Para pejabat mengatakan Uni Eropa akan “benar-benar runtuh dalam 10 hari”
Perdana Menteri Norwegia, Erna Solberg tidak ingin menghindari tanggung jawab negaranya di bawah Konvensi Geneva dan ia tidak ingin menginjak-injak hak asasi manusia, namun ia akan melakukannya jika diperlukan.
“Ini adalah sebuah proposal paksaan yang akan kita miliki jika semuanya runtuh,” kata Solberg, dalam sebuah wawancara dengan Berlingske, menjelaskan langkah-langkah baru yang ia percaya harus diambil oleh Norwegia jika Swedia terpuruk di bawah masuknya pengungsi yang menunjukkan angka 163.000 yang mendatangi negara tersebut tahun lalu.
Solberg secara efektif siap untuk mengusir dan menutup negaranya jika semuanya berantakan, menyebabkan Eropa menjadi sebuah wilayah tanpa aturan.
Jika ini terdengar terlalu mengada-ada atau hiperbolik, pertimbangkanlah bahwa pada hari Kamis, Komisaris Migrasi Uni Eropa, Dimitris Avramopoulos memperingatkan bahwa wilayah ini hanya memiliki 10 hari untuk melaksanakan sebuah rencana yang akan membawa “hasil yang nyata dan jelas di lapangan” atau “seluruh sistem akan benar-benar rusak”.
Avramopoulos juga memperingatkan bahwa krisis kemanusiaan di Yunani dan di Balkan “sebentar lagi akan terjadi”. Langkah-langkah yang diambil oleh negara-negara Uni Eropa, meyatakan langkah-langkah untuk membendung aliran masuknya pengungsi malah memperburuk masalah, komisaris tersebut berpendapat.
“Kami tidak bisa terus berhubungan melalui tindakan-tindakan unilateral, bilateral atau trilateral, efek negatif pertama dan dampaknya sudah terlihat,” katanya. “Kami memiliki tanggung jawab bersama – kita semua – terhadap negara-negara tetangga kita, baik Uni Eropa dan non-Uni Eropa, namun juga terhadap orang-orang yang putus asa ini.”
Dengan “efek-efek negatif”, tindakan sepihak, Avramopoulos kemungkinan mengacu pada ribuan yang terjebak di Balkan. Hal ini disebabkan oleh serangkaina pagar perbatasan yang telah didirikan selama enam bulan terakhir dan masalah ini diperparah oleh pemeriksaan di perbatasan yang ditingkatkan. Singkatnya: Kita menyaksikan kematian dari blok Schengen ini.
“Tujuh negara Eropa telah memulihkan kendali perbatasan dalam zona bebas-perjalanan Schengen, memberikan tekanan besar kepada Yunani, yang tidak bisa lagi menerima gelombang pendatang dari Turki dan seterusnya melalui Balkan,” Reuters menulis. Sebelumnya pada hari ini, Athena memanggil kembali dutanya di Austria. “Yunani tidak akan menerima tindakan-tindakan sepihak. Yunani juga dapat melakukan tindakan sepihak jika diperlukan,” menteri migrasi, Yannis Mouzalas mengatakan kepada para wartawan pada hari Kamis. “Yunani tidak akan menerima menjadi Lebanon-nya Eropa, gudang dari para pengungsi, bahkan jika ini dilakukan dengan pendanaan yang besar dari Uni Eropa.”
Pada tanggal 7 Maret, para pejabat akan menghadiri pertemuan puncak dengan Turki di mana kesepakatan Ankara sangat penting jika menginginkan pengurangan yang berarti dari para pencari suaka ke Eropa Barat. Dokumen-dokumen yang bocor baru-baru ini menunjukkan bahwa Presiden Erdogan pada dasarnya mencoba untuk memeras Eropa. “Kami dapat membuka pintu ke Yunani dan Bulgaria setiap saat. Kami dapat menempatkan mereka dalam bus-bus,” ia mengatakan seperti yang dikutip, selama percakapan dengan Komisaris Eropa Jean Claude Juncker dan Preseiden Dewan Eropa Donald Tusk pada tanggal 16 November 2015 saat KTT G20 di Antalya.
Selain tujuh negara yang telah memperketat pemeriksaan perbatasan, lebih banyak negara-negara lain telah berjanji akan mengikuti langkah ini kecuali Erdogan dan Tsipras dapat mencari cara untuk membuat kemajuan dalam membela perbatasan eksternal di wilayah tersebut.
Para pejabat khawatir awal musim semi akan membuat para pengungsi lebih berani melakukan perjalanan karena cuaca yang lebih hangat. Pada hari Rabu minggu kemarin, Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban menyerukan sebuah referendum mengenai sistem kuota yang diharapkan oleh Brussels akan membantu mendistribusikan dan menempatkan para pengungsi. Ini hanyalah masalah waktu sebelum negara-negara lain melakukan pemungutan suara yang sama.
Mungkin Jean Asselborn, menteri luar negeri Luksemburg mengatakannya dengan tepat: “Prospeknya suram... Kami tidak memiliki kebijakan lagi. Kami sedang menuju ke dalam situasi yang anarkis.”
Sepertinya Erna Solberg memang benar mengenai hal ini.
- Source : www.zerohedge.com