Dana US$ 1 Triliun Keluar Secara Gelap dari Negara Berkembang Tiap Tahun
Konferensi 6th Financial Transparency telah berakhir. Konferensi yang digelar 20-21 Oktober itu membahas efek dari illicit financial flows atau aliran uang gelap di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Tercatat puluhan jurnalis dan aktivis lembaga swadaya masyarakat dari 25 negara di dunia berpartisipasi dalam konferensi yang dilaksanakan di Hotel Sari Pan Pacific, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, itu. Mereka berdiskusi mengenai dampak aliran uang gelap untuk menghindari pajak terhadap pembangunan ekonomi dan juga politik.
Aliran dana gelap untuk menghindari pajak tak hanya dihadapi oleh Indonesia. Sejumlah negara berkembang pun menghadapi hal yang sama. Dalam konferensi itu terungkap bahwa selama satu tahun rata-rata ada dana gelap sebesar US$ 1 triliun yang keluar secara gelap dari negara berkembang. Beberapa di antaranya berasal dari Indonesia.
Direktur Eksekutif Prakarsa Setyo Budiantoro mengatakan bahwa aliran dana gelap (illicit financial flows) merupakan istilah yang baru di Indonesia. Namun praktik mengalirnya dana gelap dari perusahaan di Indonesia ke luar negeri sudah berlangsung lama dan mengganggu negara selama bertahun-tahun.
"Kita bisa melihat korupsi (di Indonesia), ada dana yang dicuri dan kami juga melihat bagaimana perusahaan-perusahaan menghindari pajak," kata Setyo seperti dikutip detikcom dari keterangan pers penyelenggara Konferensi 6th Financial Transparency, Kamis (22/10/2015).
Melalui konferensi ini, kata Setyo, peserta bisa berbagi pengalaman yang sama dalam menghadapi praktik aliran dana gelap di negaranya masing-masing. "Konferensi ini memungkinkan kita untuk berbagi pengalaman yang sama kemudian merumuskan rencana ke depan," kata Setyo.
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan bahwa masalah aliran dana gelap sudah menjadi masalah global, khususnya negara-negara berkembang. Seperti Indonesia, sejumlah negara di Afrika, Amerika Latin, dan beberapa negara di Timur Tengah.
"Perlu kerjasama antar negara untuk menghadapi praktik aliran dana gelap," kata Dadang.
Alvin Masioma dari Koalisi Transparansi Finansial (Chair of the Financial Transparency Coalition) mengatakan bahwa separuh perwakilan dari negara yang hadir dalam konferensi ini tidak memiliki suara dan hak pilih dalam standar pajak yang ditetapkan Organization for Economic Cooperation and Development (OCDC) alias Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan.
Padahal, kata Masioma, beberapa negara tersebut mengalami adanya praktik aliran dana ilegal untuk menghindari pajak. Oleh karenanya menurut dia, pembuat kebijakan perlu terus didorong untuk membuat keputusan secara adil.
Direktur Koalisi Transparansi Finansial (Director of the Financial Transparency Coalition) Porter McConnell mengatakan bahwa aliran dana ilegal adalah masalah utama yang merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang turut menjadi pembicara mengaku bahwa dia juga menghadapi masalah penggelapan pajak dan korupsi. Untuk mengatasi masalah tersebut, Ahok menerapkan e-budgeting dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta.
Menurut Ahok dengan transparansi, masalah penggelapan pajak dan korupsi bisa diatasi. "Langkah utama untuk memerangi korupsi adalah transparansi," kata Ahok.
- Source : news.detik.com