Trump mengungguli Hillary 45-40 pada pemungutan suara baru-baru ini
Pemungutan suara putaran pertama dalam pemilu 2016 di bulan September juga menjadi pemungutan suara pertama dimana Trump mengalahkan Hillary. Dari Mei sampai Juli, perolehan suara Hillary naik dari 12-24 poin diatas Trump. Ia sekarang berada 5 poin diatas Hillary dan melanjutkan tren nya yang mengarah kearah Trump dalam bulan Agustus:
Demografi dalam pengambilan hasi pemungutan suara dari SurveyUSA menarik, meskipun ukuran sampelnya kecil.
Sampel-sampel tersebut secara cukup banyak adalah kebalikan dari kebijakan yang pada umumnya. Sehubungan dengan para kandidat Partai Republik tradisional, Trump berhasil lebih baik diantara orang-orang kulit hitam (turun hanya 25-59) dan Asia (memimpin 41-39) dan diantara orang-orang Hispanik (turun 31-50). Diantara kulit putih, Trump memimpin Hillary hanya dengan 51-34, yang mungkin sedikit dibawah dari apa yang diharapkan untuk Partai Republik untuk naik sebesar 5 poin.
Trump sedang menang banyak (54-36) diantara mereka yang mengatakan bahwa mereka memberikan banyak perhatian terhadap politik, dan menang 48-40 diantara para lulusan perguruan tinggi.
Wilayah terkuat Trump adalah di bagian Barat Tengah, dimana ia memimpin sampai 49-41.
Kabar bahwa Trump, yang cenderung menyerang para penggemar hip-hop yang memiliki sebuah gaya yang sama dengan seorang pria tua berkulit putih yang kaya dan posisinya di keimigrasian yang memungkinan untuk membantu warga Amerika kulit hitam untuk mendapatkan uang untuk hidup daripada hanya tentang orang lain yang, berada di jalur untuk menang, katakanlah 30% suara dari orang kulit hitam akan membuat panik para pembuat strategi partai Demokrat.
Pasti akan ada upaya bersama untuk menjelekkan Trump dimata orang-orang kulit hitam. Obama membawa the Great Lakes Rust Belt (diluar Indiana) pada tahun 2012 dengan menaikkan margin yang tinggi antara orang-orang kulit hitam sedangkan Romney-Ryan memiliki orang-orang kulit putih yang tertekan dan terpisah-pisah di wilayah itu. Seorang dari partai Republik yang kuat di Barat Tengah bagian atas adalah bencana bagi orang-orang Demokrat dalam pemilihan di kampus-kampus.
Satu hal yang terjadi adalah bahwa Trump mendapatkan manfaat dari Revolt of the Comedians. Beberapa waktu lalu, Jerry Seinfeld seorang negarawan yang dicintai berbicara melawan komedi pembunuhan kampus, mengutip temannya Chris Rock sebagai dukungan. Beberapa orang bertanya-tanya mengapa saya menulis kolom Taki baru-baru ini mengutip seorang komedian yang agak tidak jelas, Colin Quinn. Tapi ia adalah teman lama dari Seinfeld, Rock dan beberapa komedian terkenal lainnya, dan saya menduga bahwa Quinn berbicara didepan publik tentang perasaan pribadi dari kebanyakan komedian.
Trump tidaklah lucu dengan sendirinya (kecuali secara kiasan, ia sangat lucu), tapi ia mencotohkan nilai Amerika dimana kita merasakan ada sesuatu yang hilang, yaitu kebebasan. Warga Amerika sering mengatakan, “Yah ini adalah negara bebas.” Sekarang tidak lagi. Patung Liberty dulu berdiri sebagai simbol atas hak warganya untuk bebas berbicara dan beropini. Sekarang Patung Liberty telah diubah fungsinya sebagai ikon untuk bertutup mulut tentang imigrasi dan keanekaragaman.
Donald J. Trump adalah perwujudan hidup dari Amandemen Pertama.
Di sisi lain, ada banyak masalah kebijakan luar negeri dimana Presiden benar-benar dilarang untuk membicarakannya. Misalnya, sikap resmi dari pemerintah Amerika Serikat sejak Februari 1972 bahwa Cina dan Taiwan harus berada dalam satu pemerintahan; kita tidak akan memgatakan yang mana.
Memang, ini adalah hal yang konyol, tapi setidaknya sejauh ini bekerja dengan baik. Dan oleh karena itu Presiden tidak harus mengatakan bahwa hal ini adalah hal yang konyol meskipun semua orang mengetahuinya.
Seorang dengan energi yang lemah seperti Obama, yang lebih atau kurang dibesarkan sebagai diplomat Dinas Luar Negeri, mungkin tidak akan memberitahu pewawancara bahwa tentu saja Cina dan Taiwan adalah dua negara yang terpisah: semua orang tahu itu. Namun, Donald Trump mungkin akan mengatakannya.
Sebaliknya, kebijakan domestik (misalnya, kebijakan imigrasi) harus jauh lebih bebas daripada dibawah aturan yang berlaku saat ini. Diplomatic pendekatan Blank Screen milik Obama dimana tak seorangpun mengetahui lelucon tentang mengapa kita memilihnya telah menjadi bencana yang bergerak secara perlahan. Saya mengira bahwa jauh dalam lubuk hatinya Obama merasa buruk tentang bagaimana Administrasinya membuat orang-orang kulit hitam membunuh satu dengan lainnya, semua dalam nama #BlackLivesMatter. Namun “personil pemerintahan adalah aturannya” dan banyak yang ditunjuk oleh Obama, seperti Eric Holder, telah terlalu tertutup tentang apa yang mereka lakukan kepada negaranya.
Ketika berbicara mengenai kebijakan domestik, Kongres dan pengadilan memiliki suara yang besar, sehingga Presiden harus menggunakan mimbarnya adalah hal yang baik: perwujudan dari demokrasi.
Tetapi banyak dari kebijakan luar negeri, mungkin terlalu banyak, yang diserahkan kepada Presiden dengan dibawah kedok Keamanan Negara (National Security). Jadi Presiden tidak memiliki kebebasan yang cukup untuk mengutarakan pendapatnya atas apa yang menjadi perhatiannya, seperti katakanlah, pembagian Siprus ke bagian Yunani dan Turki. Trump, sang pembuat kesepakatan mungkin saja dapat berkata tentang beberapa inovasi Siprus yang aneh yang ia impikan yang dapat memberikan kestabilan situasi selama 4 dekade namun tidak lebih optimal. Namun Trump sebagai Presiden juga dapat menggoyahkannya dengan mengumumkan tentang bagaimana semua orang di pulau itu akan lebih baik jika saja mereka mau bekerja diluar kesepakatan dan AS menginginkan sebuah perubahan.
Apakah Obama mengacaukan dunia Arab (dengan konsekuensinya yang mengerikan saat ini) dengan pergi ke Kairo pada tahun 2009 dan membuat sebuah pidato yang berdwimakna? Mungkin.
Trump memiliki watu setengah tahun untuk belajar tentang pekerjaan ini. Ini merupakan tantangan, namun bukan tidak mungkin. Sebagian besar, ia harus mengerti untuk tidak mengecewakan kebijakan-kebijakan luar negri yang telah ditetapkan hanya untuk kesenangannya sendiri.
Ada dua sisi dari Trump:
- Sosok TV yang berpikir bahwa tidak ada publisitas yang buruk selama mereka mengeja “Trump” dengan benar.
- Ahli negosiasi yang memainkan kartunya dekat dengan rompinya.
Kabar baiknya adalah bahwa Trump mungkin tidak peduli banyak tentang kebijakan luar negeri, terutama daerah-daerah seperti Taiwan dan Siprus dimana para anjing-anjing yang tertidur dapat dibiarkan berbaring untuk beberapa tahun lagi. Selain sebagai Presiden, Trump tidak akan membutuhkan publisitas yang lebih dengan mengaduk kontroversi kebijakan luar negeri yang tidak diperlukan dimana ia telah memilih strategi yang dirancang dengan hati-hati untuk membuat suatu kesepakatan atas kepentingannya.
- Source : www.unz.com