Eksekusi oleh Saudi bertujuan untuk memprovokasi pertumpahan darah regional
Reaksi marah di Timur Tengah atas eksekusi seorang ulama Syiah terkemuka oleh Arab Saudi memberikan kesan kuat bahwa ini adalah langkah yang disengaja oleh House of Saud.
Provokasi ini tampaknya bertujuan untuk mengobarkan ketegangan sektarian dan konflik di berbagai negara-negara regional untuk melanjutkan kepentingan geopolitik Arab Saudi. Pusat dari kepentingan-kepentingan tersebut adalah, seperti biasa, persaingan sengit dengan sekte Syiah di kawasan tersebut, Iran.
Setelah pengumuman pada akhir pekan lalu oleh Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi bahwa ulama Syiah Sheikh Nimr al-Nimr telah dieksekusi, bersama dengan 46 tahanan lainnya, ada kemarahan-kemarahan yang sudah diprediksikan sebelumnya di seluruh wilayah tersebut, terutama di kalangan negara-negara yang banyak pengikut Syiah nya, seperti Iran, Irak, Lebanon dan Bahrain. Iran mengecam penguasa Arab Saudi Sunni yang radikal sebagai “kriminal” dan menuduh mereka telah melakukan suatu tindakan yang “sangat ceroboh dan tidak bertanggung jawab.”
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei membandingkan House of Saud dengan Daesh, kelompok ekstrimis teror yang juuga dikenal dengan ISIS. Dari catatan adalah bahwa cara kerajaan tersebut mengeksekusi lawannya dengan memenggal menurut interpretasi keras serupa dengan hukum Syariah Islam yang dikenal dengan Wahhabisme – hukum yang dianut baik oleh rezim Saudi dan kader-kader ISIS.
Mantan Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki mengatakan bahwa pengenaan hukuman mati akan menyebabkan jatuhnya para penguasa Arab Saudi, dengan politikus Irak lainnya mengatakan bahwa mereka akan “membuka gerbang neraka” di wilayah bergejolak yang memiliki keanekaragaman agama.
AS dan Uni Eropa juga menanggapi eksekusi al-Nimr dengan kekhawatiran, keduanya memperingatkan bahwa akan ketegangan sektarian ini menjadi lebih buruk oleh hukuman mati oleh Arab Saudi tersebut.
Sheikh al-Nimr dieksekusi pada hari Sabtu, bersama degnan 46 tahanan lainnya dalam apa yang diyakini sebagai eksekusi masal terbesar di Arab Saudi dalam tiga dekade terakhir. Hukuman mati ini dilakukan di 12 lokasi penjara dengan cara pemenggalan atau oleh regu tembak, menurut laporan-laporan. Kebanyakan dari mereka yang dijatuhi hukuman mati telah diduga sebagai anggota dari kelompok teror Al-Qaeda, yang telah dituduh melakukan serangan mematikan terhadap aset-aset dunia Barat di Arab Saudi antara tahun 2003 dan 2006.
Nimr al-Nimr adalah satu dari empat aktivis Syiah yang dieksekusi pada akhir pekan lalu. Mereka dihukum dengan beberapa tuduhan subversi dan terorisme dalam pengadilannya yang dihentikan oleh kelompok-kelompok hak asasi internasional sebagai parodi dari proses peradilan. Sheikh al-Nimr ditangkap pada tahun 2012 dan dituduh telah menghasut aksi-aksi protes yang diwarnai oleh kekerasan, namun para pendukungnya menunjukkan bahwa ulama yang dihormati itu selalu secara terbuka mendukung protes yang damai. Salah satu pernyataannya yang paling terkenal adalah: “Kekuatan perkataan lebih tajam dari deruan peluru.” / “The power of words is mightier yang the roar of bullets.”
Pada bulan Oktober, al-Nimr kehilangan naik banding nya terhadap hukuman mati. Kemudian diikuti okeh beberapa banding grasi internasional. Pemerintah Iran khususnya mengeluarkan beberapa pernyataan yang menyerukan agar ulama tersebut dimaafkan.
Kegagalan keadilan terhada al-Nimr yang dilihat secara luas dan keputusan dingin untuk melaksanakan eksekusinya meskipun adanya banding grasi adalah apa yang membuat kasus begitu bergolak.
Gerakan perlawanan syiah Lebanon, Hizbullah mengutuk perilaku Arab Saudi sebagai “pembunuhan”, sementara Korps Pengawal Revolusi Iran bersumpah bahwa para penguasa Arab Saudi akan mendapatkan “ganjaran yang keras”.
Di Yaman, di mana Arab Saudi dan koalisi negara-negara Arab Sunni lainnya telah melakukan serangan-serangan udara selama sembilan bulan terakhir, para pemberontak Houthi juga mengutuk eksekusi al-Nimr dan berjanji akan membalas kematiannya. Pada akhir pekan, dilaporkan bahwa 24 tentara Arab Saudi tewas dalam serangan rudal Houthi di provinsi Jizan yang berbatasan dengan Arab Saudi. Tidak jelas apakah serangan tersebut sebelum atau sesudah pengumuman eksekusi al-Nimr.
Rezim Saudi sebelumnya telah menuduh Iran dan Hizbullah telah memicu pemberontakan Houthi di Yaman. Teheran telah menolak tuduhan bahwa pihaknya telah mendukung para pemberontak secara militer. Namun dapat dipastikan bahwa sekarang Iran dan Hizbullah akan meningkatkan intervensi militer mereka di Yaman sebagai cara menyerang balik Arab Saudi.
Respon yang sama tersebut juga memprediksikan keterlibatan Iran dan Hizbullah di Suriah, di mana Arab Saudi telah mendanai dan mempersenjatai beberapa milisi anti-pemerintah, kelompok-kelompok Islam radikal dengan ideologi fundamentalis Wahhabi yang sama. Kelompok-kelompok ini termasuk Jaish al Islam (Tentara Islam), yang pemimpinnya, Zahran Alloush telah tewas dalam serangan udara Suriah dekat Damaskus pada tanggal 25 Desember. Rezim Saudi secara terbuka menegur atas pembunuhan Alloush, mengatakan bahwa hal tersebut akan membahayakan perundingan perdamaian Suriah yang didukung oleh PBB di Geneva.
House of Saud yang dipimpin oleh Raja Salman, diketahui tidak mendukung perundingan Geneva, di mana didukung oleh Washington dan Moskow. Pihak Saudi kecewa dengan kompromi yang dibuat oleh Washington terhadap posisi Rusia, yaitu bahwa masa depan politik Suriah harus diputuskan oleh rakyat Suriah melaui pemilu. Tuntutan sebelumnya oleh Washington adalah bahwa Presiden Suriah Bashar Assad harus mundur sebagai prasyarat untuk perundingan perdamaian telah ditinggalkan – meninggalkan Arab Saudi, Turki dan kelompok-kelompok milisi ekstrimis di Suriah.
Hal ini mungkin penting bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengadakan “puncak pertemuan strategis” dengan Raja Salman di Riyadh hanya beberapa hari sebelum eksekusi Nimr al-Nimr.
Intervensi militer Rusia di Suriah sejak akhir September telah sukses dalam hal menstabilkan pemerintah Suriah Bashar Assad. Bahkan pemerintahan Obama baru-baru ini mengakui keberhasilan strategis bagi Presiden Rusia Vladimir Putin di Suriah.
Keberhasilan militer tersebut juga dapat dikaitkan dengan Iran dan Hizbullah, serta Irak yang semuanya berkontribusi pada keuntungan yang dibuat oleh Tentara Arab Suriah di darat.
Pecundang terbesar adalah pihak axis yang menjalankan misi perubahan rezim rahasia di Suriah, yang dipimpin oleh Washington, London dan Paris, bersama dengan sekutu regional mereka Arab Saudi, Qatar dan Turki. Sementara Washington dan negara Barat lainnya memiliki rencana untuk beralih taktik dari mendukung sebuah pemberontakan rahasia kepada proses politik untuk perubahan rezim di Suriah, tampaknya Arab Saudi dan Turki masih berkomitmen untuk menjalankan agenda peperangan yang terselubung.
Dengan cara ini, aliansi militer di Suriahyang didukung oleh Rusia adalah pihak yang merusak agenda Arab Saudi dan Turki.
Dari sudut pandang rezim Saudi, salah satu cara untuk menyelamatkan kerugian mereka di Suriah da kemunduran yang sedang berlangsung di Yaman adalah mengacaukan daerah tersebut dengan peperangan konflik sektarian. Bagi kebanyakan orang, tentu saja langkah tersebut sangatlah gila. Namun jika House of Saud dapat memicu peperangan antara Sunni dan Syiah, yang pada gilirannya akan memecah hubungan antara Washington dan Moskow, yang mengarah kepada peperangan yang lebih luas di seluruh wilayah.
Setelah kalah dalam skema Machiavellian mereka untuk merubah rezim di Suriah, House of Saud tampaknya ingin menimbulkan wabah kekacauan dan pertumpahan darah di rumah orang lain.
Eksekusi ulama Syiah ternama Nimr al-Nimr adalah sebuah pembunuhan barbar yang ceroboh, seseorang dapat menyimpulkan: kegilaan murni dari pembunuhan tersebut mengkhianati perhitungan patologis yang bertujuan untuk menghasut kekacauan di wilayah tersebut.
Arab Saudi sedang kalah secara beruntun di Suriah, Yaman, Irak, Lebanon dan tempat lainnya – dan dengan demikian memprovokasi pertumpahan darah regional.
- Source : www.informationclearinghouse.info