Bendera Palestina akan berkibar di markas UN setelah 119 negara mengatakan ‘ya’
Majelis Umum PBB telah mengeluarkan resolusi Palestina untuk memungkinkan benderanya berkibar didepan markas PBB di New York, membuat marah Israel dan memberikan harapan kepada rakyat Palestina untuk mendapatkan keanggotaan penuh di PBB.
Resolusi tersebut menyatakan bahwa bendera dari pengamat non-member seperti Palestina “akan dikibarkan di Markas PBB di New York dan kantor-kantor PBB di negara-negara anggota.
Pemilihan suara ini disahkan oleh 119 suara dari 193 secara keseluruhan. Diantara negara-negara Eropa yang mengatakan ‘ya’ adalah Perancis, Rusia, Swedia, Italia, Spanyol, Irlandia, Slovenia, Luksemburg, Belgia, Malta dan Polandia.
45 negara-negara anggota Uni Eropa memilih untuk abstain. Sebanyak delapan negara menentang gagasan tersebut, termasuk AS dan Israel.
Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah mengatakan kepada para wartawan bahwa ia sangat percaya ini menandai langkah berikut dari pengakuan negara Palestina.
Saat ini, PBB hanya memiliki satu negara pengamat non-anggota, yaitu Vatikan. Tahta Suci tidak menunjukkan kegembiraan apapun ketika ide ini pertama kali dikemukakan bulan lalu, dan menolak proposal awal Palestina untuk memperkenalkan resolusi tersebut sebagai upaya bersama, meminta Vatikan untuk mensponsori dokumen tersebut.
Vatikan masih belum yakin pada hari Rabu kemarin untuk mengibarkan benderanya disebelah bendera Palestina.
Benderanya dapat berkibar selama 20 hari, sesuai dengan resolusi tersebut.
Para diplomat Palestina ingin melihat benderanya pada tanggal 30 September, menandai hari dimana Presiden Palestina Mahmoud Abbas ditunjuk sebagai pemimpin dunia pada pertemuan tahunan Majelis Umum PBB.
Israel mengecam keputusan PBB, mengklaim bahwa badan internasional tersebut berat sebelah terhadap Palestina.
“Majelis PBB akan memilih untuk menyatakan bahwa bumi ini datar, jika Palestina yang mengusulkannya,” kata Ron Prosor, Duta Besar PBB dari Israel.
Pada saat yang sama, Duta Besar AS Samantha Power menyatakan keprihatinannya bahwa dengan mengibarkan bendera Palestina hanya akan menciptakan lebih banyak ketegangan antara Israel dan Palestina.
Wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel telah lama memperjuangkan kemerdekaannya dari Israel selama beberapa dekade terakhir, dengan Palestina yang menuntut pengakuan penuh sebagai negara yang berdaulat dari PBB dan masyarakat internasional.
Langkkah penting kedepannya untuk Palestina datang setelah Majelis Umum menyetujui pengakuan de facto dari negara berdaulat Palestina pada tahun 2012.
Pada akhir 2014, tawaran yang diajukan oleh Palestina menyerukan pembentukan sebuah negara Palestina dan mengakhiri “pendudukan” Israel gagal di Dewan Keamanan PBB setelah AS menggunakan hak penolakannya untuk mengagalkannya.
Pada awal September, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyuarakan kesediaannya untuk melanjutkan perundingan “tanpa prasyarat” dengan Palestina.
Pembicaraan perdamaian putaran terakhir antara pemerintah Israel dan Palestina berlangsung antara Juli 2013 dan Aprli 2014. Israel menghentikan negosiasinya setelah, Fatah, bagian dari Otoritas Palestina menyatakan perdamaian dengan Hamas, musuh bebuyutan Israel.
Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, Presiden Israel Reuven Rivlin mengatakan bahwa Israel memiliki “hak” untuk membangun pemukimannya di Tepi Barat dan itu bukanlah “soal debat politik”. Komentarnya cenderung menimbulkan kontroversi, dengan Uni Eropa dan Palestina yang menentang pembangunan ilegal Israel di daerah itu.
Pembangunan pemukiman di wilayah yang telah diduduki dianggap ilegal oleh badan-badan internasional. Hal ini juga menjadi kendala utama atas perundingan perdamaian. Palestina melihat Tepi Barat sebagai bagian dari negara merdeka manapun di masa depan.
Saat ini, lebih dari 500.000 warga Israel tinggal di pemukiman Tepi Barat dalam dan sekitar Yerusalem Timur. Semua pemukiman tersebut telah dibangun sejak Israel menduduki wilayah Palestina pada tahun 1967.
Pada saat yang sama, Israel telah mempertahankan blokade Jalur Gaza sejak tahun 2007, dengan alasan untuk mencegah persenjataan yang diberikan pada gerakan militan Hamas.
Namun, banyak kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa Israel sengaja berusaha untuk menyakiti penduduk Palestina dengan tidak mengizinkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan mencegah segala jenis perdagangan laut.
Laporan terbaru PBB mengatakan bahwa “hampir semua penduduk” di Jalur Gaza miskin karena peperangan dan blokade ekonomi yang menghancurkan seluruh ekonominya. Jika tren ini terus berlanjut, wilayah tersebut akan menjadi tempat tidak layak huni dalam lima tahun, konferensi PBB telah memperingatkan.
- Source : www.rt.com