Cara Aman Tilep Dana Covid: Ambil, Simpan, Dipersoalkan, Dikembalikan
Tulisan berikut ini merupakan tanggapan penulis atas maraknya pemberitaan dan opini masyarakat terkait penggunaan dana Covid. Tulisan ini dikemas dalam bentuk satir, TAPI apabila ada kemiripan nama orang, organisasi, tempat kejadian, kronologi, model tilep, besaran dan lain – lain, itu hanya kebetulan saja. Siapapun tidak berhak untuk tersinggung selama penulis tidak mencantumkan berbagai atribut yang menunjuk langsung kepada diri pribadi atau organisasi secara detail.
Penulis mulai dengan kata TILEP. Tilep itu bahasa gaul kekinian, yang memiliki arti nyolong alias mencuri. Penulis menggunakan kata Tilep untuk mewakili kalimat “penyelewengan, penyalahgunaan, dan penggelapan”, karena penulis tidak yakin apakah contoh kasus yang penulis kuliti di bawah ini termasuk dalam ketiga istilah tersebut atau tidak. Kata Tilep mungkin pas untuk digunakan untuk mewakili meskipun kedengarannya kasar, tapi memang itulah yang dipahami oleh orang awam.
Baik. Tilep, atau istilah umumnya penggelapan terutama yang berkaitan dengan uang merupakan suatu tindakan tidak jujur, yaitu menyembunyikan barang/harta yang bukan milik kita, misalnya milik perorangan, organisasi atau pemerintah, yang dilakukan oleh satu orang atau lebih tanpa sepengetahuan pemilik, dengan tujuan untuk mengalih-milik (mencuri), menguasai, atau digunakan untuk tujuan lain yang tidak sah.
Di masa pandemi Covid 19, pemerintah pusat menggelontorkan dana yang cukup besar untuk kepentingan penanganan dan pencegahan penyebaran Covid 19. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar dana Covid digunakan tidak sesuai dengan peruntukkannya dan tidak tepat sasaran. Ada banyak kasus tilep, sebut saja penyalahgunaan dana Covid. Salah satunya korupsi Bansos oleh Menteri Juliari Batubara (lihat di https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55204360). Sebagian sudah terungkap, namun masih banyak praktik tilep yang belum terendus. Belum terendus karena pelakunya punya kuasa, punya koneksi, dan bermain cantik.
Salah satu metode tilep yang tergolong halus dan cantik, yang lazim digunakan yaitu dengan memanfaatkan posisi atau jabatan yang dimiliki. Contoh: penulis merupakan anggota “Radio Pemerintah Daerah” atau disingkat RPD (mirip legislatif tapi bukan legislatif, namun bekerja seperti legislatif, bedanya yaitu lebih banyak menyuarakan dan mengiakan keinginan pemerintah setempat). Dimasa pandemi, penulis masuk sebagai anggota tim penanganan dan pencegahan Covid 19 bersama rekan “RPD” lainnya.
Namun dalam praktiknya, penulis tidak pernah melibatkan diri dalam aksi nyata penanganan Covid 19. Mengapa? Bagaimana bisa bekerja?, penulis bukan orang medis yang paham tentang Covid, bukan polisi/TNI yang paham tentang bagaimana menjaga situasi keamanan agar tetap kondusif di masa pandemi, bukan bagian dari BNPB yang setiap harinya bolak balik mengurus hal darurat dan berbagai keperluan fisik terkait penanganan Covid di lapangan, dan bukan juga relawan atau masyarakat kebanyakan yang setiap hari rutin beraktivitas dan kontak langsung terkait penanganan pasien dan pencegahan penyebaran Covid 19.
Singkatnya, tugas atau tanggung jawab sebagai tim penanganan Covid itu sebenarnya tidak pas alias tidak layak untuk diserahkan kepada penulis, meskipun KEWENANGAN ITU ADA dan tercatat di dalam UU, Juknis, dan semacamnya. Bisa jadi aturan terkait kewenangan, honor, dan lain – lain itu penulis buat dan tetapkan sendiri, dengan tujuan… (silahkan pembaca jawab sendiri).
Dengan status penulis yang merupakan “anggota tim penanganan covid”, apalagi diperkuat dengan semacam SK dan dokumen pendukung lainnya, penulis dan rekan RPD memiliki hak atas HONOR sebagai anggota tim penanganan, meskipun penulis tidak turun (mungkin hanya satu atau dua kali saja), atau tidak pernah terlibat secara langsung dalam kegiatan penanganan covid (hanya duduk di belakang meja, mengurus dokumen dan tanda tangan surat – surat). Dilihat dari besaran honor yang diterima (berkisar antara 10 sampai dengan 25 juta per orang), itu sangat berbeda jauh dengan kinerja penulis sebagai anggota tim yang “TIDAK PERNAH KERJA APA – APA”, atau hanya duduk di belakang meja dan tanda tangan kertas yang masyarakat tidak tahu atau mungkin tidak peduli isinya tentang apa. Contoh di atas merupakan salah satu bentuk tilep dana Covid yang TIDAK BISA kita sebut TILEP atau penyalahgunaan, dan menurut penulis MUSTAHIL pelaku model ini dapat dijerat dengan hukum.
Masih ada beberapa metode tilep lainnya, namun dalam tulisan ini penulis lebih fokus pada metode sebagaimana judul tulisan di atas, dan kasusnya adalah tilep dana covid 19. Metode ini menurut penulis juga termasuk aman. Sama seperti metode pertama. Aman bukan berarti tidak akan terendus. Tidak yah. Sepintar dan selicik apapun pelaku yang mempraktikan tilep, jika lengah pasti akan terungkap juga. Sekalipun dia pintar membungkusnya, kebenaran tetap menemukan jalan keluarnya. Aman yang dimaksudkan oleh penulis di sini yaitu aman karena “tilep uang sambil berjaga – jaga jika praktek tilep itu dipersoalkan publik”.
Sadar atau tidak, model tilep dengan cara “ambil, simpan, dipersoalkan, dikembalikan” seringkali terjadi di sekitar kita. Ada kemungkinan kita juga sering mempraktikan itu. Penulis misalnya: pernah mengambil sepatu milik teman waktu masih kuliah, gara – gara tidak punya uang untuk beli sepatu. Sepatu itu tidak langsung dipakai, tapi disimpan dulu (digelapkan) sampai berbulan – bulan. Jika pemilik sepatu tidak mencari atau lupa bahwa sepatunya pernah hilang, barulah penulis pakai itu sepatu ke kampus. Toh si pemilik sudah tidak kenal lagi dengan sepatunya.. hehehe
Pengalaman lainnya, penulis pernah mencuri ayam milik tetangga. Sebelum dijadikan opor ayam, penulis sembunyikan dulu itu ayam sampai satu atau dua minggu. Lewat dari waktu itu, barulah penulis permak ayam itu menjadi opor ayam. Agar dosa penulis berkurang, penulis undang juga si pemilik ayam untuk makan, tanpa memberitahu kalau ayam itu sebenarnya kepunyaan dia..hahahaha
Kembali pada anggota RPD, meskipun penulis merasa kuat karena posisi penulis sebagai anggota tim penanganan Covid, sehingga wajar kalau penulis juga terima honor Covid, penulis punya sedikit keraguan. Alasannya, selain karena jumlahnya terlalu fantastis dan penulis tidak pernah turun bekerja langsung di lapangan (penulis punya hati nurani juga nih), penulis juga merasa khawatir kalau suatu ketika penulis terjerat kasus tilep dana Covid 19 (penulis juga punya rasa takut). Karena itu penulis berjaga – jaga dengan menerapkan metode “ambil, simpan, dipersoalkan, dikembalikan”.
Artinya begini: penulis ambil dan simpan dulu uangnya. Jangan di simpan di rekening. Simpan saja di bawah bantal atau di mana saja yang penting di dalam rumah. Jika pada suatu ketika timbul persoalan dan ada tim investigasi yang datang untuk ambil keterangan, cukup bilang saja “iya, saya ada terima uang itu, tapi tidak tahu itu uang apa, saya baru tahu kalau itu uang Covid. Uangnya masih ada kok, masih di dalam amplop. Lengkap dengan dokumen pendukungnya. Saya belum buka juga dokumennya. Saya berencana untuk mengembalikan dan mempertanyakan lagi status uang itu. Biar jelas.” Simpelkan? Hehehehe
- Source : seword.com