www.zejournal.mobi
Sabtu, 28 Desember 2024

Bagaimana Mengalahkan ISIS dan Menghindari Perang Dunia Baru

Penulis : Paul R. Pillar | Editor : Samus | Rabu, 24 Februari 2016 15:13

Perang Suriah telah melibatkan beberapa pemain global, mendorong media Barat menjuluki perjuangan terakhir untuk Aleppo sebagai sebuah “Perang Dunia Mini”, Paul R. Pillar, seorang veteran CIA dan rekan senior di Brookings Institution mencatat.

Memang, ada banyak kemiripan mencolok yang mengganggu di antara konflik yang sedang berlangsung di Suriah dan krisi pada tahun 1914 yang mengakibatkan Perang Dunia I, Pillar menekankan dalam artikelnya untuk The National Interest.

“Prospek bahwa konflik Suriah yang tetap tidak akan menentu selama bertahun-tahun dan memberikan banyak kesempatan bagi konflik ini menjadi sesuatu yang lebih besar adalah sebuah titik awal untuk memulai sebuah skenario eskalasi. Tapi beberapa sifat spesifik dari konflik ini memiliki kesamaan yang lebih besar dengan krisis pada tahun 1914. Salah satunya adalah banyaknya pemain, dari luar maupun di dalam Suriah dan kawasan tersebut, yang menganggap diri mereka sendiri pertaruhan yang harus diperjuangkan dalam konflik tersebut,” veteran CIA tersebut menguraikan.

Untuk memperumit masalah lebih lanjut, persepsi mengenai pertaruhan berkaitan erat dengan kecenderungan untuk menganggap perang di Suriah sebagai bagian dari konflik yang lebih besar antara koalisi-koalisi besar.

“Pandangan ini menguatkan pertaruhan dan juga membawa sebuah rasa kewajiban untuk melindungi rekan dan sekutu,” sang ahli memberi komentar.

Tidak mengherangkan, Arab Saudi dan Turki mencoba untuk menggunakan krisis tersebut untuk keuntungan geopolitik mereka, dengan membuat setiap upaya untuk menyeret AS dan NATO ke dalam konflik di Timur Tengah.

Penggulingan Bashar al-Assad telah menjadi rencana tetap bagi Riyadh, mendorong monarki Teluk tersebut untuk membuang-buang uang untuk mempersenjatai para ekstrimis Sunni anti-Assad. Pada gilirannya, Ankara telah menjadi terobsesi dengan masalah Kurdi, memburu para militan Kurdi baik di Turki dan Suriah.

“Potensi bagi Turki menyeret AS ke dalam masalah yang lebih besar dengan statusnya sebagai pihak dalam Perjanjian Atlantik Utara (North Atlantic Treaty),” veteran CIA tersebut menekankan.

Akibatnya, masyarakat internasional sekarang cenderung melihat Riyadh dan Ankara sebagai pembuat onar dan bagian dari masalah di Timur Tengah.

“Garis konflik antara Turki dan Rusia, yang mendasari beberapa perang Rusia-Turki dalam beberapa abad terakhir ini, bisa menjadi pusat eskalasi dan perluasan konflik Suriah. Jika demikian, akan ada nuansa lagi dari Perang Dunia I, di mana Kekaisaran Rusia dan Ottoman berada di sisi yang berlawanan,” sang ahli menegaskan.

Sputnik/ Iliya Pitalev

Pasukan artileri Tentara Suriah di provinsi Idlib, barat laut Suriah.

Memang, kepemimpinan Turki marah atas keberhasilan terbaru Rusia dan Suriah di Suriah bagian utara.

Tentara Arab Suriah, yang didukung oleh Angkatan Udara Rusia sedikit lagi berhasil membebaskan kota terbesar Suriah, Aleppo. Dengan fakta ini, sebuah kesempatan untuk membebaskan Raqqa yang menjadi kubu ISIS juga muncul bagi pasukan yang dipimpin Damaskus.

Berapa lama lagi Tentara Suriah akan membebaskan “ibukota” ISIS di Raqqa, Robert Fisk, seorang jurnalis dan wartawan menulis dalam artikelnya untuk Independent.

“’Kekhalifahan Islam’ Sunni (ISIS) yang kekal tidak begitu kekal lagi. Apakah ini mengapa Arab Saudi tiba-tiba menawarkan untuk mengirimkan pasukan daratnya ke Suriah? Dan mengapa Turki menjadi begitu gugup? Saya meragukan bahwa Iran sedang khawatir,” Fisk menekankan.

Wartawan tersebut juga menyuarakan kekhawatiran yang sama dengan Pillar mengenai kemiripan aneh antara konflik saat ini di Suriah dan awal dari Perang Dunia I.

Ia memperingatkan bahwa Turki yang merupakan anggota NATO mungkin akan melancarkan sebuah Perang Dunia baru dennga meluncurkan operasi darat di Suriah: “...kita akan menemukan diri kita sendiri pada saat-saat Gavrilo Princip membunuh Pangeran Franz Ferdinand dari Austria – dan kita semua tahu apa yang terjadi pada tahun 1914.”

“Ini adalah sebuah alasan untuk memprioritaskan upaya-upaya untuk mendukung gencatan senjata dan untuk menyadari bahwa memadatkan perang yang masih menjadi perang lokal ini lebih penting daripada mengejar peperangan ini untuk mendapatkan hasil lokal tertentu,” Pillar menegaskan.

Sementara itu, AS dan Rusia telah menyetujui gencatan senjata Suriah yang akan dimulai pada tanggal 27 Februari.

“AS dan Rusia, sebagai wakil pemimpin dari ISSG (International Syria Support Group) dan ISSG Ceasefire Task Force, mengumumkan pada tanggal 22 Februari 2016 atas pengangkatan Persyaratan untuk sebuah Penghentian Permusuhan di Suriah dilampirkan sebagai Lampiran dalam pernyataan ini, dan mengusulkan bahwa penghentian permusuhan ini akan dimulai pada pukul 00:00 (waktu Damaskus) pada tanggal 27 Februari 2016,” demikian pernyataan resmi tersebut berbunyi.

Keputusan tersebut telah menerima pujian-pujian yang tinggi dari masyrakat internasional.


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar