Ahli Filsafat: Eliezer Tak Kuasa Tolak Perintah, Secara Etis Kurangi Kesalahan
Jakarta - Ahli etika filsafat moral Franz Magnis Suseno mengatakan Bharada Richard Eliezer sulit menolak perintah karena dalam teori relasi kuasa, terdakwa dan Ferdy Sambo memiliki jarak yang sangat jauh.
Guru Besar Filsafat Moral Emeritus Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara yang juga rohaniwan Katolik itu menjelaskan ada budaya 'laksanakan' yang tidak mungkin tidak ditaati oleh Eliezer, yang pangkatnya jauh lebih rendah di polisi.
"Itu tipe perintah yang amat sulit secara psikologis dilawan. Karena siapa dia? Mungkin dia orang kecil, jauh di bawah yang memberi perintah. Sudah biasa 'laksanakan'," ujar Romo Magnis saat menjadi saksi ahli meringankan bagi Eliezer di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12).
Pria asal Jerman itu juga menganalis bahwa Eliezer pada saat itu berada di dalam situasi menegangkan dan membingungkan.
"Dia saat itu harus menentukan laksanakan atau tidak, tidak ada waktu untuk melakukan pertimbangan matang, di mana kita umumnya kalau ada keputusan penting coba ambil waktu tidur dulu, dia harus langsung bereaksi," ujarnya.
"Menurut saya itu tentu dua faktor yang secara etis sangat meringankan," ia menambahkan.
Menurut Romo Magnis, terdakwa bingung karena berhadapan dengan dua norma, yang satu mengatakan menembak mati orang yang sudah tidak berdaya tidak bisa dibenarkan.
“Yang menjadi marah kan (tetap) dijalankan juga walaupun tak setuju, nah berarti ini konfrontatif,” ia menjelaskan.
Romo Magnis menilai perbuatan Eliezer tetap merupakan sebuah kesalahan meskipun dalam pandangan etika hal tersebut dapat menurunkan kadar kesalahan.
"Meskipun dia ragu-ragu, dia bingung, itu tidak berarti sama sekali tidak ada kesalahan. Tetapi itu jelas menurut etika sangat mengurangi kebersalahan," ujar ahli filsafat yang menekuni budaya Jawa itu.
- Source : www.publica-news.com