www.zejournal.mobi
Senin, 23 Desember 2024

Diobok-obok Narji, Demokrat Patah Hati, Petinggi Partai Pun Berhalusinasi!

Penulis : Ninanoor | Editor : Anty | Kamis, 23 Desember 2021 13:11

Sudah berkali-kali saya membahas tentang Partai Demokrat. Bahasan itu biasanya di sekitar 2 hal berikut. Pertama, tentang sejarah mangkrak di era SBY dan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para kader Demokrat. Kedua, tentang elektabilitas partai yang gagal didongkrak oleh cerewetnya para politisi Demokrat mengkritisi pemerintahan Presiden Jokowi. Dari kader, pengurus partai hingga Ketua Umum partai, semua bakal terdengar lucu dan ngaco ketika mereka belagak melontarkan kritik ke arah pemerintah. Karena ujung-ujungnya akan sukses dihantam balik oleh para netizen. Biasanya proyek mangkrak Hambalang akan disebut lagi. Lagi dan lagi, tidak akan pernah berhasil dihilangkan oleh Demokrat. Soal korupsi dan mangkrak jadi seperti atribut partai. Kasihan juga ya, hehehe…

Kita tidak pernah memungkiri bahwa Partai Demokrat memang populer. Sering jadi berita di media. Namun apakah kemudian popularitas itu berarti sama dengan kesukaan rakyat pada partai Demokrat? Enggak dong. Kalau isi beritanya tentang proyek mangkrak dan keprihatinan, rakyat mana suka? Apalagi tentang tindak pidana korupsi. Apalagi, kader yang pernah jadi narapidana tindakan korupsi, kemudian diangkat lagi jadi petinggi Partai Demokrat. Rakyat suka gitu? Hanya orang halu kali yang suka.

Namun bagi Demokrat, popularitas lewat pemberitaan, walaupun beritanya negatif, jadi cara mudah untuk tetap eksis dalam percaturan politik tanah air. Lah mau eksis gimana lagi? Kinerjanya apa? Dari usulan lockdown selama pandemi, yang ternyata terbukti gagal di negara lain. Lalu ikut nebeng BEM UI mengkritik Presiden Jokowi, yang terbukti memang ngawur adanya. Bahkan belakangan BEM UI kena kritik pedas mahasiswa lain yang tergabung dalam BEM se-Jabodetabek. Kemudian menuduh Presiden Jokowi terlibat dalam kudeta partai. Padahal ternyata hanya soal kongres luar biasa, yang memang biasanya terjadi di partai manapun. Hingga sampai mempolitisasi bencana meletusnya Gunung Semeru, demi masuk berita. Eeeh, sudah nyaring, salah pulak.

Tentu Demokrat terus mencari cara untuk masuk berita. Salah satunya dengan belagak menggebrak memakai figur publik. Ini yang dilakukan oleh Andi Arief, salah satu petinggi partai Demokrat. Hari Senin lalu (15/12), lewat akun media sosialnya, Andi Arief mengucapkan selamat datang pada pelawak Narji. Pelawak, atau komedian, sama saja kan ya. Bahkan Andi Arief menyematkan kata “jenius” buat Narji. “Selamat Datang Komedian Jenius Narji, mudah-mudahan bisa berbuat banyak pada rakyat nantinya,” demikian cuitan Andi Arief Sumber.

Perkataan Andi Arief menyimbolkan 2 hal. Pertama, menyatakan bahwa Narji sudah bergabung dengan Partai Demokrat. Kedua, hanya orang pintar atau “jenius” yang bergabung di Partai Demokrat. Jadi kalian yang enggak pinter apalagi jenius, nggak bakal bisa diterima bergabung dengan partai Demokrat. Sombong banget ya, hehehe…

Besoknya, pada tanggal 16 Desember, keluar hasil survei elektabilitas dari lembaga survei Voxpopuli. Yang menyatakan bahwa elektabilitas Partai Demokrat melorot masuk ke papan tengah di angka 5 persen. Sebelumnya pada bulan Agustus 2021, hasil survei Voxpopuli menyatakan bahwa elektabilitas Partai Demokrat termasuk di papan atas, dengan angka 11,2 persen Sumber. Menurut Voxpopuli, melorotnya elektabilitas Demokrat disebabkan oleh meredanya konflik internal di tubuh Demokrat Sumber. Dengan kata lain, karena sudah nggak rame beritanya. Demokrat pun kembali terlempar ke papan tengah. Di jajaran partai dengan elektabilitas sekitar 5 persen, seperti PKS, PSI dan Nasdem Sumber/Grafik.

Kita pun kemudian paham, bahwa kehadiran seorang figur publik seperti Narji, sangat diharapkan oleh Partai Demokrat. Narji dianggap dapat membantu mendongkrak elektabilitas yang melorot itu. Begitu besar harapan Demokrat yang dibebankan kepada Narji. Sampai menyebutnya komedian jenius. Yang tidak jelas dasarnya, karena saya kira masih banyak komedian lain yang lebih lucu ketimbang Narji. Sampai-sampai dalam berita yang ditayangkan oleh cnnindonesia.com, disebut bahwa Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Demokrat menunggu kepulangan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Ameriksa Serikat sebelum secara resmi mengumumkan komedian Sunarji alias Narji menjadi kader Sumber. Publik pasti sudah menganggap bahwa Narji memang sudah pasti 1000 persen bergabung dengan Partai Demokrat.

Namun, hanya dalam hitungan hari, terbukti informasi tidak benar. Pada hari Minggu tanggal 19 Desember, ternyata Narji malah resmi bergabung dengan PKS. Narji menerima Kartu Tanda Anggota (KTA) langsung dari Presiden PKS, Ahmad Syaikhu di kantor DPD PKS Tangerang Selatan Sumber.

Besoknya, Senin (20/12), Narji menyampaikan langsung statusnya sebagai kader PKS lewat akun media sosialnya. Lengkap dengan atribut PKS. Sebuah media bahkan membuat judul berita yang sangat menohok Partai Demokrat, yakni “Resmi Gabung PKS, Komedian Jenius Narji Enggak Pilih Demokrat” Sumber. Duhhh, sakitnya tuh di sini, di hati yang terdalam, gaes…

Kebayang kan remuknya perasaan Partai Demokrat. Ya salah sendiri, baru juga pedekate, sudah dibilang jadian. Belum ada kepastian, sudah diumumkan. Malu sendiri kan? Narji yang dibilang jenius malah tidak mau memilih Demokrat. Tidak bisa lagi Demokrat menyombongkan diri macam di iklan obat masuk angin. Orang pinter, masuk Demokrat. Itu Narji kok enggak jadi? Hehehe…

Di lain pihak, elektabilitas AHY sebagai capres juga melorot. Dalam hasil survei Voxpopuli pada bulan Agustus lalu, AHY memperoleh angka 5,6% Sumber

Sedangkan dalam hasil survei terbaru, angka yang diperoleh AHY melorot ke angka 4 persen Sumber

Hal ini tentunya makin bikin panik Partai Demokrat. Sudah gagal jadian sama Narji, eeh sang Ketum pun angkanya melorot. Patah hati campur panik, akhirnya berhalusinasi. Seorang petinggi partai Demokrat, Susilawati (dengan gelar akademik seabrek) hari Minggu kemarin (19/12) mengunggah infografik link akun twitter Sumber. Di dalam infografik itu, terlihat posisi partai Demokrat lebih baik dari partai-partai lain, termasuk PDIP dan Gerindra. Judul yang tertera adalah “Popularitas 5 Partai Besar versi Google Trend” Sumber link twitter

Sekilas, publik akan mengira bahwa data yang diunggah oleh Susilawati ini merupakan data terbaru. Namun, terbongkar oleh para netizen, bahwa data itu merupakan data lama, hasil kerja sebuah media online pada bulan Februari 2019. Media ini yang menyebut soal popularitas partai berdasarkan data di Google trends. Sumber. Popularitas di google trends berdasarkan banyaknya pencarian dilakukan di Google. Tidak sama dengan elektabilitas. Bisa saja orang banyak mencari info karena sedang ada berita yang terkait dengan Partai Demokrat. Bukan berarti kemudian orang yang mencari itu pasti akan memilih Demokrat. Dan memang terbukti dalam hasil Pemilu 2019 beberapa bulan sesudah berita itu tayang. Perolehan Demokrat menukik ke angka 7,77 persen Sumber.

Kan malah jadi bahan tertawaan publik ya. Mengunggah grafik yang isinya seakan Demokrat sangat populer. Begitu terbongkar sumbernya, ternyata sebelum Pemilu 2019. Dan semua orang tahu betapa terpuruknya hasil pemilu Partai Demokrat. Mau untung jadi buntung! Atau petinggi Demokrat ini memang sedang mencoba melawak seperti Narji? Saking patah hatinya ditinggal Narji? Jadi berhalusinasi? Kita bisa mengakui kalau Narji memang jenius! Berhasil mengobok-obok Demokrat, sampai petingginya pun jadi halu. Hehehe…


Berita Lainnya :


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar