www.zejournal.mobi
Jumat, 27 Desember 2024

Mantan wakil PBB: Perang sipil Suriah memasuki tahap “end-game”

Penulis : Sputnik News | Editor : Samus | Selasa, 23 Februari 2016 14:36

Mantan wakil hak asasi manusia di PBB dan Direktur Global Policy Forum, James Paul mengkalim bahwa Deklarasi Bersama AS dan Rusia untuk mendorong sebuah gencatan senjata penuh menunjukkan bahwa perang sipil yang hampir berlangsung selama lima tahun akan segera berakhir.

Deklarasi Bersama AS dan Rusia untuk mendorong sebuah gencatan senjata yang penuh menunjukka bahwa perang sipil ini akan segera berakhir pada akhirnya, mantan wakil PBB tersebut mengatakan kepada Sputnik.

“Peperangan Suriah yang mengerikan, pada kenyataannya, akan memasuki tahan akhirnya,” kata Paul pada hari Senin. “Gencatan senjata yang ditengahi oleh Washington dan Moskow tampaknya akan benar-benar bertahan.”

Pasukan Peshmerga Kurdi Suriah yang telah melawan ISIS, juga dikenal sebagai Daesh memainkan perang penting dalam pelaksanaan gencatan senjata ini meskipun menghadapi permusuhan yang meningkat dari Turki, Paul menunjukkan.

“Melalui komitmen bagi masa depan yang demokratis dan non-sektarian, pihak Kurdi telah memperkuat dorongan kekuatan politik yang bertanggung jawab di negeri ini – mereka yang ingin melihat akhir dari pemerintahan otoriter keluarga Assad dan juga ingin membersihkan negara dari para jihadis sektarian,” katanya.

Namun, eskalasi konflik paralel antara Turki dan Kurdi menambah sebuah tingkat bahaya baru dan ketidakstabilan di wilayah tersebut pada saat yang sama Rusia dan AS mencoba untuk akhirnya mengakhiri pertumpahan darah di Suriah, Paul memperingatkan.

“Serangan-serangan artileri Turki baru0baru ini pada pasukan Kurdia di wilayah utara Suriah menambah kompleksitas ke dalam perang sipil yang sangat rumit ini yang melibatkan banyak kekuatan asing dengan kepentingan-kepentingan yang berbeda dan saling bertentangan, menyebabkan begitu banyak kematian dan kehancuran di Suriah,” lanjutnya.

Dimensi pihak Kurdi dalam konflik ini juga membingungkan karena mereka adalah bagian dari kelompok penduduk yang tersebar antara empat negara: Suriah, Turki, Irak dan Iran, Paul mengingatkan.

“Sejak awal pemberontakan di Suriah pada akhir tahun 2011, Suriah Kurdi telah menguasai militer Suriah Kurdistan. Mereka memiliki kekuatan tempur yang efektif yang telah menerima persenjataan (dan pelatihan terbatas) dari negara-negara Barat selama lebih dari satu tahun sebagai bagian dari “perang” melawan ISIS,” katanya.

Presiden Turk Recep Tayyip Erdogan meningkatkan ketegangan dengan pihak Kurdi di kedua sisi perbatasan dengan mendukung para pemberontak jihad Islam di Suriah, yang dimulai pada akhir tahun 2011, dan dengan memungkinkan mereka untuk membawa persenjataan dan pejuang melalui perbatasan Turki-Suriah, Paul mengingatkan.

Erdogan didukung “dalam proses ini oleh Arab Saudi, Qatar, Amerika Serikat, Inggris dan Perancis,” katanya.

“Akibatnya, ada banyak bentrokan antara pemberontak Islam dan para pejuan Peshmerega Kurdi di Suriah utara,” tambah Paul.

Baru-baru ini di Turki, untuk meningkatkan popularitas dan menarik lebih banyak orang ke dalam blok sayap kanan dan nasionalis nya, Presiden Erdogan “memulai penindasan yang sengit melawan Kurdi Turki, dalam apa yang telah menjadi sebuah eskalasi kekerasan, melemahnya negara Turki dan menciptakan kekacauan di dalamnya,” kata Paul.

James Paul menjabat sebagai Direktur GPF dari berdirinya pada akhir tahun 1993 sampai akhir tahun 2012 dan adalah wakil untuk Federasi Hak Asasi Manusia Internasional di PBB. Ia telah menerima penghargaan World Hunger Media dan penghargaan “Peacemaker” dari Nuclear Age Peace Foundation.


- Source : sputniknews.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar