Tak Ada Hubungannya Jaringan Taliban dengan Teroris Indonesia
Kebangkitan Taliban tidak memiliki pengaruh langsung terhadap potensi meningkatnya gerakan dari kelompok teroris di Indonesia, seperti JAD atau JI.?
Lembaga yang mengurusi terorisme di Indonesia seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, sudah mulai bergerak untuk mengawasi gerak-gerik jaringan teroris di Indonesia yang ditengarai akan terpantik oleh aksi Taliban yang menguasai Afghanistan baru-baru ini.
Namun, menurut Imron Byhaqi alias Abu Tholut, WNI yang pernah menjadi petempur di Afganistan pada periode sekitar 1985-1992, kemenangan Taliban di Afganistan tidak akan memicu aksi terorisme di Indonesia. Sebab, menurutnya tidak ada bukti-bukti kuat yang mendukung dugaan itu.
“Kita tidak perlu terlalu khawatir dengan kemenangan Taliban dan kaitan itu dengan aksi terorisme di Indonesia, karena tidak ada bukti empiris kemenangan gerakan di luar negeri memicu aksi terorisme di Indonesia dalam hal ini yang terkait Islam,” kata Imron Byhaqi alias Abu Tholut pada JPNN.
Lebih lanjut, Abu Tholut memberi contoh beberapa kemenangan gerakan Islam di luar negeri, misalnya kemenangan Revolusi Iran pimpinan Ayatollah Khomeini, yang tidak langsung disambut gerakan teror di Indonesia.
Berdasarkan pengalamannya, Abu Tholut mengatakan bahwa aksi teror baru akan terjadi jika ada konflik, kezaliman, penjajahan, dan berita-berita duka yang membentuk narasi perjuangan, tulis JPNN.
“Biasanya gerakan kemenangan tidak memicu aksi apa-apa, karena aksi teror misalnya dipicu oleh berita-berita kekalahan, kezaliman, dan berita duka yang menimbulkan empati dan mereka yang punya sumbu pendek dan pikiran berlebihan kemudian berbuat aksi yang negatif,” jelas Abu Tholut pada media yang sama.
Selain melihat dari pemicu yang tidak ditemukan pada kemenangan Taliban, pada tahun lalu lewat Perjanjian Doha, Taliban juga telah berkomitmen tidak akan membiarkan ada gerakan milisi asing, termasuk Al Qaeda beroperasi di Afganistan.
Kelompok militan ini juga menegaskan tidak akan membiarkan ada aktivitas yang membahayakan negara lain berlangsung di Afganistan.
Sebagai informasi, perjanjian Doha adalah kesepakatan damai yang diteken oleh Taliban dan Pemerintah Amerika Serikat pada 29 Februari 2020 di Doha, Qatar. Berdasarkan perjanjian itu pula, Paman Sam sepakat akan menarik pulang pasukannya, menutup markas militer, dan mencabut sanksi ekonomi dan berlangsung pada 2021 ini.
Senada dengan Abu Tholut, Pengamat Keamanan Internasional Ali Abdullah Wibisono mengatakan, aksi terorisme biasanya memang dipicu oleh konflik.
"Aksi terorisme terjadi karena ada konflik dan perpecahan," ujar Ali .
Ia mencontohkan serangan teror bom yang terkait dengan Islam terjadi di Indonesia sekitar tahun 2002, sementara kelompok Mujahidin saat itu menang melawan faksi komunisme di Afganistan pada 1994, tulis JPNN.
“Artinya, ada rentang enam sampai tujuh tahun yang memisahkan dua peristiwa tersebut,” kata Ali lagi.
Terkait ketakutan pemerintah terhadap “Alumni”, Ali mengatakan bahwa WNI eks petempur dì Afganistan pada periode 1980-an sampai 1990-an saat kembali ke Indonesia justru menghabiskan waktunya untuk berdakwah, membina organisasi, dan berbisnis.
Di tempat terpisah, Pengamat terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP) Taufik Andrie menilai kebangkitan jaringan Taliban tidak memiliki pengaruh langsung terhadap potensi meningkatnya gerakan dari kelompok teroris di Indonesia, seperti ISIS dan afiliasi lainnya.
Menurut Taufik, hal itu disebabkan adanya kompetisi kekuasaan dan ideologi yang berseberangan antara ISIS dengan Taliban. Contohnya seperti gerakan ISIS di Asia Selatan tidak diterima oleh Taliban.
“Mereka secara kutub ideologis berseberangan. Kelompok ISIS itu karena naluri kekuasaan dan ekspansi mereka dalam wilayah itu sama besarnya dengan Taliban, jadi mereka malah kompetisi,” ujar Taufik dinukil Suara
Berdasarkan hal itu, menurut Taufik hingga saat ini belum terlihat ada potensi ancaman teror di Indonesia akibat kebangkitan Taliban, terutama berasal dari Jemaah Islamiyah (JI).
Selain itu, aparat keamanan disebut telah melakukan penangkapan secara besar-besaran anggota JI yang melemahkan dan mereduksi ancaman mereka.
“Semua pemimpinnya ditangkap sepanjang tiga tahun terakhir, saat ini JI cukup lemah, jadi potensi atau kesempatan untuk melakukan serangan saya kira cukup kecil,” imbuh Taufik pada media yang sama.
Jusuf Kalla turut menilai kemenangan Taliban tidak memengaruhi sel-sel teroris yang ada di Indonesia.
"Mereka (Taliban) lebih pada gerakan penguasaan internal dalam negeri. Saya enggak yakin ini akan mempengaruhi sel terorisme Indonesia karena Taliban tidak mengejar (pengaruh) keluar, hanya di dalam negeri," jelas JK, dikutip dari Law Justice.?
Menurut mantan Wakil Presiden itu, kelompok teror ISIS atau Al-Qaeda masih jauh lebih berpengaruh terhadap kelompok teroris di Indonesia dibandingkan dengan Taliban. Sebab ISIS dan Al-Qaeda memiliki gerakan internasional dengan agenda untuk menyatukan negara-negara di dunia.
“Perjuangan Taliban itu berbeda dengan ISIS dan Al-Qaeda. Mereka ingin menjadi khalifah di dunia, sementara Taliban perjuangan dalam negeri untuk (menduduki) pemerintahan Afganistan," sambungnya.
- Source : www.matamatapolitik.com