www.zejournal.mobi
Senin, 23 Desember 2024

Pelaku bom bunuh diri wanita pertama di Eropa

Penulis : RT | Editor : Admin | Senin, 23 November 2015 11:17


Polisi Prancis terus bernegosiasi dengan Hasna Aitboulahcen, seorang wanita berumur 26 tahun calon jihadis, sampai pada akhirnya ia memutuskan untuk meledakkan dirinya dengan kekuatan ledak yang begitu kuat, sebuah rekaman amatir dan pernyataan dari kepolisian mengungkapkan insiden tersebut.

Sejumlah unit kesatuan khusus polisi Prancis (RAID) mengepung sebuah rumah di pinggiran kota Paris, Saint-Denis saat fajajr pada hari Rabu. Aitboulahcen sedan bersama sepupunya Abdelhamid Abaaoud, yang diduga menjadi dalang dari serangan Paris pada hari Jumat lalu yang menewaskan lebih dari 130 orang.

Para saksi mata mengatakan bahwa Aitboulahcen muncul di jendela dan berteriak “Tolong aku! Tolong!” selama baku tembak yang sedang berangsung dengan para jihadis, di mana para polisi menghabiskan sekitar 5.000 butir peluru.

Tidak jelas apakah ia berteriak untuk minta tolong atau merupakan sebuah jebakan. Ketika polisi mengatakan kepadanya untuk diam di tempat, ia dengan cepat menghilang ke dalam.

Beberapa menit kemudian, ia muncul kembali.

Dalam sebuah rekaman amatir dari tempat kejadian yang diverifikasikan oleh seorang petugas kepolisian, seorang petugas terdengar berteriak, “Di mana pacarmu?” mungkin mengacu kepada Abaaoud.

Kaarena ini, wanita tersebut berteriak dengan marah, “Dia bukan pacar saya!” Petugas kemudian mengulanginya: “Di mana dia?” dan dijawab kembali oleh Aitboulahcen, “Dia bukan pacar saya!” Sebuah ledakan dan rentetan tembakan kemudian terdengar dalam rekaman tersebut.

“Setelah baku tembak yang lama, kami mendengar sebuah ledakan keras. Jendela-jendela apartemen pecah, terdorong oleh gelombang ledak dari dalam ke luar,” Jean-Michel Fauvergue, yang memimpin unit RAID mengatakan kepada para wartawan.

“Saat itulah kami melihat tubuh manusia, dan sebuah kepala wanita terlempar melalui jendela dan mendarat di trotoar, di sisi lain dari jalan. Seorang pembom bunuh diri baru saja meledakkan dirinya. Ledakan itu begitu dahsyat sehingga sebuah dinding pemisah antar tumah bergetar.”

Tidak ada orang lain yang tampaknya terluka dari ledakan itu. Polisi mengatakan bahwa tidak mungkin untuk segera mengidentifikasikan wanita tersebut, yang mana keluarganya berasal dari Maroko, tanpa sebuah tes DNA.

Pengepungan selama tujuh jam tersebut, yang disiarkan secara live di seluruh dunia berakhir setelah ledakan keras tersebut, dengan Abaaoud tewas penuh dengan luka tembakan dan terkoyak oleh ledakan granat – dan delapan tersangka lainnya ditangkap.

Sangat mungkin bahwa Hasna secara tidak sengaja mengarahkan pihak kepolisian ke markas para teroris tersebut, karena pihak intel melaporkan menangkaa obrolannya secara online sebelum pengepungan dilaksanakan.

Sejak awal tahun Aiboulahcen telah diawasi dengan “pengawasan lapis tiga” oleh otoritas Perancis atas tuduhan kejahatan narkoba dan hubungannya dengan teroris. Polisi mengatakan ia mencoba bergabung dengan ISIS di Suriah, namun gagal untuk melakukannya dan “menawarkan jasanya untuk melakukan serangan-serangan teroris di Perancis.”

Para penyidik akan mencari tahu apa yang menyebabkan Aitboulahcen memutuskan untuk menjadi apa yang disebut sebagai pelaku bom bunuh diri wanita pertama di Eropa Barat.

Dengan rincian-rincian lain yang muncul, latar belakang kehidupannya tidak tampak seperti apa yang kebanyakan anggap sebagai kehidupan ekstrimis yang radikal, namun hampir mirip dengan mereka yang merupakan penyerang lainnya di Paris.

Aitboulahcen dibesarkan dalam sebuah keluarga asuh yang relatif stabil dan sempat kuliah – di mana ia tercatat pernah membuat sebuah pernyataan-pernyataan jihad – dan bekerja di sebuah perusahaan bangunan yang kemudian menjadi bangkrut.

“Dari usia lima tahun ia telah diasuh, ia dibesarkan dengan keluarga asuh. Saat itu ia bahagia dan berkembang pesat pada masa remajanya. Kemudian ia berkembang ke luar jalur. Ia menjadi lebih berani dan memilih kawan-kawan yang buruk,” kata kakanya Youssouf Aitboulahcen dalam sebuah pernyataan.

Tapi bahkan saat ia mempostingkan meme kartun jihad dan menampilakan foto-foto dalam profil media sosial nya, minatnya dalam beragama tidak begitu dalam.

“Ia menghabiskan waktunya untuk memprotes segala sesuatu. Ia hidup dalam dunia nya sendiri. Ia tidak tertarik untuk mendalami agamanya. Saya tidak pernah melihatnya mebuka Al-Qur’an. Seluruh waktunya ia gunakan untuk menelpon, melihat Facebook atau WhatsApp,” kata Youssouf.

Perubahan dari sikap ketidakpuasan menjadi radikalisme berlangusng lebih cepat dalam beberapa minggu terakhir, ketika Hasna mulai menggunakan niqab. Ia diduga telah membantu serangan teror mematikan Jumat lalu di Paris. Sumber-sumber investigasi Perancis mengatakan kepada Reuters bahwa ia dan komplotannya hendak meluncurkan serangan lainnya – kali ini di distrik keuangan La Defense di Paris.


- Source : www.rt.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar