www.zejournal.mobi
Rabu, 20 November 2024

Biden Harus Dukung Abraham Accords demi Damaikan Timur Tengah

Penulis : Anastacia Patricia | Editor : Anty | Senin, 14 Desember 2020 11:00

Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden telah memuji perjanjian Abraham Accords yang disahkan Presiden AS Donald Trump selama kampanye Pilpres AS 2020, sebelum ditandatangani di Gedung Putih pada September silam oleh para pemimpin Bahrain, Israel, dan Uni Emirat Arab.

Bayangkan Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden berhadapan dengan dua pilihan mengenai kemungkinan penyelesaian masalah Timur Tengah. Apapun pilihannya akan menentukan masa depan pemerintahannya dan menimbulkan dampak historis terhadap kawasan yang paling bergejolak di dunia itu, menurut opini Frederick Kempe di CNBC.

Pilihan pertama ialah memulihkan perjanjian nuklir Iran JCPOA, sementara pilihan kedua ialah meneruskan upaya Presiden AS Donald Trump atas perdamaian Timur Tengah lewat Abraham Accords. Seperti kebanyakan pilihan biner, selalu ada bahaya dalam pilihan manapun yang ia pilih kelak.

Politik dan janji kampanye Partai Demokrat menunjukkan bahwa Biden akan bergerak cepat menuju kembali ke perjanjian nuklir Iran JCPOA, pencapaian andalan mantan Presiden Barack Obama yang pernah memilih Biden sebagai wakil presiden. Trump sendiri telah menarik Amerika dari perjanjian itu pada Mei 2018, seraya menyebutnya “kesepakatan terburuk yang pernah ada”.

Langkah yang lebih bijaksana adalah bergerak perlahan serta hati-hati menuju pilihan memulihkan Iran. Selanjutnya, Biden harus mengakui betapa banyak yang telah berubah di Timur Tengah dalam 4 tahun sejak Obama meninggalkan jabatannya.

Kesepakatan nuklir Iran JCPOA yang disahkan Obama, yang tidak pernah diberkati oleh pemungutan suara Kongres AS, tidak membahas perilaku buruk regional Iran atau rudal balistik serta pengembangan pengiriman senjata canggih, yang ditinggalkan para negosiator untuk dibahas kembali di kemudian hari.

Kemajuan Iran seperti itu ditunjukkan dalam serangan rudal jelajah dan drone Iran pada September 2019 terhadap ladang minyak Saudi. Selanjutnya, Iran juga meluncurkan serangan rudal balistik terhadap posisi militer AS di Irak pada 8 Januari 2020, sebagaiu tanggapan atas serangan pesawat nirawak yang telah menewaskan Komandan Pasukan Quds dari Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) Jenderal Qassem Solemani 5 hari sebelumnya.

Selain itu, Frederick Kempe berpendapat di CNBC, Iran saat ini tidak mungkin terburu-buru untuk kembali mematuhi perjanjian nuklir JCPOA menjelang pemilu pada Juni 2021, di mana kelompok garis keras bertekad untuk menyingkirkan kalangan moderat. Setelah mengumpulkan lebih banyak uranium yang diperkaya dan memasang sentrifugal yang lebih canggih daripada yang diizinkan JCPOA, para pemimpin Iran tidak akan mengabaikan keuntungan itu begitu saja.

Meskipun mungkin menginginkan pelonggaran sanksi ekonomi, kelompok garis keras Iran juga menginginkan manfaat lebih: kompensasi untuk semua kerugianekonomi selama 4 tahun terakhir karena sanksi AS yang diperbarui. Setiap tambahan waktu tidak mematuhi perjanjian nuklir JCPOA telah memberi Iran lebih banyak peluang untuk mengembangkan kemampuan nuklir mereka lebih lanjut, sebagai pengaruh untuk pembicaraan di masa depan atau membuat senjata nuklir.

Pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka negara itu Mohsen Fakhrizadeh pada 27 November, yang dituduhkan atas Israel dan AS, telah semakin mengobarkan ketegangan dan membutuhkan tanggapan segera. Sebagai indikasi suasana hati Iran yang mengeras, pemerintah Iran baru saja mengeksekusi jurnalis pembangkang Ruhollah Zam.

Dengan demikian, tidak ada cara mudah untuk mendapatkan penawaran yang bagus. Biden tidak mungkin memberikan bantuan dan kompensasi yang diminta Iran dengan cepat. Iran tidak mungkin kembali ke pembatasan perjanjian JCPOA, kecuali mendapatkan apa yang diinginkannya. Sampai saat itu tiba, Iran tidak akan mengatasi masalah di luar perjanjian yang ada yang telah menjadi lebih mendesak.

Lantas bagaimana dengan pilihan nomor dua Biden?

Itu adalah satu-satunya yang harus dilalui oleh Biden begitu dia mulai menjabat pada Januari 2021. Biden sendiri telah mengindikasikan bahwa ini bisa menjadi pencapaian kebijakan luar negeri Trump yang ingin dia lanjutkan.

Biden memuji kesepakatan Abraham Accords selama kampanye Pilpres AS 2020, sebelum akhirnya ditandatangani di Gedung Putih pada September 2020 oleh para pemimpin Bahrain, Israel, dan Uni Emirat Arab. Maroko minggu ini segera bergabung dengan perjanjian yang ditengahi AS dengan Israel, setelah Sudan melakukannya pada Oktober silam.

Seperti yang dilaporkan Axios minggu ini, Biden dapat memanfaatkan momentum perjanjian Arab Saudi-Israel, tetapi dia akan melakukannya secara berbeda dari Trump.

“Dia ingin menggunakan dinamika itu untuk mencerminkan beberapa momentum positif kembali ke kesepakatan Israel-Palestina,” ungkap Dan Shapiro, mantan Duta Besar AS untuk Israel di bawah Obama.

Hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah Arab Saudi. Pandangan umum mengatakan bahwa Biden konon akan menilai kembali hubungan dengan Saudi. Dikhawatirkan, ini justru akan menciptakan jarak yang lebih jauh dan mempersulit penyelesaian kegagalan penanganan pelanggaran hak asasi manusia Saudi.

Namun, Arab Saudi juga memiliki suara di sini.

Haruskah Raja Abdullah dan putra mahkota Mohammed Bin Salman bertindak untuk membebaskan para aktivis hak perempuan terkenal yang dipenjara? Haruskah mereka memperbaiki hubungan dengan Qatar untuk mengakhiri konfrontasi tiga tahun melalui moderasi Kuwait yang sedang berlangsung? Demikian pula, perlukah mereka lebih meliberalisasi hubungan dengan Israel?

Di sisi lain, pembunuhan terhadap jurnalis Jamal Khashoggi oleh pemerintah Saudi pada Oktober 2018 tetap menjadi penghalang berarti, tetapi Saudi berpotensi mengubah konteks itu secara dramatis.

Sama seperti UEA yang memanfaatkan kesepakatannya dengan Israel untuk menghentikan aneksasi Israel di Tepi Barat, kesepakatan Saudi untuk bergabung dengan kesepakatan Abraham Accords di bawah pemerintahan Biden dapat dikaitkan dengan solusi dua negara dengan Palestina.

Ada alasan yang lebih besar bagi Biden untuk memilih pilihan kedua, menurut opini Frederick Kempe di CNBC, yakni sebagai dasar untuk perubahan strategis dan kelembagaan di Timur Tengah.

Paragraf ketujuh Abraham Accords yang kurang begitu diperhatikan dari menyatakan, “Para Pihak siap untuk bergabung dengan Amerika Serikat untuk mengembangkan dan meluncurkan ‘Agenda Strategis untuk Timur Tengah’ dalam rangka memperluas diplomatik regional, perdagangan, stabilitas dan kerja sama lainnya.”

Tambahkan Mesir dan Yordania, negara-negara yang sudah memiliki kesepakatan damai dengan Israel. Dengan demikian, akan ada kesempatan pada koalisi modernis Timur Tengah yang berfokus pada peluang masa depan daripada penyelesaian masalah lama.

Dari dasar itu, AS dapat mendorong jenis lembaga ekonomi dan keamanan dan integrasi yang membuka potensi Eropa setelah Perang Dunia II. Bahkan saat ini, lembaga-lembaga tersebut belum mencapai “Eropa yang Seutuhnya dan Bebas”, seperti halnya impian mantan Presiden AS George H.W. Bush, dengan Rusia dan lainnya tetap berada di luar lingkup. Namun, tidak ada yang bisa membantah bahwa Eropa akan lebih baik tanpa solusi parsial.

Ada juga kebutuhan mendesak untuk memberikan masa depan strategis alternatif yang ditawarkan oleh Iran, Turki, Rusia, dan China. Lebih baik lagi jika perubahan strategis itu diiringi dengan perluasan kebebasan individu, peningkatan kesempatan bagi pemuda dan perempuan, dan berkurangnya ketegangan antaragama.

Semakin banyak perubahan tersebut membawa peluang pribadi dan ekonomi di kawasan, semakin banyak penduduk Iran yang ingin memanfaatkan perjanjian nuklir Iran JCPOA.

Kembali ke dilemma pilihan biner bagi Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden, Frederick Kempe di CNBC menyimpulkan, cara terbaik untuk meningkatkan peluangnya terhadap perjanjian nuklir Iran JCPOA yang bertahan lama mungkin melalui pintu belakang Abraham Accords.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar