www.zejournal.mobi
Rabu, 27 November 2024

Negara Meng-counter, Penguatan Dolar Tidak Akan Berdampak Pada Rakyat Miskin

Penulis : Budiman | Editor : Indie | Minggu, 09 September 2018 22:24

Salah satu anggapan yang paling meresahkan atas kenaikan dolar adalah risiko meningkatnya harga barang-barang konsumsi. Secara logika sederhana, tentu saja hal tersebut sangat mungkin terjadi, karena penguatan dolar akan berdampak pula pada inflasi. Inflasi, yang kita tahu, adalah ukuran untuk melihat peningkatan harga barang di dalam suatu negara.

Untuk mengetahui apakah suatu negara mengalami peningkatan harga di dalam negeri, tidak bisa dengan prasangka semata. Apalagi prasangka yang dilebih-lebihkan oleh politisi, misalnya, ada yang mengatakan bahwa harga telur membuat rakyat takut membeli telur, atau ukuran tempe goring menjadi setipis ATM. Tidak. Itu ukuran ngaco dan provokatif namanya.

Sebagai orang yang cerdas dan berpendidikan, ukuran yang kita gunakan adalah ukuran inflasi yang diterbitkan oleh BI (Bank Indonesia). Dari data tersebut, bisa kita ketahui bahwa ukuran inflasi Indonesia dari tahun 2016 sampai 2018, cendung stabil. Bahkan, inflasi pada bulan Agustus pada tahun 2017 dan 2018, berturut-turut adalah 3, 82 dan 3,20. Artinya pada bulan Agustus tahun lalu, inflasi malah lebih tinggi.

Tapi yang anehnya, kenapa Agustus tahun lalu tidak ada ribut-ribut soal harga meroket dan rakyat tercekik sepeti Agustus tahun ini? Agustus tahun lalu terlewati biasa saja dan tidak ada yang meraskan dampaknya secara signifikan. Lalu kenapa tahun ini, setelah Prabowo-Sandi sudah resmi menantang Jokowi, ributnya bukan main?

Ya, itulah yang namanya tahun politik. Semuanya akan dibesar-besarkan oleh oposisi. Pokoknya, semua yang dilakukan pemerintah pasti salah. Lebih detail lagi, data dari BPS (Badan Pusat Statistik), untuk inflasi Indonesia pada bulan Agustus 2016, 2017, dan 2018, nyaris di titik yang sama persis (seperti gambar yang menjadi pembuka tulisan ini). Bukankah lucu kalau ada hasil yang sama, tapi reaksinya berbeda? Maka yang salah pastilah yang bereaksi, ada tujuan kesengajaan untuk memberikan reaksi untuk menakut-takuti rakyat.

Bahkan, yang terjadi justru sebaliknya, masih dari data BPS, pada Agustus 2018 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 134,07. Dari 82 kota IHK, 52 kota mengalami deflasi dan 30 kota mengalami inflasi.

Deflasi terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya beberapa indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan sebesar 1,10 persen; kelompok sandang sebesar 0,07 persen; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,15 persen.

Data tersebut menunjukkan, bahwa sebagian kota saja yang mengalami inflasi (32 kota) dan sebagian lain (52 kota), justru mengalami deflasi. Kita tidak boleh juga menafikkan adanya kenaikan harga, tetapi jangan pula mengabaikan adanya penurunan harga di beberapa bahan pokok yang lain. Misalnya untuk harga beras secara umum, dari data BPS, malah mengalami dari bulan Juli, yaitu dari Rp11.936/kilogram menjadi Rp11.899/kilogram.

Intinya apa? Jangan kita mudah terpengaruh dengan pihak yang sedang menggunaan isu penguatan dolar sebagai bahan untuk menakut-takuti rakyat. Mari kita setujui bahwa dolar menguat, tetapi apakah betul berdampak pada daya beli rakyat pada bahan pangan? Itu pertanyaan yang lebih penting.

Mari melihat fakta yang ada di pasar, belanjalah di pasar supaya tahu betul, apakah benar harga bahan pangan naik? Bahkan, jangan heran kalau ada yang malah turun harga. Kenapa bisa begitu? Karena pemerintah sudah meng-counter penguatan dolar ini. Mereka tidak mungkin membiarkan “badai” yang menyerang seluruh negara—khususnya di Asia—ini mempengaruhi kesejahteraan rakyatnya.

Harga tetap stabil, itu yang perlu kita akui. Itu bukti bahwa pemerintah kita sudah tanggap akan kendala yang ada di depan mata. Dolar boleh menguat, tapi antisipasi sudah dilakukan. Apa saja antisipasi pemerintah untuk menahan laju harga pangan? Berikut beberapa di antaranya.

Ekspor tambang dan pertanian, menunda proyek listrik 15.200 MW (kurangi impor), BI akan bersinergi dengan OJK untuk mengawasi para sepukulan yang mendulang dolar dengan memanfaatkan kondisi nilai tukar, dan mengimbau korporasi yang memiliki stok valas besar untuk dijul ke pasar.

Terbukti, saat sempat menyentuh angka 14.999, tak lama kemudian rupiah pun kembali menguat. Belum bisa kembali ke nilai semula, tetapi kemampuan untuk bangkit itulah yang mesti diapresiasi.

Dikutip dari data Reuters, dari awal tahun hingga Akhir Agustus atau year to date, rupiah hanya melemah 8,4 persen. Angka tersebut lebih kecil jka dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Untuk periode yang sama, rupe India mengalami 10,4 persen dan Rubel Rusia tertekan hingga 15,1 persen. Tak hanya negara tersebut, mata uang rand Afrika Selatan melemah hingga 16,7 persen. Sedangkan untuk mata uang real Brasil mengalami tekanan yang cukup dalam mencapai 20,4 persen. Untuk Lira Turki pelemahannya hingga 42,9 persen dan peso Argentina mencapai 51,1 persen. Sedangkan khusus sepanjang Agustus 2018, rupiah hanya melemah 1,6 persen. Jauh di bawah peso yang tercatat 26 persen dan lira yang mencapai 25 persen.


Berita Lainnya :

Seperti kata Menteri Sri Mulyani, penguatan dolar seumpama badai yang menyerang seluruh mata uang dunia. Jika tidak siap, maka bisa hancur seperti apa yang saat ini dialami oleh Turki dan Argentina yang melemah sangat parah terhadap dolar. Indonesia berada di antara negara yang berhasil bertahan pada pijakannya.

Untuk itu, mestinya kita harus bersatu untuk mendukung langkah pemerintah supaya nilai rupiah tetap stabil. Berhentilah membaca berita-berita hoax yang beredar di medsos yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, apalagi mendengarkan hasutan oposisi. Mari kita lihat kenyataan yang ada dan data yang valid.

Asal diketahui, kondisi yang kondusif di dalam suatu negara bisa mempengaruhi sentiment pasar terhadap perekonomian dalam negeri. Jika kita selalu ribut dan menimbulkan konflik horizontal, seperti yang dimunculkan rombongan #2019GantiPresiden, maka kondisi pasar bisa semakin buruk.

Abaikan saja hoax yang beredar, jangan ditanggapi, apalagi ikut disebarkan. Mari kita berpikir positif dan membangun suasana yang kondusif di dalam negeri. Paling tidak itulah kontribusi yang bisa kita lakukan untuk membantu kerja pemerintah saat ini.

Sumber:


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar