AS bergegas untuk bersaing dengan robot Rusia dan China
Hollywood telah lama memperingatkan tentang bahaya dari robot buatan yang cerdas. Sekarang Pentagon sedang berpikir mengenai pembuatan tentara otonom masa depan, dan kemungkinan bahwa pihaknya ketinggalan oleh Rusia dan China dalam perlombaan untuk membuat artificial intelligence (AI) yang dipersenjatai.
Jika film-film terkenal seperti “Terminator” dan “Blade Runner” dapat dianggap serius, robot-robot dengan kecerdasan tinggi ini adalah para pejuang yang sangat efektif. Sementara film-film ini tidak memberikan pandangan positif mengenai prajurit mekanik ini, kemungkinan untuk memerangi pertempuran darat tanpa melibatkan manusia terlalu menggoda untuk diabaikan oleh militer dunia.
Rusia, China dan AS sedang berupaya untuk menciptakan robot-robot otonom yang mampu melakukan tindakan militer independen dan, menurut pernyataan yang dibual oleh Wakil Menteri Pertahanan AS, Robert Work, Pentagon sedang ketinggalan dalam hal ini.
“Kami tahu bahwa China sudah berinvestasi besar-besaran dalam robotika dan otonomi, dan Jenderal Rusia Valery Vasilevich Gerasimov baru-baru ini mengatakan bahwa militer Rusia sedang mempersiapkan untuk bertempur di medan perang robotik dan ia berkata, ‘Dalam waktu dekat, sangat mungkin bahwa sebuah pasukan robot mampu secara mandiri melakukan operasi militer’,” kata Work menurut Defense One.
Dalam berspekulasi seperti apa tentara otonom Rusia masa depan, Patrick Tucker berpendapat bahwa Kremlin bisa saja berfokus pada “beberapa versi bentuk masa depan dari tank Armata T-14”. Menulis untuk Defense News, Tucker mengutip seorang kontraktor pertahanan Rusia yang mengatakan bahwa “kami secara bertahap sedang mengurangi penggunaan mesin yang berawak.”
Tucker juga menyebutkan sebuah pengumuman dari Kementerian Pertahanan Rusia yang menyerukan pengerahan robot-robot penjaga di masa depan. Unit-unit ini dapat memilih dan memusnahkan sasaran tanpa adanya interaksi manusia.
Di China, Beijing telah menyempurnakan robot kecil yang bermotor. Ideal untuk pertempuran dalam kota, unit ini dapat dilengkapi dengan senapan serbu, granat atau persenjataan anti-tank.
Berbicara di hadapan Center for New American Century pada hari Senin, Work memperingatkan bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi-teknologi baru ini, mengacu kepada kekhawatiran tentang “agresi” Rusia dan China.
“Saya akan membuat sebuah hipotesis: bahwa rezim-rezim otoriter yang percaya bahwa manusia adalah sebuah kelemahan... bahwa mereka tidak bisa dipercaya, mereka akan secara alami tertarik ke arah solusi yang benar-benar otomatis,” katanya.
“Kemungkinan untuk membuat situasi militer jauh lebih buruk dengan memiliki sebuah mesin yang independen membuat kesalahannya lebih berat daripada manfaatnya,” Work menegaskan.
Namun pernyataan seperti ini diberikan meskipun adanya upaya-upaya Pentagon untuk mengembangkan AI efektif yang terdokumentasi dengan baik. Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) telah mengembangka apa yang disebut dengan LAWS – lethal autonomous weapons system – yang dapat melacak dan membunuh sasaran tanpa konfirmasi atau pengawasan dari manusia. Mesin ini telah mendapat kecaman dari para ahli teknologi.
“Meskipun ada batasan-batasan yang ditegaskan oleh fisika, seseorang dapat memperkirakan jutaan robot akan dikerahkan dengan kelincahan mematikan yang akan membuat manusia benar-benar tidak berdaya,” Stuart Russel, seorang profesor ilmu komputer di University of California menulis dalam Journal Nature.
DARPA telah mengembangkan ACTUV (Anti-Submarine Warfare Continuous Trail Unmanned Vessel), sebuah “kapal hantu” tak berawak dibangun untuk secara mandiri mengikuti kapal selam musuh.
Januari lalu, sebuah memo yang dirilis oleh Wakil Menteri Pertahanan AS Frank Kendall menyatakan kebutuhan Pentagon untuk sebuah “peta nyata bagi otonomi” tersebut.
“Mengidentifikasikan masalah ilmu pengetahuan, teknik, dan kebijakan yang harus dipecahkan untuk mengotorisasikan penggunaan otonomi yang lebih luas di seluruh wilayah yang sedang berperang,” tulis memo tersebut. “Penekanan akan diberikan terhadap batas-batas eksplorasi – baik secara teknologis atau sosial – yang membatasi penggunaan otonomi dalam berbagai bentuk operasi militer.”
Proyek-proyek ini jelas menunjukkan bahwa Pentagon mengupayakan jenis teknologi sama yang dituduhkan kepada Rusia dan China. Perbedaannya mungkin bahwa penelitian AS mungkin tidaklah efektif.
- Source : sputniknews.com