www.zejournal.mobi
Selasa, 19 November 2024

Kudeta Timur Tengah: Rusia menyerang target para militan, Iran menyiapkan serangan darat sementara Arab Saudi panik

Penulis : Tyler Durden | Editor : Admin | Jumat, 02 Oktober 2015 10:20

Pada bulan Juni, Komandan Pasukan Quds Iran, Qasem Soleimaini mengunjungi sebuah kota di bagian utara Latakia dan garis depan peperangan saudara yang berkepanjangan di Suriah. Setelah kunjungan itu, ia berjanji bahwa Teheran dan Damaskus akan mengungkapkan sebuah strategi baru yang akan “mengejutkan dunia”.

Sedikit lebih dari sebulan berikutnya, Soleimaini – melanggar pelanggaran perjalanan PBB – mengunjungi Rusia dan mengadakan pertemuan-pertemuan di Kremlin. Pentagon sekarang mengatakan pertemuan-pertemuan mereka berperan “sangat penting” dalam mempercepat jadwal untuk keterlibatan Rusia di Suriah. Jenderal tesebut diduga membuat kunjungan-kunjungan lainnya ke Moskow pada bulan September.

Timeline peristiwa di sini bukanlah sebuah kebetulan. Iran telah lama memberikan dukungan rahasia dan juga secara terbuka untuk rezim Assad melalui transfer keuangan, dukungan logistik dari para Quds dan melalui keterlibatan Hizbullah dalam peperangan pemerintahan Assad untuk mendapatkan kembali kendali negara.

Seperti yang telah kami dokumentasikan secara luas selama beberapa minggu terakhir, apa yang tampaknya terjadi disini adalah bahwa Iran tidak dapat secara langsung menyerang Suriah untuk mendukung Assad (karena hal itu akan jelas menjadi sebuah bencana dalam hal mentaati kesepakatan nuklir P5+1), dan beralih ke Moskow yang di masa lalu telah menggunakan hak veto Dewan Keamanannya untuk memblokir rujukan perang di Suriah ke Den Haag dan yang merupakan sekutu baik dari Teheran dan Damaskus.

Meskipun tidak jelas persis apa tujuannya Putin, Rusia jelas melihat kesempatan untuk memajukan agenda geopolitik Kremlin pada titik waktu kunci dalam sejarah ini. Moskow tertarik untuk memasang wajah berani di tengah-tengah pertikaian yang paling di perdebatkan dengan dunia Barat sejak Perang Dingin (sebagai akibat dari konflik di Ukraina dan aneksasi Krimea) dan dalam upayanya untuk mempertahankan pangsa pasar Gazprom di Eropa.

Singkatnya, Rusia terlihat untuk memandang ini sebagai solusi geopolitik sama-sama menang. Artinya, Rusia dapat 1) memperluas pengaruhnya di Timur Tengah yang menyimpang dari Washington dan sekutu-sekutunya, sebuah langkah yang juga membantu untuk melindungi kepentingan energi Rusia dan mempertahankan pelabuhan Mediterania di Tartus dan 2) mendukung sekutu-sekutunya di Teheran dan Damaskus sehingga menyeimbangi aliansi AS-Saudi-Qatar.

Sementara itu, Iran dapat menikmati dukungan dari militer raksasa Rusia dalam misinya untuk melindungi hubungan antar daerah yang merupakan sumber pengaruh Timur Tengah dari Teheran. Hal ini mutlak penting bagi Iran untuk menjaga agar Assad tetap berkuasa, karena jatuhnya Suriah ke tangan Barat akan secara efektif memotong jalur suplai antara Iran dan Hizbullah.

Dinamika yang sama bermain di Irak. Iran memerangi ISIS melalui berbagai milisi Syiah, sama seperti yang dilakukan untuk melawan koalisi yang di pimpin oleh Arab Saudi di Yaman melalui Houthi Syiah. Sangatlah penting bahwa Baghdad telah sepakat untuk berbagi intelijen dengan Suriah dan Rusia, dengan demikian para milisi Syiah yang didukung oleh Iran untuk berjuang untuk menguasai Irak dapat secara efektif menikmati dukungan militer dari Rusia.

Apa yang sudah pasti di sini adalah bahwa ini adalah sebuah rencana yang terkoordinasi.

Kremlin telah setuju untuk mengirim kekuatan dari angkatan udaranya untuk menghantam lawan-lawan Assad di Suriah dan para militan Sunni di Irak dalam dukungannya bagi pasukan darat Iran, juga karena AS dan sekutu-sekutunya telah gagal dalam mendukung para pemberontak anti-Assad. Putin dapat menyimpulkan semua ini sebagai “peperangan melawan teror”. Akan sulit untuk merancang permainan kekuatan yang lebih elegan dari ini.

Jika Anda pikir hal tersebut terlalu mengada-ada, pertimbangkan hal berikut ini yang baru saja dirilis oleh Reuters:

Ratusan pasukan Iran telah tiba di Suriah dalam 10 hari terakhir dan akan segera bergabung dengan pasukan pemerintahan serta pasukan Hizbullah yang berasal dari Lebanon dan juga negara sekutu dalam serangan darat yang besar dan didukung oleh serangan udara Rusia, dua sumber dari Lebanon mengatakan kepada Reuters.

“Serangan-serangan udara Rusia dalam waktu dekat akan disertai dengan pasukan darat Suriah dan sekutu-sekutunya,” kata salah satu sumber yang paham akan perkembangan politik dan militer dalam konflik tersebut.

“Ada kemungkinan bahwa operasi-operasi darat mendatang akan berfokus pada Idlib dan pedesaan Hama,” tambah sumber itu.

Dua sumber tersebut mengatakan bahwa operasi ini akan ditujukan untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang jatuh kepada pemberontak.

Ini menunjuk kepada sebuah aliansi militer yang muncul antara Rusia dan sekutu-sekutu utama Assad – Iran dan Hizbullah – yang berfokus pada perebutan kembali wilayah barat laut Suriah yang direbut oleh para gerilyawan pada awal tahun ini.

“Para pasukan baris depan Iran mulai berdatangan di Suriah... Para tentara dan perwira khusus untuk berpartisipasi dalam pertempuran ini, mereka bukanlah para penasihat... Kita berbicara tentang ratusan perwira lengkap dengan peralatan dan senjata dan akan datang lebih banyak dalam waktu dekat,” kata sumber kedua. Irak juga akan ikut andil dalam operasi tersebut, kata sumber itu.

Dan juga pertimbangkan hal berikut yang baru saja dirilis (via Reuters):

Kementrian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Kamis akan mempertimbangkan permintaan dari pemerintah Irak untuk melakukan bantuan serangan udara terhadap ISIS di negaranya, namun mengatakan belum menerima permohonan tersebut, kantor berita RIA Novosti melaporkan.

Kantor berita tersebut mengutip kementrian luar negeri Rusia, mengatakan akan mengevaluasi logika dari langkah “politik dan militer” tersebut jika permintaan itu telah diterima.

Dan yang terakhir, untuk mendapatkan penerangan dan mengkonfirmasikan tesis yang diuraikan di atas lebih lanjut, di sini Arab Saudi panik pada apa yang akan mungkin terjadi bahwa kehadiran Rusia diatur untuk benar-benar mengganggu BOP di Timur Tengah (melalui Reuters lagi):

Arab Saudi, musuh utama Presiden Bashar al-Assad menuntut sekutunya Rusia untuk mengakhiri serangan-serangan di Suriah, mengatakan serangan itu menyebabkan jatuhnya korban sipil sementara gagal untuk menargetkan markas-markas ISIS yang ditentang Moskow.

Dalam sambutannya di PBB, New York, seorang diplomat senior Arab Saudi menyarankan bahwa Rusia dan sekutu lain Assad tidak bisa mengklaim bahwa mereka memerangi ISIS dan pada saat yang bersamaan mendukung terorisme dari pihak berwenang pemerintah Suriah.

Duta besar Arab Saudi Abdallah al-Mouallimi menyatakan “keprihatinan yang mendalam mengenai operasi militer yang telah dilakukan oleh Pasukan Rusia di Homs dan Hama hari ini, tempat-tempat di mana bukan markas para pasukan ISIS. Serangan ini menyebabkan sejumlah korban yang tidak berdosa. Kami menuntut agar serangan-serangan itu segera dihentikan dan tidak terulang.”

“Adapun negara-negara yang telah mengklaim baru bergabung dalam peperangan melawan ISIS, mereka tidak bisa melakukan itu namun pada saat yang bersamaan mendukung terorisme rezim Suriah dan para teroris sekutu asingnya seperti Hizbullah dan Pasukan Quds serta kelompok teroris sektarian lainnya,” tambahnya dalam komentar yang disiarkan oleh TV al-Arabiya milik Arab Saudi.

ISIS merupakan singkatan umum untuk Negara Islam, juga dikenal dengan ISIL. Milisi Hizbullah Syiah Lebanonn secara terbuka bertempur atas nama Assad dan Pasukan Quds bagian dari Pasukan Elit Revolusi Iran juga banyak diyakini membantu Damaskus.

Akan sulit untuk melebih-lebihkan pentingnya dari apa yang tampaknya sedang terjadi di sini. Ini merupakan kudeta Timur Tengah, seperti yang dilakukan oleh Iran untuk menggantikan Arab Saudi sebagai broker kekuatan regional dan Rusia terlihat untuk menggantikan AS sebagai negara adidaya.

Jangan berharap bahwa Arab Saudi dan Israel akan tetap berdiam diri.

Jika Rusia akhirnya memperkuat posisi Iran di Suriah (dengan memperluas pengaruh dan kemampuan Hizbullah) dan jika angkatan udara Rusia secara efektif mengambil kendali di Irak yang memungkinkan Iran untuk mengerahkan pengaruhnya yang lebih besar di pemerintahan Baghdad, keseimbangan kekuatan yang rapuh yang telah hadir di wilayah tersebut akan berubah, kita tidak bisa mengharapkan bahwa Washington, Riyadh, Yerusalem dan London untuk bersikap lembut dalam menangani hal ini.


- Source : www.zerohedge.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar