Pilih Mana, Prabowo Sebarisan dengan Jokowi atau Menjadi Oposisi?
Prabowo Subianto kembali bertemu Presiden Jokowi. Kali ini, Istana Merdeka Jakarta menjadi lokasi pertemuan kedua tokoh yang sempat bersaing pada Pemilihan Presiden 2019 beberapa waktu lalu, tepatnya berlangsung pada Jumat sore (11/10/19) seperti dilansir dari laman CNN INDONESIA.
Pada pertemuan yang berlangsung dalam suasana santai itu, Prabowo Subianto menyatakan siap membantu pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin selama lima tahun ke depan apabila diperlukan.
*"Kami akan memberi gagasan yang optimistis. Kami yakin (pertumbuhan ekonomi) Indonesia bisa tumbuh double digit (dua digit), kami yakin Indonesia bisa bangkit cepat,"* kata Prabowo usai pertemuan tersebut yang kedua kalinya dengan Pakde Jokowi sesuai PilPres 2019. Ketua Umum Partai Gerindra itu juga berkata bahwa partainya selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.
Nah, merespons pertemuan dan pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra tersebut, saya memilih wait and see dengan melihat perkembangan ke depan. Okelah kita pegang perkataan Prabowo bahwa Gerindra (semoga beserta seluruh jajaran pimpinan dan kader partainya) dapat benar-benar mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau kepentingan partai.
Namun, semoga Jokowi tidak buru-buru menarik Gerindra ke gerbong koalisi, apalagi sampai memberikan kursi menteri kepada kader partai Gerindra. Cukuplah pengalaman memakai Sudirman Said dan Anies Baswedan menjadi bagian dari Kabinet Kerja pada 2014 lalu, yang kemudian terbukti bahwa kedua orang ini justru tidak bisa kerja hingga akhirnya terkena tebasan reshuffle dari Jokowi.
Semoga kali ini Jokowi yang mengaku sudah mengantongi nama-nama para menterinya nanti, yang akan diumumkan setelah resmi dilantik sebagai Presiden RI periode 2019-2024, dapat benar-benar mempertimbangkan plus-minusnya jika sampai memilih menteri dari partai Gerindra. Kalau yang benar-benar bagus dan bisa kerja sih, mungkin masih lumayan ya. Namun, tetap ada bahaya jika sampai Jokowo mempertimbangkan kursi menteri dari Gerindra, karena track-record partai Gerindra pada lima tahun belakangan ini.
Sementara, untuk menerima sebagai bagian dari koalisi, rasanya akan mendapat tentangan dari partai-partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf pada PilPres 2019. Meski masih ada kemungkinan juga untuk terbukanya jalan kompromi, yakni menerima Gerindra masuk partai koalisi, tetapi dengan syarat-syarat tertentu yang diajukan oleh beberapa parpol koalisi di kubu Jokowi-Ma'ruf.
Jadi bagaimana? Menurut saya, baik menerima atau menolak kemungkinan koalisi dengan Gerindra, tetap ada plus dan minusnya. Jika Gerindra sebarisan dengan koalisi Jokowi-Ma'ruf, kita mungkin harus menerima orang-orang dari Gerindra yang dahulu berseberangan dengan Pakde Jokowi (salah satunya jelas ... Fadli Zon!) mungkin mendapat kursi menteri sebagai konsekuensi bergabungnya Gerindra sebagai mitra koalisi terbaru.
Namun, jika menolak juga tak ada ruginya. Toh selama 5 tahun ini Gerindra juga di luar koalisi pemerintah dengan segala macam polah tingkah kader dan orang pentingnya yang kita tahu seperti apa. Mungkin lebih baik Gerindra belajar menjadi oposisi yang baik, dengan memilih jalur perjuangan yang selaras dengan visi dan misi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf nantinya.
Sesekali mengkritisi boleh saja, asalkan kritikan yang disampaikan membangun plus solutif, tidak hanya asal njeplak dan nyinyir, seolah ada kebencian atau ketidaksukaan yang mendarah daging. Buktikanlah, misalnya dengan bersama-sama memerangi ancaman radikalisme dan terorisme yang kini jelas menjadi ancaman berskala nasional. Siapa tahu dengan begitu, simpati masyarakat bisa mulai tumbuh dan kelak akan mempertimbangkan untuk memilih jago dari Gerindra pada ajang PilPres 2024 mendatang.
Jadi menurut pembaca lebih baik Prabowo dan Gerindra-nya berada satu barisan atau sebaiknya tetap menjadi oposisi nih?
- Source : seword.com