Serangan senjata api dan bom mengguncang Jakarta
Orang-orang bersenjata melakukan serangkaian serangan senjata api dan bom di Jakarta, Indonesia pada hari Kamis, dengan media-media berita setempat melaporkan sedikitnya enam atau tujuh korban yang tewas.
Ledakan-ledakan terjadi di dekat pusat perbelanjaan Sarinah di kawasan bisnis Jl. MH Thamrin dengan target utamanya adalah sebuah kafe Starbucks. Para penyerang menggunakan granat dan baku tembak dengan polisi, media internasional melaporkan. Para penyerang juga menargetkan sebuah pos polisi.
Setidaknya satu petugas polisi juga telah meinggal selama tembak-menembak, dan satu warga asing yang bekerja untuk PBB (gedung PBB berada di dekta lokasi serangan), juga kehilangan nyawanya.
Menurut CNN, tidak ada klaim pertanggung jawaban namun seorang analis menyamakan serangan tersebut dengan pembantaian di Paris tahun lalu, di mana ISIS menyerang beberapa lokasi pada waktu yang sama. Penjualan ritel tahunan Indonsia telah meningkat hingga $326 miliar dan telah meningkat pada tingkat gabungan tahunan sebesar 3,5 persen, menurut Indeks Perkembangan Ritel Global A.T. Keaney dari tahun lalu.
Seorang analis politik, Yohanes Sulaiman mengatakan bahwa para penyerang mungkin telah memilih kawasan bisnis Sarinah adalah karena kawasan tersebut yang paling tidak dijaga di tengah ibu kota, dan dekat dengan Istana Presiden, PBB dan kantor-kantor Asosiasi Bangsa Asia Tenggara dapat dianggap simbolik.
Namun Sulaiman mengatakan ia tidak berpikir bahwa industri ritel yang kuat di Indonesia akan terpengaruh dalam jangka panjang.
“Mungkin dalam jangka pendek, mungkin karena orang-orang akan menjadi gugup dan mereka akan berpikir para teroris mungkin akan menyerang lagi. Namun, dalam jangka panjang... seminggu atau dua minggu, semuanya akan kembali menjadi normal,” katanya. “Ini tidak seperti bom Bali di mana sekitar 200 orang telah menjadi korban.”
Namun, kejadian ini masih akan dilihat sebagai “tanda hitam besar” terhadap kepolisian nasional Indonesia karena merupakan serangan teroris pertama dalam tujuh tahun terakhir, dan kecemasan mengenai masalah ini masih tinggi karena ISIS, kata Sulaiman.
“Perlu diingat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan penududk Muslim yang padat dan ada sebuah pertanyaan apakah serangan ini sebenarnya menjadi awal baru dari ISIS di Indonesia – yang saya benar-benar ragukan,” katanya.
Seorang sumber dari badan keamanan Indonesia, yang berbicara dalam kondisi anonimitas, mengatakan serangan tersebut terjadi di dalam Starbucks dengan sebuah ledakan kecil. Dan kemudian, “sementara para tamu berlarian keluar, ada lagi ledakan lain, di luar Starbucks,” katanya. “Para pelaku menahan dua sandera, keduanya warga negara asing, dan kemudian menembaknya dengan gaya eksekusi. Beberapa menit kemudian, ada ledakan bom bunuh diri di pos polisi di depan Plaza Sarinah, Thamrin.”
Foto-foto pembantaian tersebut telah beredar melalui jaringan media sosal, menyebarkan kepanikan dan kemarahan.
“Kami sedang makan siang di Mal Pacific Place, sekitar beberapa kilometer dari lokasi serangan,” kata Irawati Wahyudi, seorang dosen Perbanas (Perhimpunan Perbankan Nasional). “Namun beberapa pelaku melarikan diri ke arah daerah ini. Untuk beberapa waktu kami benar-benar terpenjarakan – kami tidak bisa keluar dari mal karena polisi masih mengejar para teroris. Di Pacific Place, hanya satu pintu masuk dibiarkan tetap terbuka, yang menghadap gedung Artha Graha. Semua pintu masuk yang mengarah langsung ke Galeries Lafayette, yang ada di dalam Pacific Place ditutup. Semua area parkir di mal ini kosong, juga jalan-jalan di sekitar mal dan hotel Ritz Carlton.”
Sebelumnya Sarinah Thamrin ini menjadi tempat berbelanja dan bermain yang ramai, namun selama satu dekade terakhir kepopulerannya menurun, dan akhir-akhir ini hanya menyediakan merek-merek menengah dan lokal. Merek-merek tingkat atas sekarang telah berkonsentrasi di butik-butik mereka di beberapa mal yang lebih baru dan disebut sebagai mal “bintang lima”, termasuk Plaza Indonesia, Grand Indonesia, Plaza Senayan dan Galeries Lafayette. Di sana, keamanannya jauh lebih ketat.
Namun, Starbucks, yang menjadi target utama dari para penyerang adalah salah satu tempat pertemuan pilihan bagi orang asing dan orang-orang lokal yang trendi, yang terletak di bagian pusat dekat dengan gedung PBB, Kedutaan Besar Jepang, Hotel Pullman, sebuah bioskop dan beberapa restoran cepat saji Barat. Ada juga sebuah butik Louis Vuitton di dekatnya.
Seorang ahli keamanan senior Singapura mengatakan kepada WWD melalui telepon bahwa “serangan tersebut sangat terencana.”
“Jakarta sangat beruntung,” kata pakar keamanan tersebut. “Jika ISIS atau siapa pun yang melakukan serangan tersebut lebih tepat dalam perencanaan mereka, ratusan orang dapat menjadi korban mereka.”
Namun bagi sebagian besar warga Indonesia, serangan ini sudah cukup buruk. Santi Mia Sipan, seorang pengusaha terkemuka di Jakarta, dapat menaklukan amarahnya. “Saya sedih, marah dan sangat prihatin,” katanya. “Jakarta tiba-tiba menjadi begitu tenang. Saya pikir perekonomian telah berhenti, atau setidaknya untuk hari itu. Semua toko sekarang tutup. Saya diperbolehkan masuk Mal Senayan City pada pukul 14.30 di mana saya adalah prioritas Bank BCA. Bayangkan, mal ini terletak beberapa kilometer dari lokasi kejadian dan masih, sekitar 90 persen toko-toko dan butik ditutup. Menantu saya bekerja di sebuah hotel dan ia mengatakan banyak tamu yang check out. Banyak kelompok-kelompok membatalkan reservasi mereka.”
Di Indonesia, beberapa serangan teroris besar terjadi di masa lalu, menargetkan dua hotel mewah di Jakarta, serta pulau wisata Bali. Selama satu tahun terakhir, bagaimanapun juga situasi menjadi tenang. “Tenang sebelum badai,” adalah sebuah kesimpulan oleh banyak ahli terorisme regional.
Syawalina adalah seorang pengusaha ritel kecil di Jakarta. Ia memberikan gambaran dari serangan tersebut: “Saat itu saya sedang berada di Tanah Abang, membeli barang-barang jualan biasa di sana, ketika tiba-tiba teman-teman dan anggota keluarga saya mulai mengirim pesan dan menelpon dalam keadaan panik, yang mengacu pada pemboman tersebut.”
“Kemudian, saya harus menemui teman saya di dalam Sarinah Thamrin,” kata Syawalina. “Saya tidak bisa mendapatkan transportasi apa pun dari Tanah Abang karena polisi menutup sebagian besar jalan-jalan di sekitar Sarinah, dan juga daerah sekitar Palmerah karena diyakini bahwa ada bom lain yang dipasang di sana. Saya harus berjalan di sepanjang jalanan. Sangat menakutkan karena orang-orang mengatakan ada teroris yang masih buron, di suatu tempat di Jakarta. Saya tidak pernah melihat Jakarta begitu tenang, begitu kosong.”
- Source : wwd.com