Kisah Pemuda yang Selamat dari Jeratan ISIS Berkat Kasih Sayang Ibu
Seorang pemuda asal Aceh, Akbar Maulana (17) nyaris menjadi anggota kelompok radikal ISIS di tengah kebimbangannya mencari jati diri. Berkat kasih sayang Ibunda, Akbar mengurungkan niatnya menemui ISIS meski posisinya sudah dekat dengan perbatasan Suriah.
Akbar merupakan pemuda berprestasi yang mendapatkan beasiswa di International Anatolian Mustafa Gemirli Imam Khatip High School, Turki tempat di mana Presiden Turki, Recep Thayyip Erdogan, pernah mengemban ilmu.
Di tahun 2014, ia mulai kenal dengan ISIS melalui jejaring sosial Facebook. Kakak kelasnya yang juga orang Indonesia, Yazid, lebih dulu bergabung bersama ISIS dan mengajaknya. Kala itu Akbar merasa akademiknya tidak ada peningkatan dan mulai jenuh sehingga ia mencari hal baru.
"Kami anak muda cari jati diri, kemudian maskulinitas. Kemudian lihat Yazid sudah bawa AK47, gagah betul. Namanya anak muda fotonya di-like kemudian di komentari cewek-cewek kan seneng ya," kata Akbar kepada detikcom.
Kampanye ISIS melalui facebook itu juga memperkenalkan Akbar dengan Wildan yang sudah bergabung dengan ISIS. Gerakan radikal itu juga melakukan pendekatan individual dan menjawab pertanyaan Akbar yang kala itu masih bimbang. Iming-iming hidup berkecukupan juga membuat Akbar semakin ingin bergabung.
"Kakak kelas sampai kirim artikel berjihad tanpa izin orang tua boleh. Menggunakan At Taubah ayat 24 dengan tafsir mereka sendiri. Waktu itu banyak pertanyaan muncul," katanya.
Sekitar bulan Juni 2014, secara tidak sengaja Akbar bertemu Noor Huda Ismail yang merupakan pengamat isu terorisme dan kebetulan berada di Turki. Merasa sesama orang Indonesia, Huda, menjalin komunikasi karena saat itu Akbar terlihat galau.
"Saya tanya, ternyata dia sedang galau, teman dekatnya sudah bergabung ke ISIS karena Sosmed. Dia tinggal 5 jam lagi sampai ke perbatasan," ujar Huda beberapa waktu lalu.
Akbar merupakan anak yang cerdas dan sangat dekat dengan keluarganya. Meski dicekoki tafsiran soal Jihad dari ISIS termasuk Jihad tanpa izin orang tua, ternyata Akbar memutuskan menarik diri dan tidak mengikuti kakak kelasnya.
Ketika memutuskan untuk mengurungkan niatnya bergabung dengan ISIS, ternyata ia mengingat wajah ibunya sampai menangis. Dia berpikir apalah artinya mati Sahid menurut ISIS namun orang tua tidak bisa tersenyum.
"Mengingat bagaimana susahnya ibu melahirkan kita. Walau nantinya mati sahid bagi mereka (ISIS), bagaimana orang tua? Apa benar itu yang diharapkan Allah? Surga tetap di bawah telapak kaki ibu," kata Akbar.
Ingatannya pun kembali ke masa lalu, di masa kecilnya di Susoh, Aceh Barat Daya. Putra kedua dari tiga bersaudara pasangan T Djusri dan Rina S itu merasa harus membahagiakan orang tuanya dan bisa berjihad di jalan lain.
"Kita bisa berjihad dengan cara lain. Berjihad tidak lewat angkat senjata. Sekarang zaman modern, bisa lewat pena juga, membuat orang tua tersenyum. Tidak hanya ibu, ayah juga, keluarga kita," tambah pemuda yang punya julukan Hafiz Einstein di sekolahnya itu.
Segudang prestasi sudah diukir oleh Akbar setelah "diselamatkan" dari ISIS dengan kasih sayang ibunya. Ia juga dikenal teman-temannya di Turki pandai berceramah dengan bahasa Turki, bahkan ia pernah menyabet juara harapan 1 lomba menulis Essay Kayseri menyingkirkan ratusan peserta warga asli Turki.
Pemuda kelahiran 19 Juli 1998 itu kini menjadi salah satu founder Syababul Quran Generasi Gaul Qur'ani yang bertujuan mencetak penghafal Al Qur'an muda di Indonesia. Akbar juga menulis novel berjudul Boys Beyond the Light.
"Cita-cita ingin memperkenalkan Islam sebagai agama yang Rahmatan Lil Alamin pada seluruh penduduk dunia," tegasnya.
Kisah Akbar diabadikan oleh Noor Huda Ismail dalam sebuah film dokumenter. Namun film tersebut tidak bisa ditayangkan sembarangan karena butuh pendampingan edukasi. Noor Huda dan Akbar juga kerap hadir di berbagai tempat untuk nonton bareng dan berdiskusi.
- Source : news.detik.com