Negara Kepulauan membawa negara-negara nuklir ke pengadilan
Pada hari-hari awal Perang Dingin, Amerika Serikat meledakkan 67 bom nuklir dari atas Kepulauan Marshall sebagai bagian dari program uji coba senjata atomnya. Lebih dari setengah abad kemudian, sebuah bangsa kecil di wilayah Pasifik ini pada akhirnya akan membawa negara adidaya tersebut ke pengadilan.
Antara tahun 1946 dan 1958, AS menggunakan wilayah Pasifik Selatan sebagai wilayah uji coba untuk pengembangan senjata nuklir. Uji coba ini memiliki dampak buruk bagi Kepulauan Marshall di mana 67 bom tersebut dijatuhkan.
“Beberapa pulau di negara saya lenyap dan beberapa lainnya akan tetap tidak dapat dihuni selama ribuan tahun ke depan,” kata menteri Kepulauan Marshall, Tony deBrum. “Banyak orang tewas, menderita kecacatan dari lahir yang belum pernah terlihat sebelumnya dan berjuang melawan kanker dari kontaminasi nuklir tersebut.”
Negara kepulauan tersebut telah mengajukan sembilan tuntutan hukum, menyatakan bahwa negara kekuatan nuklir tersebut telah melanggar Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir dengan gagal menjinakkan persenjataan mereka.
Sementara AS telah menolak untuk berpartisipasi, tiga dari tuntutan tersebut akan maju ke dalam Mahkamah Internasional di Den Haag. Selama seminggu setengah ke depan, para hakim akan mengadakan sidang tentang tuntutan hukum yang diajukan terhadap India dan Pakistan.
Sebuah sidang ketiga akan dimulai melawan Inggris pada hari Rabu.
Sementara tampaknya tidak mungkin bahwa tuntutan hukum tersebut akan menghasilkan pelucutan senjata penuh terhadap kekuatan-kekuatan dunia, namun persidangan ini menunjukkan bahwa pengadilan global dapat memberikan suara mereka – namun sediki – untuk negara-negara kecil.
“Sangat disayangkan bahwa enam negara bersenjata nuklir lainnya telah memutuskan bahwa mereka tidak perlu menanggapinya,” kata Phon van den Biesen, seorang pengacara untuk Kepulauan Marshall.
“Ketika batas penggunaan senjata nuklir dilanggar, hukum akan menjadi sebuah lelucon dan keadilan akan hanya menjadi sebuah peninggalan di masa lalu.”
Bikini Atoll, yang menjadi tempat dari 23 uji coba nuklir, sebagian besar masih dihuni. Sementara keturunan warga sipil direlokasi sebelum uji coba nuklir tersebut, telah lama ingin kemabil ke wilayah tersebut, radiasi residual telah memaksa mereka untuk tetap berada di pengasingan.
Sebuah laporan PBB pada tahun 2012 meperkirakan bahwa atoll tersebut menderita “pencemaran lingkungan yang hampir tidak dapat diperbaiki.”
Di pulau Runit, di dekat Enewetak Atoll, pihak militer AS membangun sebuah kubah beton besar untuk menempatkan beberapa ton limbah radioaktif.
Tidak pernah dimaksudkan sebagai tempat pembuangan permanen, kubah tersebut sekarang membocorkan bahan-bahan radioaktif ke lingkungan sekitarnya.
“Kami berjuang untuk apa yang kami percaya sebagai satu-satunya solusi atas masalah ini,” deBrum mengatakan dalam sebuah konferensi pers disaat tuntutan hukum tersebut pertama kali diumumkan, “dalam hal-hal perdamaian dan kemakmuran di dunia masa depan.”
- Source : sputniknews.com