www.zejournal.mobi
Rabu, 27 November 2024

Perjuangan Laksamana Malahayati dan Patriotisme Perempuan

Penulis : Ruskandi Anggawiria | Editor : Indie | Sabtu, 11 November 2017 10:10

Zaman dahulu perempuan kerap terpinggirkan dalam sejarah. Selain dilarang ikut andil dalam politik, kegiatan yang dapat dilakukan kaum Hawa pun terbatas. Namun, ada sosok perempuan hebat dalam sejarah Indonesia. Namanya Keumalahayati, atau lebih dikenal Laksamana Malahayati asal Aceh.

Dalam catatan sejarah, Malahayati adalah laksamana laut pertama di dunia. Dia digambarkan sebagai panglima perang Kesultanan Aceh yang mampu menaklukkan armada angkatan laut Belanda dan bangsa Portugis (Portugal) pada abad ke-16 Masehi.

Pada 1559, Malahayati memimpin armada laut berperang melawan Belanda dan berhasil menewaskan Cornelis De Houtman. Di Tahun 1606, Malahayati bersama Darmawangsa Tun Pangkat (Sultan Iskandar Muda), berhasil mengalahkan armada laut Portugis. Sebelumnya, nama Malahayati telah diabadikan sebagai nama kapal perang jenis perusak kawal, berpeluru kendali kelas Fatahillah milik TNI AL dengan nomor lambung 362.

Cuplikan sejarah Malahayati tersebut dibahas dalam forum diskusi bertajuk "Laksamana Malahayati dalam Rangka Penguatan Jati Diri sebagai Bangsa" yang digelar di Sentul, Bogor, Rabu, 17 Mei 2017.

Sejumlah tokoh dan sejarawan menyayangkan tak banyak yang mengenal sosok Malahayati. Bahkan, pemerintah pun belum memasukkan laksamana perempuan pertama di dunia ini sebagai pahlawan nasional. "Karena itu dalam diskusi ini kami ingin mendorong pemerintah agar Malahayati dinobatkan sebagai pahlawan," ujar Ketua Yayasan Cut Nyak Dien, Pocut Hasrindah Syahrul.

Sumber : http://regional.liputan6.com/read/2958037/malahayati-laksamana-pasukan-janda-aceh-yang-mendunia

Peran yang sangat penting yang dimainkan seorang ibu, apalagi di zaman itu, dimana pembatasan bagi kaum perempuan pasti amat menyulitkan mereka menunjukkan aktualisasi diri sebagaimana kaum laki-laki. Terlepas dari faktor dukungan dari kalangan kerajaan, yang mungkin khusus diberikan kepada sang Laksamana, tidak mengurangi rasa takjub kita dan para wanita di era ini, bagaimana kiprah yang menonjol para perempuan di tengah dunia yang didominasi laki-laki, yakni sebagai Angkatan perang.

Inspirasi yang bisa kita ambil untuk generasi milenial, tebukti bahwa kendala yang bersumber dari perbedaan gender, tidak harus menjadi alasan untuk berperan lebih banyak bagi pengabdian mereka kepada bangsanya.

Tidak hanya dari seorang Malahayati yang bisa kita ambil pelajaran, pejuang-pejuang perempuan lainnya juga tidak kalah inspiratifnya, Cut Nyak Dhien, RA. Kartini, Christina Martha Tiahohu serta sederetan nama lain. Maka semestinya kita tidak bisa lagi membuat perbedaan, peran yang boleh diambil perempuan harus sama porsinya dengan mereka yang laki-laki

Momentum peringatan Hari Pahlawan ini, bisa menggelorakan semangat para perempuan untuk tidak lagi pesimis, jika melihat dirinya yang selama ini tidak mendapatkan peran yang sama dengan laki-laki. Jikapun lingkungan sekitarnya masih menganggapnya seperti paradigma lama, maka cara untuk mengikisnya, adalah dengan pembuktian yang kasat mata, bahwa perempuan tidak bisa dianggap tidak mampu, dalam bidang pengabdian apapun.

Jika seorang Laksamana, pada zaman abad pertengahan, yang mana dominasi laki-laki pasti sangat besar, tetapi dijabat oleh perempuan dan berhasil menunjukkan jati diri sebagai Panglima terkemuka, lalu hambatan apa lagi yang lebih besar dari itu, yang bisa didobrak untuk menghilangkan stigma bahwa perempuan adalah makhluk lemah ?

Jika kita masih mengalami hambatan dalam menyamakan peran perempuan dengan laki-laki, maka artinya kita sedang mempersiapkan generasi berikutnya yang terus tertinggal dari bangsa lain. Gambaran ini penting untuk disampaikan, karena perempuan memegang peran sentral dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa.

Pendidikan bagi anak-anak mereka, jika tidak dipercayakan kepada perempuan sebagai ibunya, dan para ibu itu tidak memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan yang cukup, logikanya tentu akan membuahkan anak-anak yang tidak memiliki landasan pendidikan orang tua yang memadai.

Gejala kenakalan remaja dan merosotnya moral para anak muda, kini sudah sampai kepada tahap mengkhawatirkan. Bukan rahasia lagi, tingkat kriminalitas yang dilakukan remaja semakin meningkat, maka siapa yang bisa membantah bahwa kecenderungan ini adalah buah dari minimnya peran ibu di rumah ?

Peran ibu yang tidak optimal tentu banyak diakibatkan oleh ketidak berdayaan mereka menghadapi anak-anaknya, karena tertinggal dari sisi pemahaman dan pengetahuan tentang pendidikan anak.

Untuk memperbaiki gejala tidak menguntungkan ini, kita sudah tidak memiliki waktu lagi, bahwa kaum ibu dan perempuan harus mendapatkan peran yang setara, dalam pendidikan dan mempersiapkan anak-anak mereka sebagai generasi yang akan datang.


Berita Lainnya :

Bahkan pendidikan para perempuan ini harusnya menjadi prioritas, kalau pun tidak berarti kaum laki-laki menjadi kurang penting lagi. Negara dan pihak-pihak yang memiliki otoritas, akan sangat bertanggung jawab jika gejala penurunan kualitas generasi penerus, terus berlanjut dan muaranya kita tertinggal sekian dekade di belakang bangsa lain. Dan salah satu kuncinya adalah memberikan peran yang lebih optimal kepada para perempuan sebagai pemberi pendidikan generasi penerus.

Lebih jauh, perempuan harus memiliki rasa percaya diri yang sama tingginya seperti kaum laki-laki, dan dalam setiap pengambilan keputusan tentang kebijakan bagi pendidikan anak, mereka seyogyanya mengambil porsi lebih besar.


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar