Perdana Menteri Hungaria: Para pengungsi merupakan ‘populasi Muslim’ yang sedang mencari kehidupan yang lebih baik
Banyak pengungsi di Eropa yang merupakan “penduduk Muslim: dan para imigran ekonomi yang sedang mencari kehidupan yang lebih baik, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban mengatakan, dirinya menambahkan bahwa sejumlah besar umat Muslim di Uni Eropa telah menyebabkan adanya kemunculan dari ‘masyarakat paralel’.
Ditanya dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jerman Bild , mengapa Budapest tak ingin menerima pengungsi manapun, Orban menjawab: “Kami tidak menganggap semua orang ini merupakan para pengungsi Muslim. “Sebaliknya, perbincangan para politisi mengatakan bahwa mereka dianggap sebagai “populasi Muslim”
Para pencari suaka harus menyeberangi empat negara untuk sampai di Hungaria dari Suriah, negara-negara yang tak sekaya Jerman namun memiliki kestabilan ekonomi, ujar sang Perdana Menteri. Nampaknya, dia merujuk kalimat tersbut pada Turki, Yunani, Masedonia dan Serbia, rute umum bagi para imigran untuk menuju Eropa yang “makmur”.
“Mereka hanyalah imigran yang mencari kehidupan yang lebih baik,” Orban menyimpulkan. Dia menekankan bahwa dirinya hanya dapat berbicara mewakili seluruh rakyat Hungaria dan mereka “tidak menginginkan” adanya imigrasi. Dalam pandangannya, pemerintah hanya tak bisa menentang keinginan rakyatnya.
Lebih lanjut, sang perdana menteri mengatakan bahwa taka da para pengungsi yang ingin pergi ke Portugal, sebagai contoh, dirinya menambahkan bahwa kebanyakan para pencari suaka hanya ingin tinggal di Jerman yang dirasa sebagai negara yang makmur.
“Alasan mengapa orang-orang ini berada di negara Anda bukan karena mereka pengungsi, melainkan karena mereka menginginkan kehidupan layaknya rakyat Jerman,” ujarnya, mengatakab bahwa isu imigran ini “secara politik” merupakan masalah bagi Eropa namun, “secara sosiologi” merupakan masalah bagi Jerman.
Orban secara spesifik menargetkan kebijakan ‘pintu terbuka’ milik Jerman dan Kanselirnya Angela Merkel terhadap para pencari suaka. “Saya tak bisa memahami bagaimana kerusuhan, kekacauan dan penyebrangan batas negara secara ilega dipandang sebagai sesuatu yang baik di negara seperti Jerman, yang mana kami memandangnya sebagai panutan terbaik dalam bidang peraturan hukum dan disiplinnya,” dia mengatakan.
Gelombang pengungsi baru-baru ini yang mencapai Eropa hanyalah sebuah invasi belaka, menurut Orban. “Jika seseorang ingin datang ke rumahmu, dia mengetuk pintu dan bertanya: ‘Dapatkah kami masuk ke dalam dan singgah?’ Mereka (para pencari suaka) tidak melakukan hal tersebut, mereka menyeberang perbatasan negara secara ilegal,” Orban menyatakan.
Dalam wawancara tersebut, dirinya mengatakan bahwa multikulturalisme hanyalah “sebuah ilusi”, dikarenakan masyarakat Kristen dan Muslim “tak akan pernah bersatu.” Menurut sang pemimpin Hungaria, kehadiran sejumlah besar umat Muslim berdampak pada munculnya “masyarakat parallel”. Tak ada situasi semacam itu di Budapest dikarenakan rendahnya angka imigran, ujarnya.
Orban, sang pengkritik keras imigrasi, berulang kali meragukan validitas penderitaan yang dialami oleh para imigran. Dia sewaktu-waktu pernah menyebut para pencari suaka : “a Trojan horse for terrorism”.
Pada bulan September, Hungaria mengklaim bahwa pagar di perbatasan negaranya dengan Kroasia dan Serbia telah membantu negaranya mengurangi jumlah imigran yang masuk sebesar 99 persen sejak tahun 2015. Pagar pembatas negara tersebut berulang kali telah dikritik oleh negara-negara Eropa lainnya, maupun dikritik oleh para politisi Uni Eropa, namun Budapest telah menolak berbagai tekanan yang memaksanya untuk melepas pagar pembatas itu.
Bulan lalu, Budapest bersama dengan Polandia dan Republik Ceko, memepertahankan “hak” nya untuk menolak kuota pengungsi yang diminta Uni Eropa ditengah-tengah adanya tekanan dari Komisi Eropa. Terlepas dari adanya berbagai peringatan berulang dari Komisi Eropa, ketiga negara tersebut terus mempertahankan ketidakpatuhannya, mengatakan kalau para imigran itu merupakan ancaman langsung bagi keamanan publik.
- Source : www.rt.com