www.zejournal.mobi
Senin, 23 Desember 2024

Netanyahu mendapatkan sambutan dingin menjelang kunjungannya ke AS

Penulis : Ben Caspit - Al Monitor | Editor : Admin | Kamis, 19 November 2015 19:02

Hanya beberapa hari sebelum Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berangkat ke sebuah pertemuan penting dengan Presiden Barack Obama, ketika tampaknya tidak ada cara untuk memperburuk hubungan busuk antara Gedung Putih dan kantor sang perdana menteri, sebuah nama, Ran Baratz muncul ke permukaan. Baratz, seorang wartawan Israel yang konservatif ditunjuk pekan lalu sebagai kepala kampanye kebijakan publik Israel di kator perdana menteri, sebuah posisi yang secara efektif membuatnya sebagai juru bicara Israel. Hanya membutuhkan beberapa untuk membuat opini-opininya pada isu-isu tertentu segera beredar di media massa Israel. Ia menyamakan Obama dengan “sebuah lambang modern anti-Semitisme” dan menyebutkan bahwa Menteri Luar Negeri John Kerry menjalani sebuah karir sebagai stand-up komedian. Satu-satunya hiburan bagi para pejabat senior AS adalah komentarnya mengenai Presiden Israel Reuven Rivlin (“Saya rasa ia dapat dikirim menggunakan paraglider ke Dataran Tinggi Golan Suriah yang dikendalikan oleh ISIS”).

Seperti yang dapat diduga, komentarnya menjadi sebuah skandal, yang mencapai klimaksnya dalam sebuah pernyataan oleh Wakil Presiden AS Joe Biden dalam pertemuan Union for Reform Judaism di Florida pada tangal 8 November ia mengatakan, “Tidak ada alasan, seharusnya tidak ada toleransi untuk setiap anggota atau pegawai pemerintah Israel yang menghina presiden Amerika Serikat. Titik.”

Netanyahu, yang diakui secara internasional dalam mempermalukan dunia internasional, memutuskan untuk tidak mengikutsertakan Baratz dalam kunjungannya ke Washington. Di sisi lain, Netanyahu tidak mengumumkan untuk mengundurkan diri dari pertemuan atau mempertimbangkannya kembali. Sebuah pertarungan politik atas pengangkatan Baratz sudah terjadi dalam Partai Likud, sedangkan di sebelah kanan, Habayit Hayehudi menambahkan minyak ke dalam api yang sedang berkobar. Pemimpinnya, Menteri Pendidikan Naftali Bennett bersikeras bahwa hanya pihak Israel sendiri yang dapat memutuskan siapa yang akan menjadi juru bicara nasionalnya.

Hanya beberapa tahun yang lalu, sebuah insiden seperti ini dapat diakhiri dalam setengah jam. Washington hanya memerlukan untuk memberikan isyarat kecil agar Baratz disingkirkan. Namun Netanyahu sekarang telah mengubah keseimbangan kekuasaannya. Tidak peduli seberapa marah presiden tersebut, ia mengirimkan seorang duta besar baru yang tidak diinginkan kedatangannya di Washington. Kemudian ia menyatakan perang terhadap Obama atas kesepakatan nuklir Iran, menolak untuk meletakkan senjata bahkan ketika ia telah kalah. Sekarang ia akan ke Washington setelah hubungan yang diketahui secara internasional telah putus dengan orang yang paling berkuasa di dunia, bahkan tanpa menggagalkan pengangkatan seorang juru bicara yang mengejeknya.

Ini adalah saatnya untuk meninjau ulang pertanyaan yang ditanyakan oleh Bill Clinton kepada para penasihatnya setelah pertemuan pertamanya dengan Netanyahu sebagai perdana menteri yang baru terpilih pada tahun 1996: Siapa pemimpin negara adidaya?

Semua ini terjadi tepat sebelum apa yang disebut oleh Yerusalem sebagai sebuah pertemuan penting untuk menentukan apa yang selanjutnya akan terjadi setelah Iran menandatangani perjanian nuklir-nya dengan negara-negara adidaya untuk membuat stabil hubungan beracun antara presiden AS dan perdana menteri Israel.

Menjelang pertemuan tersebut, AS menurunkan harapan Israel. Memberi pengarahan kepada para koresponden diplomatik, para pejabat Amerika menyatakan bahwa tidak ada kesempatan untuk menghidupkan kembali proses perdamaian atau sebuah negara Palestina yang didirikan dalam masa jabatan Obama. Sebuah permintaan Israel untuk meningkatkan bantuan militer dari $3 miliar menjadi $5 miliar bocor ke The New York Times. Sementara itu, harian Israel Haaretz melaporkan untuk pertama kalinya, para pejabat Amerika secara terbuka mendiskusikan kemungkinan bahwa solusi dua negara telah gagal dan bertanya-tanya apakah rencana Israel jika “satu negara untuk semua warganya” adalah satu-satunya pilihan yang tersisa. Penilaian lain yang bocor ke media massa memperkirakan bahwa paket kompensasi yang akan diterima oleh Israel tidak akan sebesar jika Netanyahu menanggapi semua banding dan meletakkan senjatanya setelah penandatanganan perjanjian dengan Iran. Sebaliknya Netanyahu menghindari Gedung Putih dalam sebuah perjuangan yang berlangsung selama berbulan-bulan, sampai pada reses kongres, sampai pada akhir yang pahit.

Pertanda lain yang sangat jelas yang dikirim oleh pemerintah adalah bahwa sementara kunjungan tersebut bersifat “resmi”, delegasi Israel tidak diundang ke Blair House, wisma penerimaan tamu resmi kepresidenan. Sumber-sumber Israel lain menyatakan kepada Al Monitor bahwa “Blair House sedang dalam renovasi”, namun sebuah pencarian Google menunjukkan bahwa presiden Korea Selatan telah tinggal di sana hanya dua minggu yang lalu, sedangkan presiden China sempat menginap juga di sana dua minggu sebelum presiden Korea Selatan. Jika memang renovasi tersebut sedang berlangsung, ini dijadwalkan oleh mereka bertepatan dengan kunjungan Netanyahu.

Sudah terlambat untuk memperbaiki hubungan pribadi antara Netanyahu dan Obama.

Meskipun semua ini, mustahil untuk melebih-lebihkan pentingnya pertemuan antara kedua pemimpin dalam minggu ini. Ketika dorongan datang, mereka memiliki negara dan kebijakan-kebijakannya yang harus diurusi, kepentingan strategis untuk memajukan dan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Ada bantuan militer, dan daftar belanja mahal yang akan dibawa oleh Netanyahu, termasuk satu skuadron pesawat siluman lainnya, persenjataan presisi, bunker-bunker, bantuan untuk pengembangan sebuah sistem rudal. Di luar itu, ada juga beberapa isu sensitif yang harus dibahas dan diselesaikan.

Misalnya, perjanjian tertulis atau secara lisan terhadap Iran setelah perjanjian nuklirnya ditandatangani. Israel akan mencoba mencapai kesepakatan atas upaya bersama untuk mengawasi dan mengetahui pelanggaran-pelanggaran Iran dalam perjanjian tersebut. Upaya ini akan mencoba untuk memulihkan koordinasi dan kerjasama intelijen serta berusaha untuk mencapai kesepakatan atas daftar langkah-langkah yang akan diambil jika Iran diketahui melanggar perjanjiannya. Surat kabar Israel Hayom yang dibagikan secara gratis, yang merupakan pesan pribadi Netanyahu menyebutkan kemungkinan penandatanganan perjanjian unilateral yang akan memberikan kebebasan Israel untuk bertindak. Israel tidak akan perlu untuk melaporkan operasi militernya terlebih dahulu kepada AS, namun masih akan dilindungi oleh payung Amerika. Dan semua ini direncanakan sebelum kita bahkan membahas ‘kegiatan teroris’ yang disebarkan oleh Iran di seluruh Timur Tengah.

Penilaian saat ini adalah bahwa Netanyahu akan kembali ke Yerusalem dengan tangan kosong. Sekarang telah mejadi jelas bahwa kegagalan kebijakan luar negeri AS selama pemerintahan Obama adalah penanganan konflik Israel-Palestina pada umumnya, dan Netanyahu khususnya. Obama biasanya dikenal dengan kepala dinginnya, tanpa ada ekspresi kemarahan. Ia melihat ke masa depan daripada mengamuk tentang masa lalu. Menurut semua indikasi ini, sikapnya terhadap Netanyahu adalah kebalikannya. Obama akan melakukan segala sesuatunya agar Netanyahu membayar atas (apa yang dilihat oleh Obama sebagai penghinaan) penghinaannya terhadap lembaga-lembaga kepresidenan dan kekonyolannya selama enam setengah tahun terakhir. Sekarang Biden telah mengumumkan bahwa ia tidak akan mencalonkan diri sebagai presiden, Obama mungkin tidak memiliki kewajiban yang lebih untuk memperbaiki hubungannya dengan Yerusalem selama tahun pemilu. Ia tidak akan menggebrak mejanya, namun tidak akan memberikan apapun yang dapat membuat Netanyahu tersenyum juga.


- Source : www.al-monitor.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar