www.zejournal.mobi
Senin, 23 Desember 2024

Netanyahu, sang pembohong besar

Penulis : Uri Savir - Al Monitor | Editor : Admin | Senin, 23 November 2015 13:56

Hubungan AS-Israel masih tegang. Pertemuan Presiden Barack Obama dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Kantor Oval pada yanggal 9 November tampak seperti sebuah pertemuan layaknya sepasang suami istri yang ingin bercerai dan sedang mendiskusikan masa depan mereka. Sifat yang saling tidak mempercayai mengalihkan pembicaraan utama mereka menjadi topik-topik yang hampir tidak berhubungan. Memang, hanya sedikit hasil yang dicapai dari KTT ini, kecuali mengenai pembicaraan yang sudah diperkirakan sebelumnya mengenai paket bantuan keamanan bagi Israel.

Seorang sumber senior dari Departemen Luar Negeri mengatakan kepada Al Monitor bahwa pemerintah tidak kecewa dengan pertemuan tersebut, karena presiden Obama dan sekretaris negara memang tidak mengharapkan apapun dari Netanyahu. “Ikut campur Netayahu dalam perdebatan Iran yang mendukung Partai Republik telah meninggalkan bekas luka dalam mengenai persepsi tentang sang perdana menteri,” katanya. Pejabat tersebut mengakui bahwa sebelum pertemuan tersebut telah  diputuskan bagi para peserta pertemuan untuk menunjukkan kedok seolah-olah ingin memperbaiki hubungan dengan Israel. Namun perbedaan yang dibuat sebelumnya oleh Obama, bahkan secara terbuka tentang dukungan penuhnya terhadap keamanan Israel di satu sisi dan ketidaksepakatan tentang isu-isu di sisi lainnya hanya diperkuat dengan adanya pertemuan tersebut. Ia mengakui bahwa hubungan bilateral mereka tetap tegang.

Menurut sumber tersebut, Netanyahu mengangkat kasus di mana Israel lah yang menjadi korban serangan-serangan teror yang didalangi oleh gerakan-gerakan fundamentalis regional dan meminta agar Amerika Serikat membantu mereka. Obama memang menegaskan dalam prinsipnya bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri. Namun analisis pemerintahan menggarisbawahi kebuntuan diplomatik mengenai masalah dengan Palestina, tidak menghubungkannya dengan konteks ISIS.

Pemerintah Yerusalem memandang pertemuan ini dengan sudut pandang yang hampir mirip. Seorang kepercayaan dekat dengan Netanyahu mengatakan kepada Al Monitor bahwa, mengingat kecurigaan timbal balik antara kedua pemimpin tersebut, pertemuan tersebut adalah apa yang bisa diharapkan terbaik oleh Netanyahu. Namun, menurut sumber ini, Netanyahu tidak mengubah pandangannya tentang kesepakatan nuklir Iran, isu-isu Palestina atau dalam hal lain, pendapat kritis dari Obama. Netanyahu yakin bahwa Obama tidak memahami dunia Arab, bahwa ia terlalu lemah dalam merespon terhadap teror Arab dan bahwa ia bersikap naif karena percaya bahwa diplomasi dapat memperbaii situasi di Tepi Barat dan Suriah. Sumber tersebut menegaskan kembali bahwa Netanyahu tidak membuat kelonggaran dalam isu manapun, kecuali kebohongan mengenai solusi dua negara. Seseorang kemudian dapat menyimpulkan bahwa pertemuan tersebut tidak memperbaiki hubungan Washington dan Yerusalem, kecuali mengenai penegasan secara lisan mengenai aliansi yang sudah lama terjalin.

Beberapa faktor menyebabkan krisis yang terus-menerus dalam hubungan antara AS dan Israel. Yang pertama adalah ketidakpercayaan pribadi antara kedua pemimpin yang tampaknya tidak dapat diperbaiki. Kecocokkan pribadi antara Presiden Amerika Serikat dan Perdana Menteri Israel sangat penting untuk mengkoordinasikan hal yang lebih penting daripada kebijakan keamanan dan perdamaian. Koordinasi tersebut hanya terjadi pada tingkat teknokratis saja.

Faktor lainnya adalah kebuntuan diplomatik. Netanyahu menyatakan sebelum pemilu pada tanggal 17 Maret bahwa negara Palestina tidak akan didirikan selama masa jabatannya sebagai perdana menteri dan, dengan ini, ia akan memastikan bahwa ini juga tidak akan terjadi di bawah kepresidenan Obama. Penerimaan oleh Amerika Serikat dari kebuntuan diplomatik mengenai solusi dua negara, yang sekarang berlangsung dan akan dilanjutkan oleh presiden Amerika selanjutnya, adalah alasan dari tumbuhnya gejolak protes Palestina yang mengarah kepada kekerasan dan penguatan Hamas.

Dalam hal ini, kesepakatan Iran tiba-tiba tidak lagi menjadi masalah bagi Netanyahu. Saat ini, ia lebih berokus pada mencegah tekanan pada solusi dua negara. Kesepakatan-kesepakatan telah dicapai pada KTT Washington mengenai kerjasama AS-Israel pada pemantauan pelaksanaan kesepakatan nuklir Iran. Namun mengingat kurangnya proses perdamaian antara Palestina dan Israel yang layak, Israel tetap tidak menyetujui upaya-upaya dilomasi bersama yang dipimpin oleh AS, terutama yang berkaitan dengan Iran dan Suriah.

Krisis bilateral yang sedang berlangsung juga terkait dengan kegagalan Netanyahu untuk mengirimkan keberatan diplomatik Amerika terhadap keputusan Uni Eropa untuk memberikan label dari barang-barang yang diproduksi di pemukiman Israel. Juru bicara Departemen Luar Negeri Mark Toner menyatakan pada tanggal 12 November bahwa AS tidak menganggap langkah-langkah Uni Eropa sebagai pemboikotan dan bahwa Amerika Serikat percaya bahwa “pemukiman-pemukiman tersebut tidaklah sah.” Hal ini bertentangan dengan tekanan yang diberikan oleh AS terhadap Uni Eropa di masa lalu untuk menahan diri dari kebijakan, dan dirasakan oleh Yerusalem sebagai langkah yang bermusuhan.

Faktor terakhir dari krisis bilateral ini adalah kesenjangan dalam ideologi. Lebih dari kurangnya kepercayaan, atau bahkan perbedaan kebijakan, perpecahan mendasar antara Obama dan Netanyahu adalah dalam masalah ideologi. Presiden Amerika adalah seorang yang percaya akan diplomasi bersama dan pembentukan koalisi untuk sebuah resolusi dari konflik-konflik yang ada, termasuk berurusan dengan Suriah pasca serangan Paris pada tanggal 13 November lalu. Perdana Menteri Israel percaya dalam penggunaan kekuatan sepihak sebagai pilihan pertamanya. Obama percaya pada kesetaraan antara negara-negara: Netanyahu tidak. Ini menempatkan Israel di luar konsensus internasional mengenai diplomasi bersama pada tindakan-tindakan militer dan resolusi konflik dalam periode pasca-kolonial.

Pada akhirnya pertemuan pada tanggal 9 November di Washington menciptakan kedok bahwa hubungan kedua negara tersebut membaik, namun hanya menghasilkan sedikit untuk memperbaiki hubungan antara AS dan Israel.

Ini juga merupakan pandangan di dunia Arab dan Eropa, terutama mengingat kebuntuan diplomatik dan kelanjutan dari kebijakan permukiman Israel.

Mengingat krisis yang sedang berlangsung dalam hubungan AS-Israel, Israel sekarang dapat memperkirakan adanya tekanan yang lebih dari Uni Eropa dan dunia Arab yang mendukung perlawanan dan kekerasan Palestina.


- Source : www.al-monitor.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar