 18:47

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi di enam negara Gulf Cooperation Council akan menjadi 1,8% tahun ini, turun dari 3,3% pada tahun 2015, dan mendesak menangani kemunduran ini.

Dalam sebuah wawancara dengan AFP, kepala daerah IMF, Masood Ahmed juga mengatakan negara-negara pengekspor minyak Teluk harus menekankan kepedan dengan mendiversifikasi basis pendapatan mereka yang dihadapkan dengna harga minyak mentah yang terus-menerus menurun.

Anggota kuat OPEC, Arab Saudi diperkirakan akan mengumumkan sebuah reformasi hari yang bertujuan untuk mendiversifikasi ketergantungan ekonominya pada harga minyak yang menurun.

Tahun ini akan menunjukkan “sebuah kelanjutan dari situasi minyak dengan harga rendah, sehingga kita akan melihat lebih jauh --- mungkin $100 milyar atau lebih, dalam hal pendapatan yang lebih rendah dari ekspor minyak,” kata Ahmed dari GCC yang terdiri dari Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

“Ini mulai mempengaruhi tidak hanya keuangan pemerintahan, namun juga ekonomi dalam hal kegiatan ekonomi lainnya,” katanya di Dubai, di mana ia meluncurkan pembaruan prospek ekonomi regional IMF.

Harga minyak telah turun sekitar 70% dari harga puncak $40 per barel pada pertengahan tahun 2014. IMF mengatakan pasar memperkirakan harga akan pulih sampai $50 per barel pada akhir dekade ini.

Ekonomi Arab terbesar, Arab Saudi, sekarang diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,2% tahun ini, dibandingkan 3,4% tahun lalu.

Pertumbuhan ekonomi di Uni Emirat Arab juga turun dari 3,9% tahun lalu menjadi 2,4% tahun ini.

Arab Saudi, Bahrain dan Oman akan menjadi “debitur yang signifikan” antara tahun 2016 dan 2021, laporan IMF berbunyi, dengan kebutuhan-kebutuhan keuangan yang melebihi cadangan mereka.

Penurunan dalam pendapatan telah memaksa monarki-monarki Teluk untuk membuat pemotongan subsidi bahan bakar dan energi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan berencana untuk memberlakukan pajak tidak langsung. Mereka juga telah menurunkan pengeluaran untuk proyek-proyek besar.

“Mereka perlu mengejar langkah-langah yang telah merek mulai untuk memotong kembali dan menyesuaikan pengeluaran mereka, dan untuk memasukkannya kedalam PPN,” kata Ahmed.

PENYESUAIAN BERTAHAP

PPN akan menambah 1,5% terhadap produk domestik bruto “setelah ini berlaku pada tahun 2018,” katanya.

Namun langkah-langkah seperti ini membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menerapkannya, dan pihak berwenang harus memastikan “menerapkannya dengan cara yang berkelanjutan, dan membangun kapasitas kelembagaan yang dapat melakukan hal ini akan menjadi penting.”

Banyak negara-negara Teluk dapat memberlakukan penyesuaian yang bertahap berkat “keuangan yang berlebihan” dari harga minyak yang tinggi.

Selain menyeimbangkan anggaran mereka, negara-negara Teluk menghadapi tantangan besar untuk memastikan bahwa sektor swasta tumbuh dengan menyediakan lapangan-lapangan pekerjaan, kata Ahmed.

Sektor swasta saat ini melambat “karena sebelumnya sebagian dari mereka menjual banyak produk mereka kepada pemerintah,” yang membatasi pengeluaran.

“Tantangan besarnya adalah untuk merevitalisasi sektor swasta, dan ini berarti sebuah transformasi ekonomi yang bergerak ke depan,” kata Ahmed.

Prioritas lainnya adalah untuk menciptakan insentif bagi warga negara untuk memilih pekerjaan dari sektor swasta dan bukan dari sektor pemerintahan.

“Diversifikasi ekonomi yang bergantung pada satu komoditas seperti minyak bukanlah sebuah tugas yang mudah, dan pengalaman di seluruh dunia menunjukkan bahwa ini adalah sesuatu yang membutuhkan usaha yang berkelanjutan, jadi saya melihat ini sebagai sebuah tantangan yang berkelanjutan di tahun-tahun mendatang,” kata Ahmed.

Pendapatan minyak merupakan bagian terbesar dari PDB bagi sebagian besar negara-negara Teluk.

Ahmed juga berpendapat bahwa negara-negara GCC yang mematok mata uang mereka terhadap dolar AS harus menjaga hubungan tersebut yang telah “melayani GCC dengan baik”.

“Ini memberikan sebuah jangkar stabilitas selama sebauh periode ketika banyak hal-hal lain, termasuk harga minyak, berubah dan tidak cukup stabil. Ini juga mencerminkan sifat dari ekonomi ini,” yang diperdagangkan dalam mata uang dolar.

Mengenai pengumuman reformasi Riyadh, Ahmed mengatakan: “Kami berharap pada visi reformasi ini.

“Dalam hal apa yang telah dikatakan mengenainya, ini adalah sebuah strategi ambisius yang tidak hanya mencoba dan menyeimbangkan anggaran kerajaan selama lima tahun ke depan, tetapi juga untuk menciptakan perekonomian yang tidak begitu banyak bergantung pada minyak.

“Saya pikir ini adalah tujuan yang sangat tepat,” katanya. “Tingkat ambisi merespon pada tantangan yang dihadapi.”


- Source : www.al-monitor.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar