Bagaimana Caranya Menolong Pemerintah Menguatkan Rupiah?
Judul di atas itu saya pikir adalah pertanyaan paling penting saat ini, daripada ribut mempersoalkan kenaikan Dolar. Malaysia telah memberi contoh, bagaimana rakyat bergerak bersama membantu pemerintahnya yang lagi paceklik. Hutang mereka 3.500 triliun rupiah. Malaysia gonjang-ganjing. Red alert. Mahatir pusing.
Lho utang Indonesia malah 5.000 triliun, kok adem ayem? Ya kan lain kelasnya. Malaysia itu kelas bulu. Indonesia sudah kelas ringan. Hutang segitu sudah lebih dari 60% PDB mereka. Kita masih terlalu aman, baru 29% dari PDB. Kemampuan bayarnya sangat besar.
Oke, kembali ke soal Rupiah yang tertekan. Kita bisa berperan seperti rakyat Malaysia. Mosok kalah nasionalismenya dari mereka. Padahal mereka merdeka itu hadiah, diberi, cuma-cuma. Kita ini merdeka dengan berjuang berdarah-darah ratusan tahun. Kecintaan kita pada Merah Putih memiliki riwayat yang panjang dan penuh derai air mata.
Gak usah nyumbang uang seperti rakyat Malaysia, nanti gaduh lagi. Jokowi salah lagi. Tapi lakukanlah beberapa hal berikut:
Pertama, jangan menahan Dolar.
Ini tentu ajakan untuk para konglomerat, para spekulan, eksportir besar. Situ jajan cilok marebu udah heibat, gak usah banyak gaya. Sok ribut soal dolar. Penting cicilan panci lancar, sudah bagus. Lihat bentuknya dolar aja belum pernah, ributnya sampai planet sebelah.
Hari ini, orang-orang sengaja menahan dolar. Mosok ekspor 90% yang dirupiahkan hanya 15%. Kasihan Negara dong. Nanti kalau dikeperet pakai peraturan, nyalahin Pemerintah lagi. Ini seperti kapal pencari ikan yang menipu Susi itu. Mosok kapal segede gaban hasil tangkapannya sedikit banget. Itu supaya gak bayar pajak.
Nah, melepaskan dolar saja--Ini gak rugi lho--itu sudah membantu Negara.
Kedua, tunda plesir ke luar negeri.
Yang biasa lewat Puncak doang udah bahagia, atau hanya nyender ke pagar Kebun Raya Bogor udah histeris, kalian tenang dulu. Ajakan ini untuk mereka yang pipisnya di Singapura, makan malamnya di Alain Ducasse, Paris. Prihatin dulu kayak SBY. Kalau bisa sampai nanti tahun baru.
Jangan menari di atas penderitaan orang banyak. Lho kok bisa? Lha iya, kalau sampai jebol pertahanan Pemerintah, yang rugi orang banyak. Untungnya, situasi terkendali. Dolar meroket, harga stabil. Tempe-tahu masih sama harganya. Yang naik malah jengkol.
Plesir saja ke Papua, Manado, Bromo, Toba, itu sudah membantu Negara.
Ketiga, kurangi belanja produk luar yang menggunakan Dolar.
Buat yang suka nyari barang bekas di Senen, atau barang gaul low budget di Tenabang, kalem, ini juga bukan undangan untuk kalian. Tapi mereka yang kalau dihitung harga baju yang melekat di badannya saja bisa puluhan, hingga ratusan juta. Nah ini waktunya untuk nahan dulu. Badai pasti berlalu...
Belanja bagi yang kaya itu hobi. Ngoleksi barang branded jadi kebanggaan. Yang terbaru, ada lho kolektor Tuperware. Atau yang keren, Zumi Zola yang ngoleksi mainan, sayangnya pakai duit orang lain. Orang kaya mah bebas. Nah, kali ini, dorongan untuk borong barang dengan dolar ditahan dulu. Itu sudah membantu negara.
Keempat, tetap optimis.
Musuh terbesar perekonomian itu sebenarnya pesimisme. Apalagi yang berkaitan dengan moneter. Meroketnya Dolar ini karena disebabkan spekulan juga. Mereka melihat kondisi dengan pesimis. Padahal sebenarnya tidak ada masalah. Pesimisme itu memperparah keadaan.
Anehnya, yang belanjanya ke Tenabang, koleksinya bungkus rokok, boro-boro pernah lihat dolar, mereka ini suaranya paling kenceng. Banyak yang ngerti enggak, nyinyir jalan terus. Yang ditiru pesimisme Prabowo. Dikit-dikit bubar, dijajah asing-aseng, hutang menumpuk.
Padahal ya gak ada masalah. Cina itu malah sengaja melemahkan mata uangnya. Kenapa begitu? Karena produksi barang mereka overload. Apa yang tidak dibuat Cina? Dengan tingginya harga Dolar, otomatis ekspor mereka jaya di udara.
Apa yang menimpa Indonesia ini sebenarnya siklus ekonomi global. Biang keroknya ya Amerika lagi. 2008 mereka menerapkan bunga 0% karena ancaman deflasi. Duit berhamburan keluar. Termasuk yang menyelamatkan SBY dulu. Jadi, dulu SBY itu sebenarnya beruntung. Eh, sekarang mereka menarik duit itu pulang kampung. Suku bunga bank federalnya naik terus.
Malaysia berdarah-darah, Turki tersakiti, Argentina merana. Efeknya sampai ke kita. Tapi hanya kurs Rupiah yang terpukul. Haters menjerit, politikus gaduh. Padahal ya gak ada apa-apa. Soal transaksi berjalan dan lain-lain, tentu itu sesuai dinamika ekonomi. Biasa saja. Yang penting tahu diri, jangan nyocot tinggi-tinggi, nanti mulutmu kesamber pesawat terbang kapok.
- Source : seword.com