Zarif Sebut Iran Bersedia Menggelar Pembicaraan Dengan Negara Tetangga Usai Arab Saudi Tunjukkan Gelagat Yang Sama
Hubungan antara Iran dan Arab Saudi, rival yang memandang negara masing-masing sebagai pemimpin dua aliran Islam, selama ini terlibat Perang Dingin. Keluarnya Amerika Serikat, yang merupakan sekutu kunci Arab Saudi di Timur Tengah, dari kesepakatan nuklir Iran meningkatkan ketegangan di Timur Tengah ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarid, telah menunjukkan gelagat kesiapan negaranya menggelar pembicaraan dengan para negara tetangganya, setelah ketegangan yang mengancam stabilitas regional.
“Terkait dialog dengan para negara tetangga, sikap Iran sangat terbuka, dan kami mendeklarasikan kesiapan kami untuk berpartisipasi dalam upaya yang ada kaitannya dengan kepentingan daerah. Kami juga menyambut baik langkah apapun yang bisa menyatukan masyarakat dan membawa kembali stabilitas dan kemakmuran untuk seluruh rakyat,” tulis Zarif menggunakan bahasa Arab dalam akun Twitter miliknya.
Dalam cuitannya Zarif memang tidak menyebutkan nama siapapun, namun sangat jelas bahwa cuitannya ditujukan untuk Arab Saudi.
Sementara itu, di sela-sela Forum Ekonomi Dunia yang digelar di Davos hari Rabu, Pangeran Saudi Faisal mengatakan Arab Saudi terbuka untuk menggelar pembicaraan. Kendati demikian, semuanya kembali diserahkan pada Iran.
Seperti yang telah diketahui, hubungan kedua kian memburuk lantaran Iran membela pihak yang bersebarangan dengan Arab Saudi dalam konflik di Suriah, Yaman, Irak, libanon. Belum lagi persaingan kedua negara dalam mendominasi wilayah Timur Tengah.
Persaingan politik di antara keduanya juga semakin panas karena perbedaan keyakinan yang dianut, di mana Arab Saudi menganut Islam Sunni sedangkan Iran Islam Syiah.
Kedua negara akhirnya memutuskan hubungan diplomatik usai serangan terhadap misi diplomatik Saudi di Iran pada Januari 2016. Di hari yang sama, imam terkemuka Syiah dieksekusi di Arab Saudi lantaran diduga ikut mencampuri urusan kerajaan.
Dan pada bulan ini, Iran menangguhkan komitmennya dalam kesepakatan nuklir Iran 2015 sebagai tanggapan atas pembunuhan terhadap jenderal topnya yang dilakukan Amerika Serikat pada 3 Januari lalu dan kebijakan tekanan maksimum yang telah diberlakukan selama 20 bulan.
Sampai saat ini Menteri Luar Negeri Iran masih menuduh Pangeran Arab Saudi bin Salman bekerja sama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Penasehat Keamanan AS John Bolton untuk membuat AS dan iran terlibat konflik militer.
- Source : sputniknews.com