Apakah Turki bertindak tanpa seizin AS?
Jatuhnya pesawat tempur Rusia oleh pesawat Turki mengejutkan Kremlin. Namun dalam sebuah wawancara dengan Sputnik, Daniel McAdams, direktur eksekutif dari Institut Perdamaian dan Kemakmuran Ron Paul, menjelaskan akibat dari insiden ini terhadap panggung dunia.
Berbicara kepada Sputnik, Daniel McAdams memberikan opininya tentang jatuhnya sebuah pesawat pembom Rusia di Suriah.
“Ini sangat serius,” katanya.
Dalam satu sisi, serangan Turki terhadap pesawat Rusia yang sedang menargetkan sasaran ISIS telah menyoroti peran pemerintah Ankara yang membangkitkan kelompok-kelompok radikal tersebut.
“...Turki telah membiarkan negaranya menjadi sarang ISIS dan kelompok jihadis lainnya, yang memungkinkan mereka pergi bolak-balik dari Suriah ke Turki. Kami memiliki bukti yang cukup akurat bahwa ISIS dan ekstrimis lainnya telah didukung dari jarak jauh, kemungkinan dari Libya, negara yang menceritakan kisah sukses AS lainnya – dan mereka telah menyerang Suriah dengan senjata dari Libya,” kata McAdams.
“Jadi, tentu saja jika seseorang menginginkan aktivitas kriminal, Turki adalah kaki tangan dari kejahatan tersebut.”
McAdams juga mengutarakan pikirannya tentang mengapa pemerintah Turki melakukan tindakan provokatif yang beresiko tersebut.
“Satu pertanyaan adalah, apakah Presiden Turki Erdrogan melakukan ini tanpa izin dari AS, tanpa dukungan dari AS...” ia bertanya. “Bahkan jika jet Rusia ini berkeliling di wilayah udara Suriah... bagaimana mungkin beberapa pesawat F-16 Turki dikerahkan dan menembak target mereka dalam hitungan detik, dan bagaimana pesawat Rusia jatuh di wilayah Suriah itu sendir?”
Mengingat reaksi keras dari Kremlin, McAdams juga melihat bahwa NATO menjauh dari kemungkinan terjadinya konflik.
“Saya menemukan hal yang menarik bahwa Jenderal NATO Jens stoltenberg tiba-tiba menurunkan retorikanya. Saya pikir ia menyadari bahwa situasi ini menjadi benar-benar serius,” katanya. “Sudah jelas bahwa ia tidak ingin membuat sebuah konflik antara Rusia dan NATO, karena adanya keterlibatan yang luar biasa.”
Jatuhnya pesawat tersebut juga akan mengakhiri pembahasan lebih lanjut untuk menerapkan “zona aman” di sepanjang perbatasan Turki-Suriah.
“Pihak AS dan Turki telah lama berusaha untuk memberlakukan zona aman ini.”
Laporan-laporan yang menyebutkan kelompok pemberontaj “moderat” yang menembaki pilot-pilot ketika mereka mendarat menggunakan parasut – suatu tindakan yang banyak orang pertimbangkan sebagai kejahatan perang – juga menyoroti masalah strategi Barat dalam dukungannya terhadap kelompok-kelompok ini.
“...Seluruh gagasan bahwa orang-orang ini adalah moderat sangatlah gila,” ujar McAdams. “Baru minggu ini, AS mempertimbangkan untuk mengundang Ahrar ash-Sham yang merupakan afiliasi dari al-Qaeda untuk menghadiri perundingan. Jadi, 14 tahun setelah al-Qaeda menyerang AS pada 9/11, AS menyatakan bahwa mereka akan membawa kelompok yang berafiliasi dengan al-Qaeda sebagai oposisi moderat Suriah.”
Mengingat posisi Turki di NATO, sudah banyak yang memprediksikan bahwa salah satu efek yang paling signifikan dari kejadian tersebut mungkin adalah mencairnya hubungan antara Rusia dan negara-negara Barat – sebuah hubungan yang menunjukkan tanda-tanda pemanasan menyusul serangan-serangan teroris di Paris dan pemboman sebuah pesawat penumpang Rusia.
Namun seperti yang McAdams sebutkan, Amerika Serikat masih tetap enggan bekerja sama dengan Rusia, bahkan sebelum peristiwa kemarin.
“...AS jelas dalam sebuah ikatan karena Rusia dipandang sebagai satu-satunya kekuatan efektif yang memerangi ISIS. AS telah memeranginya dengan efek yang sangat sedikit berdampak pada ISIS, namun setelah sebulan semua orang dapat melihat efektivitas dari serangan-serangan yang diluncurkan oleh Rusia.”
- Source : sputniknews.com