Segini Biaya Gelar MotoGP di Mandalika, Anies Pasti Tiarap Ditanya Fee Formula E
Sudah siap hadapi euforia MotoGP? Tes pramusim akan dimulai Februari dan balapan MotoGP akan berlangsung bulan Maret nanti. Dipastikan euforianya akan mencapai titik tertinggi, karena faktor first time after many years. Ini adalah kali pertama Indonesia jadi tuan rumah MotoGP setelah tahun 1997 lalu. Sesuatu yang pertama kali memang selalu menarik dan istimewa.
Dipastikan acara akan sangat meriah. Penonton membludak. Sayang aja masih pandemi. Kalau tidak, Lombok bakal kebanjiran turis domestik dan asing. Perputaran ekonomi bakal deras dan kencang.
Kali ini kita bahas sedikit soal commitment fee. Sebagai info, pada saat event WSBK pada 19-21 November lalu, pemerintah membayar fee kepada Dorna Sport sebesar Rp 49 miliar.
Commitment fee, dari namanya saja sudah ketahuan. Ada unsur komitmen. Uang tersebut adalah tanda jadi, sekaligus bentuk komitmen dan keseriusan. Ini wajar. Dengan commitment fee tersebut, tuan rumah akan melakukan yang terbaik karena sudah keluar modal sejak awal, meski tidak selalu sepert itu. Misalnya Formula E. Nanti kita bahas balapan tak jelas ini.
Nah, bagaimana dengan commitment fee untuk menggelar motoGP? Indonesia diketahui harus membayar biaya sekitar 9 juta euro untuk bisa menjadi tuan rumah, dibayarkan kepada Dorna Sport yang merupakan perusahaan induk MotoGP yang memberikan hak kepada promotor untuk menggelar MotoGP dan WSBK.
Hal itu disampaikan Indonesia Tourism Development and Corporation (ITDC) yang membawahi Mandalika Grand Prix Association (MGPA) selaku promotor MotoGP di Indonesia.
Angka ini kemudian dipertegas oleh Gubernur NTB Zulkieflimansyah yang menyebutkan harga sekitar Rp 143 Miliar.
“Presiden bilang jangan lihat hitung-hitungan atau kalkulasi dari segi finansial, tapi dampak untuk branding negara itu penting. Dengan Mandalika, global reach bisa lebih dari 200 juta euro,” kata dia.
Ini saya setuju sekali. Branding itu penting sekali, bahkan harus jadi prioritas. Branding kadang butuh biaya besar, dan return kadang tak sebanding. Tapi kalau bicara branding untuk pariwisata Lombok, maka ini sangat murah. Sekali branding berhasil, seterusnya sudah gampang.
Bali contohnya. Bali tak perlu lagi dipromosikan karena seluruh dunia kenal Bali, dan orang-orang secara otomatis mempromosikan di media sosial. Brand Bali sudah sangat kuat.
Lombok sedang menuju ke sana, meski harus sabar sekitar 5 tahun lagi, menurut perhitungan saya.
Benar kata Pak Jokowi, kalau dikit-dikit kalkulasi untung rugi, ya gak bakal jalan konsep branding awaresness-nya.
Saya lebih setuju kalau promosi pariwisata Indonesia lebih menitikberatkan pada ikatan emosional, misalnya melalui film, klip musik video, acara internasional dan event olahraga besar seperti MotoGP ini.
Contoh mudah buat pembaca. Kenal Pulau Khao Phing Kan di Thailand? Saya yakin hampir semua bakal menjawab tidak tahu. Pulau ini kemudian diganti namanya jadi James Bond Island saat tahun 1974 pulau ini muncul di film James Bond. Seketika, kalian jadi teringat. Pulau ini jadi tempat wisata andalan, menawarkan value sebagai tempat syuting film James Bond.
Seketika pulau ini jadi terlihat seksi dan menarik karena ada ikatan emosional melalui film. Kalau pulau ini tidak pernah jadi tempat syuting, dan tetap pakai nama asal, mau dipromosikan seperti apa pun juga tidak akan mencapai efek seperti sekarang.
Makanya cara di atas jauh lebih efektif mendongkrak brand sebuah destinasi ketimbang promosi konvensional di billboard, bus wisata atau di mana pun.
MotoGP benar-benar dimanfaatkan betul oleh masyarakat dan Pemprov NTB.
Jelang MotoGP, Pemprov NTB sudah melakukan rapat terbatas bersama presiden dan beberapa menteri terkait.
Nah, bandingkan dengan commitment fee Formula E.
Tadi disebutkan, commitment fee MotoGP sekitar Rp 143 miliar. Untuk lima musim, maka menjadi Rp 715 miliar.
Commitment fee Formula E sempat bikin syok yaitu Rp 2,3 triliun untuk 5 tahun atau Rp 460 miliar per tahun. Jauh lebih mahal 3 kali lipat dari MotoGP.
Akan tetapi, karena polemik dan terus dihujat karena anggaran yang terlampau mahal, biayanya turun jadi Rp 560 miliar untuk 3 tahun atau Rp 186,6 miliar per tahun.
Tetap saja jauh lebih mahal dari MotoGP.
Bayangkan, MotoGP sangat populer, banyak fans di Indonesia, wujudnya jelas, trek permanen, biaya penyelenggaraan murah pula. Efeknya domino untuk pariwisata Lombok.
Formula E, mahal minta ampun, tidak populer, trek masih tak jelas, anggaran simpang siur, diusut KPK.
Ini hebatnya Anies.
Bagaimana menurut Anda?
Referensi:
- Source : seword.com