Mengungkap Gerakan IM/PKS, Biang Kerusuhan dan Propaganda
Melihat serangkaian kerusuhan yang terjadi belakangan ini, demo yang massif digerakkan di beberapa wilayah, kita sudah tahu bahwa hal ini memang dikondisikan. Ada penggeraknya, ada donaturnya, ada eksekutor dan korban-korban doktrinnya. Tapi pertanyaannya, siapa? Dan bagaimana?
Bagaimana caranya mereka membangkitkan gelombang demo mahasiswa, yang selama beberapa tahun ini jarang sekali melakukan demo. Bahkan kita hampir dibuat lupa, karena demo sempat identik dengan 212. Bagaimana caranya kelompok ini menggerakkan anak-anak SMA dan STM yang tak tahu apa-apa? para pelajar yang tak paham politik dan tak paham apa RUU KUHP. Tapi berhasil didoktrin dengan satu kalimat kebencian, bahwa aturan tersebut mengatur aturan-aturan seksual antar suami istri.
Narasinya sama seperti para mahasiswa, selangkangan bukan milik negara, ngewe aja masa diatur dan sebagainya. Demonstrasi beda hari, tapi satu narasi. Siang agak tenang, malam beringas. Bukankah itu artinya ini satu komando?
Semalam salah seorang teman saya mengomentari video briefing orang-orang KPK dari dalam kantor lembaga negara tersebut.
“Coba jangan lihat KPK nya. Lihatlah oknum dan backgroundnya,” katanya.
“Tapi kan dia emang orang KPK, bahkan pegawainya ikut demo kok!”
“Iya, paham. Tapi KPK itu lembaga negara, harus kita selamatkan dari penjajahan organisasi titik-titik itu,” jawabnya.
Seketika saya langsung sadar, bahwa kita sedang dikecoh dengan narasi dan propaganda busuk Ikhwanul Muslimin. Pemilihan gedung KPK itu memang disengaja, agar kita terfokus menyerang KPK sebagai lembaga. Saya bahkan curiga video briefing tersebut disebarkan sesuai jadwal yang telah direncanakan dengan sangat matang. Agar publik terfokus pada KPK sebagai dalang, lalu melupakan organisasi internasional atau partai politik yang melatar belakanginya.
Tapi sebelum saya membahas lebih jauh, patut dicatat bahwa pada prinsipnya, tak semua orang PKS itu ikhwanul muslimin. Tapi, Ikhwanul Muslimin di Indonesia, secara partai, mayoritasnya berada PKS. Maka jangan heran kalau orang seperti Fahri Hamzah belakangan berkonflik dengan PKS, kemudian membelot ikut mendirikan partai baru, Garbi.
Mungkin teman-teman pembaca masih ingat. Dulu ketika KPK menetapkan Lutfi Hasan Ishaq sebagai tersangka korupsi, Hidayat Nurwahid langsung mengatakan bahwa penangkapan tersebut adalah bagian dari konspirasi Zionis. Mardani Ali Sera juga mengamini hal tersebut. Tapi Fahri Hamzah, Anies Matta dan kelompoknya, tak pernah mengatakan hal serupa.
Bayangkan, kasus yang terjadi di dalam negeri, tapi yang dituduh adalah kelompok di luar negeri. Bukankah ini menunjukkan bahwa dalam alam bawah sadar mereka, sejatinya memang organisasi asing? Sehingga musuhnya juga kelompok asing.
Lebih dari itu, Yusuf Supendi sebagai pendiri PKS, secara terbuka mengatakan bahwa pendirian partai tersebut dibantu oleh banyak tokoh Ikhwanul Muslimin dari Mesir dan Timur Tengah. Pada pemilu 1999, 90 persen biaya kampanye PKS dibantu oleh Ikhwanul Muslimin.
Pergerakan Ikhwanul Muslimin di Indonesia terbilang sangat rapi. Tak seperti ISIS yang condong eksis, cuma hura-hura tanpa kaderisasi atau pergerakan. Modusnya, mereka merekrut anak-anak muda dengan tawaran beasiswa. Fasilitas penuh.
Angkatan pertama mereka adalah Helmi, PKS, yang berhasul masuk IPB. Kemudian Imanudin melakukan penetrasi di ITB melalui Masjid Salman. Lalu yang terakhir adalah Sengkuni, bertugas di UGM.
IM tak hanya menyediakan beasiswa, bahkan juga bocoran soal ujian masuk perguruan tinggi negeri. Karena mereka menggaet atau menempatkan orang-orangnya di jabatan strategis sebagai rektor, wakil, dekan, bagian rekrutmen dan keuangan. Sehingga para calon kader yang mereka rekrut dapat masuk ke perguruan tinggi negeri terbaik.
Setelah masuk dan menjadi mahasiswa, para kader yang dibiayai ini didorong untuk terlibat dalam organisasi kemahasiswaan. Kemudian mereka yang punya potensi, didorong untuk bisa menguasai Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM.
Menurut informan, ada dana 100 juta rupiah untuk setiap kader yang diproyeksikan untuk maju sebagai ketua BEM di beberapa kampus terbaik. Tujuannya jelas, untuk menguasai kampus agar sejalan dengan visi misi Ikhwanul Muslimin. Umumnya mereka ini loyal dan provokatif, nilai bagus atau kecerdasan hanya bonus, buka faktor utama. Sementara kader-kader yang memiliki nilai bagus, diarahkan untuk menjadi asisten dosen dan nantinya dijamin mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Setelah pulang, mereka akan diarahkan untuk menguasai lembaga pendidikan, baik itu membangun sendiri atau mengambil alih milik swasta dan negeri.
Ujungnya, antar sesama kader ini kemudian dijodohkan untuk melahirkan sel-sel baru. IM lewat acara-acara liqo’ juga sangat aktif memberikan bimbingan dan arahan. Sehingga program penjodohan sesama kader, juga terjadi di level orang tua.
Semua kader-kader yang sudah lulus, diarahkan untuk masuk menyusup ke berbagai instansi pemerintahan. Ada juga yang bertugas menguasai masjid-masjid, untuk melakukan doktrin pada masyarakat luas.
Jaringan mereka di dunia pendidikan sudah begitu kuat. Lihatlah betapa mahasiswa yang punya akses mudah ke internet dan media, dibuat tutup mata dengan fakta yang ada. Bahkan, ucapan Presiden yang meminta penundaan RKUHP pun, ketua BEM mereka tidak tahu. Kenapa bisa begitu? karena mereka punya media sendiri dan selalu didoktrin untuk tidak percaya pada media lain. sementara media mereka isinya propaganda dan hoax.
Bahkan sekarang, satu fakta terbaru menunjukkan bahwa mereka juga bisa menggerakkan anak-anak SMA dan STM. Anak-anak yang tak tahu apa-apa itu lahir dari sebuah lembaga pendidikan yang didirikan oleh IM, baik pendanaan maupun kadernya. Maka ketika pimpinan yayasan mereka bilang jihad, mereka akan jihad. Tak perlu alasan, tak perlu logika berpikir, yang penting ada perintah dari pimpinan.
Jelas bukan sebuah kebetulan kalau para BEM itu mendapat briefing dari Bachtiar Firdaus, yang juga merupakan kader PKS. Dan itu membuat kita sadar kenapa mereka tak mampu berargumen dengan data saat tampil di ILC bersama Pak Yasonna, karena mereka hanya mengikuti arahan dan briefing. Peduli apa sama data-data?
Bukan sebuah kebetulan kalau strategi demo dan kerusuhan memiliki pola yang sama. Kasus rasis mahasiswa Papua, dipicu oleh hoax bendera merah putih jatuh ke selokan. Aksi 22 Mei menolak Pilpres, dipicu oleh hoax real count BPN. Aksi RKHUP, dipicu oleh hoax dan opsus media.
Bukan sebuah kebetulan kalau Gejayan dipilih sebagai tempat aksi, selain karena ada sejarah pembunuhan mahasiswa, juga karena dekat dengan rumah Sengkuni. Sehingga lingkungan bisa mereka kuasai.
Bukan sebuah kebetulan kalau Papua yang sudah tenang dan berangsur pulih dari kasus rasis, dengan mudahnya diledakkan lagi berbarengan dengan aksi Gejayan. Ini semua karena satu komando.
Bukan sebuah kebetulan kalau satu-satunya partai yang menyesalkan dan berharap RUU KUHP disahkan, adalah PKS. Karena mereka, Ikhwanul Muslimin ini ingin memperpanjang situasi kerusuhan sampai terjadi chaos seperti di Mesir.
Agenda setting ini sudah diketahui oleh intelijen. Dan atas dasar itulah Presiden Jokowi menyampaikan penundaannya. Karena Presiden tahu, ini bukan wilayah perdebatan pro kontra terkait pasal-pasal, tapi tentang sebuah rencana yang disiapkan secara matang oleh kelompok IM. Tujuannya untuk memisahkan kelompok mahasiswa dari kalangan IM, dengan mahasiswa yang benar-benar menuntut revisi atau evaluasi RUU.
KPK, Gerindra, Prabowo dan Mahasiswa Papua, semuanya hanya target operasi mereka, memanfaatkan momentum dan emosi sesaat. Gerindra dan Prabowo kemudian sadar dan berdamai dengan Jokowi, tak perlu heran kenapa PKS paling getol menyerang pertemuan tersebut. KPK juga akhirnya punya pimpinan baru dan setuju dengan adanya badan pengawasan.
Pada akhirnya, ribut-ribut ini adalah bukti nyata, bahwa perang ideologi sedang terjadi di Indonesia. HTI dan sejenisnya itu hanyalah dayang-dayang pendukung, saudara sekandung. Tapi pada intinya sama, ideologi khilafah dan menetang Pancasila. Bisnis pelengseran, mengambil alih kekuasaan.
Dan wajar saja kalau Menkumham bilang sudah punya bukti terkait aktor biang keroknya. Bertanya pada mahasiswa yang masih melakukan aksi padahal tuntutannya sudah dikabulkan
"apa yang mau diambil di jalan sana? menjatuhkan pemerintah? thats the way you do it? main paksa? itu memang caranya. Kalau semua orang main paksa dengan caranya sendiri, thats the way you do it? to rule a nation?"
- Source : seword.com