Strategi Cameron Hanya Akan Mengulangi Kesalahan di Irak dan Afghanistan
Rencana David Cameron untuk bergabung dalam peperangan di Suriah adalah sebuah rencana yang mengkhawatirkan, penuh dengan angan-angan tentang situasi politik dan militer di darat. Ini adalah sebuah resep untuk mengulangi kegagalan masa lalu di Irak, Afghanistan dan Libya, dengan salah menilai kekuatan musuh dan sekutunya.
Cameron menunjukkan sebuah gambaran mengenai apa yang telah terjadi di Suriah dan Irak yang mencerminkan apa yang pemerintah inginkan. Jika diriinya dan mereka yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan Inggris benar-benar meyakini pandangan ini, maka kita dapat memperkirakan beberapa kejutan yang mengerikan.
Sangat penting untuk mengetahui apakah ISIS menjadi lebih kuat atau diperlemah di Irak setelah berada di bawah 5.432 serangan udara, 360 di antaranya diluncurkan oleh Inggris, yang dilakukan oleh koalisi yang dipimpin oleh AS. RAF telah meluncurkan 1.600 misi penyerangan udara, menunjukkan betapa sulitnya untuk menargetkan pasukan gerilya dari udara dan akan menghadapi masalah yang sama di Suriah.
Cameron mengatakan bahwa dengan dukungan serangan udara dari koalisi, pasukan Irak telah menghentikan kemajuan ISIS dan, “merebut kembali 30 persen dari wilayah Irak”. Pada kenyataannya, situasinya jauh lebih buruk, ISIS merebut Ramadi, ibukota provinsi Anbar pada bulan Mei dan mengusir pasukan Irak meskipun adanya dukungan serangan udara yang kuat dari AS. Wilayah tersebut telah kehilangan teritori sekelilingnya ke daerah-daerah inti di Mosul dan sepanjang Sungai Efrat. Pasukan anti-ISIS terkuat di Irak adalah milisi Syiah yang didukung oleh Iran, dan tidak didukung oleh dukungan udara koalisi.
Di Suriah, sekutu-sekutu koalisi yang dipimpin AS di darat adalah para oposisi bersenjata yang seharusnya berjuang melawan baik ISIS dan Bashar al-Assad. Kekuatan ini didominasi oleh Jabhat al-Nusra yang berafiliasi dengan al-Qaeda dan Ahrar al-Sham, sebuah kelompok Sunni garis keras yang bersekutu dengan Nusra. Satu tempat di mana pasukan “moderat” memiliki beberapa kekuatan berada di bagian selatan, di mana mereka melancarkan sebuah serangan yang banyak digembar-gemborkan dan disebut dengan “Southern Storm” / “Badai Selatan” pada musim panas ini, namun juga dikalahkan.
Penjelasan Cameron atas strateginya dibumbui dengan referensinya terhadap pasukan “moderat” yang tidak ia jelaskan karena keberadaan mereka dalam bayangan. Memang, akan sangat strategis dengan adanya sebuah kelompok yang kuat, namun sayangnya itu tidak ada.
Pemerintah Cameron tampaknya tidak menyadari bahwa mereka mencampuri perang saudara yang sangat rumit dan dengan kebiadaban yang ekstrim. Ada sebuah anggapan bahwa, jika Assad turun jabatan, mungkin ada sebuah pemerintah transisis yang dapat diteruma oleh semua warga Suriah. Skenario yang lebih mungkin adalah bahwa kepergian Assad akan menyebabkan runtuhnya negara tersebut dan kemenangan bagi ISIS dan kekhalifahan nya.
Inggris mungkin hanya dapat berkontribusi dengan memberikan sebuah pasukan yang kecil untuk melawan ISIS, namun mereka seharusnya tidak memerangi sebuah antagonis berbahaya ini tanpa adanya pengetahuan yang lebih baik mengenai medan pertempuran nya.
- Source : www.unz.com