www.zejournal.mobi
Selasa, 19 November 2024

Tiap Hari Indonesia Catat Rekor Kasus COVID-19, Ini Belum Puncaknya

Penulis : Aziza Larasati | Editor : Anty | Kamis, 15 Juli 2021 15:39

Indonesia saat ini mengalami lonjakan besar dalam kasus dan kematian COVID-19, seperti yang telah diprediksi oleh para ahli. Namun puncaknya belum terlihat.

Negara ini mencatat peningkatan satu hari terbesar dalam kasus baru pada 14 Juli, dengan lebih dari 54.000 infeksi.

Ini kemungkinan akan menjadi jumlah yang sangat kecil, karena terlalu sedikit orang yang diuji, tulis Dicky Budiman di Asia Pacific Report.

Tingkat positif saat ini berada di 26 persen, menurut Our World In Data, yang menunjukkan Indonesia hampir pasti melewatkan lebih banyak kasus.

Penelitian lokal menemukan, 44 persen warga Jakarta memiliki antibodi terhadap virus tersebut. Hanya 8 persen yang benar-benar merupakan kasus terkonfirmasi.

Salah satu alasan rendahnya tingkat pengujian adalah kurangnya akses tes COVID-19. Tes gratis hanya tersedia di fasilitas perawatan kesehatan untuk orang dengan gejala, atau yang telah melakukan kontak dengan kasus yang dikonfirmasi.

Harga yang dikenakan laboratorium swasta untuk tes COVID-19 bisa jadi mahal.

APA YANG SALAH?

Pemerintah pusat telah menolak lockdown total, meskipun sistem rumah sakit mencapai titik krisis, dan malah memprioritaskan menjaga ekonomi tetap terbuka.

Selama 16 bulan terakhir, otoritas kesehatan telah berjuang untuk menerapkan sistem pelacakan kontak, di mana orang yang mungkin telah melakukan kontak dengan virus diminta untuk mengisolasi mandiri untuk menghentikan mereka menyebarkan virus.

Pemerintah telah meremehkan pandemi sejak awal, baik meremehkan risiko dalam perencanaan pandemi, maupun meremehkan bahaya dalam komunikasi publiknya, catat Dicky Budiman.

Ada sedikit transparansi dan ada komunikasi publik yang buruk tentang penyakit ini.

Kekurangan tersebut telah menempatkan Indonesia pada posisi yang sangat rentan. Pulau Jawa dan Bali khususnya mengalami jumlah kasus baru dan kematian yang memecahkan rekor.

Varian delta yang menyebar lebih cepat memainkan peran penting. Analisis genom menunjukkan, delta telah menggantikan varian SARS-CoV-2 lainnya yang pertama kali beredar di Indonesia.

 

Warga beraktivitas di zona merah COVID-19 RT 006 RW 01, Gandaria Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (21/6/2021). (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj)

APA YANG SUDAH DILAKUKAN PEMERINTAH SELAMA INI?

Pada 1 Juli, pemerintah mengumumkan PPKM untuk Jawa dan Bali. Di bawah pembatasan tersebut, semua karyawan di industri non-esensial harus bekerja dari rumah, sementara 50 persen karyawan di industri esensial, termasuk keuangan, dapat bekerja di kantor.

Sektor-sektor kritis, seperti fasilitas kesehatan dan industri makanan, dapat beroperasi dengan kapasitas penuh di lokasi.

Pusat perbelanjaan harus tutup, dan toko kelontong serta supermarket dapat beroperasi hingga jam 8 malam setiap hari dengan kapasitas 50 persen. Gerai makanan hanya bisa dibawa pulang atau pesan antar.

Angkutan umum dapat beroperasi pada kapasitas 70 persen. Penumpang bus dan kereta api jarak jauh dan udara harus menunjukkan kartu vaksin yang menunjukkan setidaknya satu dosis vaksin COVID-19.

Masker wajah wajib di tempat umum.

Pihak berwenang telah menginstruksikan pasukan keamanan untuk menegakkan protokol kesehatan.

Pada 7 Juli, pembatasan ini diperluas ke semua bagian lain negara ini.

Sebagian besar strategi saat ini berfokus pada vaksinasi COVID-19. Pada akhir Juni, Indonesia memberikan satu juta dosis vaksin sehari, dan telah mempertahankan tingkat yang sama sejak saat itu.

Tetapi Indonesia saat ini tidak memiliki sistem pengujian, pelacakan kontak, dan isolasi yang kuat, yang seharusnya menjadi strategi utama dalam menangani pandemi; tujuan pembatasan seharusnya untuk melengkapi dan memperkuat strategi ini, Dicky Budiman menekankan.

KAPAN AKAN MENCAPAI PUNCAKNYA?

Berdasarkan perhitungan Dicky Budiman, jika PPKM dan wajib masker dipatuhi, ia memperkirakan kasus COVID-19 di Indonesia bisa memuncak pada akhir Juli atau awal Agustus, dengan jumlah kasus baru meningkat menjadi 200.000 sehari.

Tetapi jika pembatasan tidak efektif, kita bisa melihat hingga 400.000 kasus harian baru di puncaknya.

Dicky Budiman mendasarkan proyeksi ini pada beberapa faktor. Ia mulai dengan asumsi bahwa kasus yang dilaporkan adalah jumlah yang sangat kecil. Kemudian ia menggunakan perkiraan tingkat penyebaran COVID-19 dengan asumsi tertentu, termasuk apakah pembatasan dipatuhi atau tidak.

Ia juga menggunakan jumlah kematian yang dilaporkan, dan menghitung mundur untuk memperkirakan berapa banyak kasus yang mungkin menyebabkan kematian sebanyak itu.

Sebagai contoh, dalam beberapa hari terakhir Indonesia mencatat sekitar 1.000 kematian per hari. Kematian lebih sedikit dari kasus, jadi mari kita lihat kasus harian baru dari tiga minggu lalu, jumlahnya sekitar 15.000 sehari.

Tetapi jika kita mengasumsikan tingkat kematian kasus sekitar 2 persen, itu berarti 1.000 kematian dapat diterjemahkan menjadi 50.000 kasus.

Karena kematian yang dilaporkan kemungkinan juga kurang, angka itu bisa lebih dari 100.000 kasus. Jadi jumlah kasus sebenarnya bisa tiga sampai enam kali lebih tinggi dari kasus yang dilaporkan.

Dan itu tiga minggu yang lalu.

Dicky Budiman juga memperkirakan, jumlah kematian setiap hari akan mencapai puncaknya pada akhir Juli atau awal Agustus, dengan 1.000 hingga 2.300 kematian per hari. Jumlah orang di rumah sakit dan ICU masing-masing bisa mencapai 93.000 hingga 20.000 per hari.

TANTANGAN APA YANG HARUS DIATASI?

Pemerintah Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dalam mengendalikan krisis COVID-19.

Beberapa wilayah di Indonesia yang padat penduduknya, antara lain episentrum COVID-19 di Jawa, Bali, dan Madura, memudahkan penyebaran virus tersebut. Oleh karena itu, keberhasilan pengendalian pandemi di Indonesia akan tergantung pada bagaimana pemerintah menangani situasi di pulau-pulau tersebut.

Rumah sakit semakin kewalahan, di mana beberapa kehabisan oksigen.

Tantangan lain termasuk disparitas regional dalam tingkat vaksinasi COVID-19, penyebaran informasi palsu COVID-19, keraguan vaksin, kurangnya akses universal terhadap air bersih, cakupan imunisasi yang rendah di antara anak-anak, dan status sosial ekonomi sebagian besar penduduk yang buruk.

Ini mempersulit pemerintah untuk menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat yang lebih ketat untuk membendung virus, seperti yang telah kita lihat di negara-negara yang lebih diuntungkan secara sosial ekonomi.

PERAN AUSTRALIA

Sebagai negara dengan PDB tinggi yang berhasil menekan COVID-19, Australia memiliki kewajiban untuk membantu melindungi Indonesia dan kawasan dengan memberikan bantuan internasional.

Pekan lalu, Australia mengumumkan paket dukungan, dengan 2,5 juta vaksin AstraZeneca, bersama dengan pasokan oksigen, alat tes cepat, dan ventilator.

Kerja sama bilateral dan regional sangat penting selama krisis COVID-19; tidak ada negara yang bisa aman sampai semua negara aman, pungkas Dicky Budiman.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar