Tuntutan JPU Penyiram Novel Tidak Adil, Lihat Kasus Ahok Dong!
Tulisan ini sama sekali bukan untuk membela Novel Baswedan. Saya termasuk orang yang tidak respek dengan sepupu Anies itu. Orangnya sebelas dua belas dengan Anies. Lebih terlihat kelicikannya dibanding integritasnya. Terlihat sekali orangnya punya banyak kepentingan.
Saya hanya menyoroti tuntutan JPU terhadap pelaku penyiram air keras ke wajah novel. Meskipun saya tidak suka dengan Novel, saya berharap hukum di Indonesia ditegakkan setegak-tegaknya. Keadilan dalam hukum adalah harga mati yang tak bisa ditawar. Hukum tidak boleh tebang pilih.
Jujur saya tidak sepakat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap dua terdakwa pelaku penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dengan pidana satu tahun penjara. Menurut saya tuntutan ini sangat ringan dan tidak sebanding dengan perbuatannya.
Katanya para terdakwa terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat. Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel telah mengkhianati institusi Polri. Alasan apapun dalam melakukan penyerangan yang menyebabkam luka berat, seyogyanya tidak dituntu seringan itu.
Saya tidak akan menelaah pasal yang menjerat pelaku penyiram air keras ke wajah Novel Baswedan. Saya hanya akan membandingkan dengan kasus lain sebagai dasar untuk memyebut bahwa tuntutan JPU terhadap pelaku penyiram air keras ke wajah Novel sangat ringan.
Mari kita lihat kasus Ahok. Hanya karena salah ucap dan tidak ada maksud untuk menistakan agama Islam. Hanya karena menyingung Al-Maidah ayat 51. Ahok pun telah meminta maaf secara terbuka. Namun Ahok dituntut oleh JPU dengan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
Harusnya, perbuatan pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan jangan hanya dituntut oleh JPU dengan pidana hukuman 1 tahun penjara. Harusnya dituntut lebih berat karena melukai wajah orang.
Saya tak mengerti kenapa JPU hanya menuntut hukuman 1 tahun penjara. Saya khawatir tuntuan JPU yang terlalu ringan ini ujung-ujungnya menjadi bahan oposisi dan kadrun untuk menyerang Jokowi. Saya kira saat ini sudah mulai bermunculan. Hanya karena pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel dituntut 1 tahun oleh JPU, Rezim Jokowi dinilai tidak adil dan ingin melindungi pelaku penyiraman. Terlebih sosok Novel dianggap kontra dengan Presiden Jokowi.
Oleh sebab itu, saya berharap tuntutan JPU lebih berat lagi. Namun karena sudah terjadi, saya berharap vonis hakim nanti jauh lebih berat dibanding tuntutan JPU.
Meskipun biasanya vonis hakim tidak lebih berat dibanding tuntutan JPU, namun realitanya pernah terjadi sebaliknya, dimana vonis hakim lebih berat dibanding tuntutan JPU. Kita bisa melihat pada kasus Ahok.
Ahok yang dituntut oleh JPU dengan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun, akhirnya mendapat vonis dari hakim dengan hukuman 2 tahun penjara. Vonis ini lebih berat dibanding tuntutan JPU. Tidak hanya Ahok, publik pun terkejut dengan vonis hakim. Hakim dinilai tidak netral dan tidak objektif saat menjatuhkan vonis karena takut dengan tekanan massa. Tak bisa dipungkiri, saat vonis Ahok dijatuhkan, massa dari FPI berkerumun di luar pengadilan.
Saya berharap peristiwa vonis hakim lebih berat dibanding tuntutan JPU kembali terulang di kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan. Saya berharap hakim bisa memvonis pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan dengan hukuman sekitar 2-5 tahun penjara.
Saya khawatir jika vonis hakim nantinya lebih ringan dibanding tuntutan JPU, ujung-ujungnya Jokowi lagi yang disalahkan. Nanti Novel Baswedan terus menerus play victim. Para kadrun pun kembali menyalak bahkan mungkin kembali menggelar aksi. Mereka akan membandingkan dengan para pembenci Jokowi yang dihukum karena terjerat UU ITE, akibat melakukan penghinaam dan fitnah kepada Jokowi.
Meskipun pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel adalah anggota polisi, saya berharap hakim tidak tertekan saat menjatuhkan vonis nantinya. Harus tetap netral dan objektif dalam menjatuhkan vonis. Minimal, vonis yang dijatuhkan tidak membuat Novel play victim, kadrun menyalak, dan Jokowi yang disalahkan. Saya kira kita semua sudah bosan dengan kasus ini. Jika sampai Novel kembali play victim dan kadrun kembali menyalak, rasanya hanya menjadikan kisruh saja.
- Source : seword.com