www.zejournal.mobi
Senin, 23 Desember 2024

Memalsukan Ancaman Teroris

Penulis : Philip Giraldi | Editor : Admin | Selasa, 20 Oktober 2015 10:25

Sebuah cerita pendek muncul di media mainstream dua pekan lalu yang menggambarkan bagaimana pemerintah Amerika Serikat bekerja keras untuk menjaga agar semua orang aman. Cakupan Associated Press (AP) yang asli dengan judul “Smugglers busted trying to sell nuclear materials to ISIS/Penyelundup tertangkap mencoba untuk menjual bahan nuklir kepada ISIS”. Versi The Boston Herald dari cerita AP ini berjudul “Nuclear Material Sellers Target U.S.: Nuclear Material Shopped to ISIS/Para Penjual Bahan Nuklir Menargetkan AS: Bahan Nuklir Dijua kepada ISIS”. Artikel tersebut juga diangkat oleh  CNN dan BBC serta diputar di Israel dengan judul “ISIS Looking to Build Nuclear Weapons, Turning to Moldovan Gangs for Materials/ISIS Akan Membuat Senjata Nuklir, Beralih ke Geng Moldova untuk Bahan-Bahan”.

Cerita tersebut berfokus pada Moldova, bekas republik Soviet yang relatif miskin, sebuah wilayah di mana media mainstream Barat kemungkinan besar tidak memiliki koresponden. Versi AP yang asli meliput sebuah wawancara dengan beberapa peserta dalam sebuah operasi polisi sementara juga meninjau dokumen-dokumen dan foto-foto yang berkaitan dengan kasus tersebut. Namun demikian, kita juga harus menduga bahwa AP tidak hanya secara kebetulan menemukan cerita tersebut. Kantor berita itu tersebut mungkin diinformasikan untuk mengejar beritanya melalui sebuah kebocoran informasi yang diatur oleh Biro Investigasi Federal (FBI) atau Gedung Putih, yang dimaksudkan untuk menginformasikan kepada publik bahwa ada ancaman besar yang datang dari para teroris yang sedang mencari senjata pemusnah massal namun pihak penegak hukum AS menyadari bahaya tersebut dan bekerja secara efektif melawannya.

Media tersebut yang menjelaskan apa yang terjadi adalah sebagai berikut: para penyelundup dari Eropa Timur telah entah bagaimana memperoleh akses untuk mendapatkan bahan nuklir dari yang dulunya adalah gudang persenjataan dan laboratorium Uni Soviet dan telah menjualnya kepada kelompok-kelompok teroris, terutama ISIS, untuk digunakan terhadap Amerika Serikat. Sudah ada beberapa upaya serupa dalam lima tahun terakhir, yang semuanya digagalkan meskipun tersangka utamanya belum tertangkap dan bahan nulir yangdicuri belum diamankan oleh pihak berwenang. FBI bekerja sama dengan seluruh pihak berwenang Moldoba, yang menyediakan layanan teknis dan dukungan lainnya atas operasi penggerebekan dan penyamaran yang berperan penting dalam memberikan hasil yang relatif berhasil.

Ketika saya membaca cerita tersebut, saya merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Berbagai lembaga keamanan dan kepolisian AS telah lama menghadapi dilema relasi dengan pihak publik. Di satu sisi, mereka telah berusaha untuk membesar-besarkan ancaman yang datang dari terorisme internasional karena hal tersebut bagus bagi moral karyawan mereka yang terlihat seolah-olah memerangi musuh yang tangguh sementara itu juga menginduksi Kongres dan masyarakat untuk mendukung peningkatan substansial dalam anggaran dan pendanaan lainnya. Tapi, pada saat yang sama, terlalu banyak sorakan yang menekankan bahwa orang-orang jahat tersebut dapat berinovasi lebih menunjukkan bahwa keamanan nasional sedang dirusak atau, yang lebih buruknya adalah bahwa lembaga kepolisian dan intelijen tidak melakukan tugas mereka untuk “menjaga agar kita tetap aman”. Ini berarti dalam prakteknya, keseimbangan yang baik harus diperoleh dalam melaporkan sebuah ancaman sementara pada saat yang sama membuat jelas bahwa semua orang di pemerintahan bekerja keras dan sangat efektif untuk melawan ancaman tersebut.

Artikel tentang Moldova tersebut mungkin memang menjadi salah satu cerita untuk meyakinkan publik tetapi, karena ini bukanlah berita terkini, pada saat ini tampaknya akan menjadi agak dibuat-buat dan mungkin bahkan sudah diagendakan sebelumnya. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa telah ada empat upaya untuk menjual dan menyelundupkan bahan radioaktif dalam lima tahun terakhir, tak satu pun dari upaya tersebut terjadi baru-baru ini, yang terakhir tertanggal pada bulan Februari lalu. Sebuah pertanda bahwa ini adalah sebuah agenda sekunder adalah keterkaitan para penjahat ini dengan Rusia, negara yang bermusuhan dengan Washington saat ini. Artikel tersebut menyatakan bahwa beberapa kelompok kriminal di Moldova memiliki “hubungan dengan lembaga pengganti KGB Rusia,” bahwa Rusia memiliki “persediaan bahan radioaktif yang besar – jumlah yang tidak diketahui, namun telah bocor ke dalam pasar gelap,” dan bahwa barang-barang tersebut ditawarkan oleh “seorang Rusia bernama Alexandr Agheenco, seorang ‘kolonel’ bagi para pengikutnya, yang mana pihak berwenang Molodava yakini adalah seorang perwira di FSB Rusia, yang sebelumnya dikenal sebagai KGB.”

Jadi cerita ini mungkin tentang melemparkan Rusia ke dalam kesan yang negatif, dengan bom-bom atau teroris. Dan mengenai bom itu sendiri agak sulit untuk dipahami. Artikel tersebut menyatakan bahwa ada “pasar gelap yang berkembang dari bahan nuklir yang diperjual belikan” di Moldova namun tidak menunjukkan di mana penyelundupan tersebut terjadi dan siapa yang membelinya. Salah satu versi cerita AP mengklaim bahwa sejumlah senjata kecil yang diperkaya dengan uranium diproduksi sebagai bonafid sebelum sebuah upaya transaksi jual beli pada tahun 2010, namun ditentang oleh seorang polisi Moldoba yang menyatakan bahwa “hanya ada satu botol (cesium uranium) yang berhasil diamankan” dari para penyelundup. Artikel tersebut mengakui bahwa cesium itu tidak cocok untuk membuat sebuah senjata nuklir dan bahkan tidak cukup bersifat radioaktif untuk membuat apa yang disebut “dirty boomb”. Cesium ini, perlu dicatat, digunakan dalam bentuk radioaktifnya pada aplikasi medis dan laboratorium. Sebuah “dirty bomb” menggunakan limbah nuklir atau agen biologi dan kimia yang dikombinasikan dengan bahan peledak konvensional untuk menghasilkan tingkat kontaminasi yang luas. Hal ini dapat mematikan dan jahat, namun ini bukanlah Hiroshima dan tidak secara teknis terkait dengan bom atom.

Jadi operasi sengatan tersebut berhasil menangkap beberapa penjahat rendah yang mengaku memiliki akses untuk mendapatkan senjata bahan nuklir namun bahan yang diduga tersebut tidak benar-benar ditemukan. Mungkinkah ini semua sebuah penipuan, di mana para penipu tersebut diasumsikan memiliki barang namun sebenarnya tidak memilikinya? Dan untuk titik terakhir yang menghasilkan kekhawatiran, apa peran ISIS dalam semua ini? Artikel ini memberikan bukti bahwa ISIS benar-benar mencari bahan nuklir, atau bahwa keinginan untuk mencarinya berkaitan dengan niat untuk menyerang AS. Membuat sebuah senjata nuklir yang sebenarnya akan jauh melampaui teknik dan teknis kemampuan dalam hal apapun, dan jika mereka ingin membuat “dirty bombs” mereka sudah memiliki limbah nuklirnya dari rumah-rumah sakit yang mereka kendalikan, juga pasokan senjata kimia yang dirampas di Irak.

Artikel tersebut menyatakan bahwa “ISIS telah membuat jelas ambisinya untuk menggunakan senjata pemusnah massal” meskipun tidak ada bukti yang dapat mengkonfirmasikan hal tersebut. Juga tidak ada petunjuk bahwa para penyelundup Moldova sebenarnya dihubungi ISIS atau ISIS berusaha untuk menghubungi mereka.

Salah satu penyelundup, yang diduga berulang kali “menggembar-gemborkan kebenciannya terhadap Amerika”, berkata dalam sebuah percakapan yang disadap bahwa ia “benar-benar ingin seorang pembeli ISIS karena mereka akan membom AS”. Namun karena perantara penyelundup tersebut mencoba untuk menjual produknya ke seseorang yang ia pikir berasal dari kelompok ISIS, akan benar-benar bodoh jika ia mengekspresikan kebencian anti-Amerika nya. Dan bukti tersebut, jauh dari apa yang menjadi kasus bahwa ISIS sedang mencari senjata nukir atau “dirty bombs” untuk melawan Washington, yang mungkin akan diledakkan di Amerika Serikat seperti yang tersirat dalam artikel tersebut. Bahkan, ini tidak harus berarti apa-apa.

Maka itu, cerita menkhawatirkan tentang ISIS yang sedang mencari senjata nuklir untuk menyerang Amerika Serikat, ternyata adalah sebuah propaganda kecil untuk membenarkan kelanjutan dan bahkan perluasan peperangan AS melawan teror. Dan ada elemen Rusia yang ditaruh didalamnya untuk menjelaskan bagaimana semua itu terjadi. Pada kenyataannya, Amerika Serikat dan Rusia bekerja sama dengan baik untuk mengamankan yang dulunya menjadi gudang persenjataan nuklir Uni Soviet sampai pada Kongres AS pada bulan Januari 2015 dalam kekesalannya memotong pendanaan atas program tersebut. Seperti yang sering terjadi, jika ada sebuah masalah yang berkembang di mana saja di dunia, dalam kasus ini lebih kepada proliferasi nuklir daripada kelompok teroris, ini adalah karena para pejabat menyedihkan yang terpilih dan mewakili rakyat AS telah secara konsisten gagal untuk bertindak secara bertanggung jawab.


- Source : www.unz.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar