Investigasi NY Times: Penembak Jurnalis Shireen Kemungkinan Besar Tentara Israel
Sebuah telepon dari produser Aljazeera membangunkan tidur perempuan jurnalis Shireen Abu Akleh (51) pada 11 Mei 2022, pukul 05.45. Ia bergegas meninggalkan hotel dan bergabung dengan beberapa jurnalis lainnya: pagi itu tentara Israel menyerbu pemukiman warga Palestina di Jenin, Tepi Barat.
Para jurnalis melihat konvoi tentara Israel di Jalan Kamp Baru, mereka usai menyerbu rumah warga Palestina Fatima al-Hosari. Menunggu sesaat, sambil menjaga jarak aman, Shireen dan wartawan lainnya mengendap-endap mengamati pergerakan tentara Israel dengan bersembunyi di balik pohon dan tembok.
Tiba-tiba terdengar enam tembakan. Lalu terdengar jurnalis Ali Samoudi (54) berteriak. "Mereka menembaki kita." Dia berbalik dan merasakan punggungnya tertembak peluru, menembus rompi bertuliskan 'Press'.
"Ali tertembak, Ali ditembak!" Shireen, yang berada di samping Ali Samoudi menjerit. Kemudian terdengar lagi tujuh kali tembakan.
Itu adalah kali terakhir rombongan jurnalis mendengar suara Shireen. Para wartawan berlarian mencari perlindungan. Mujahed Saadi (35), rekannya, yang menoleh ke belakang melihat Shireen tersungkur di balik pohon carob. Shatha Hanaysha (29) yang juga berlindung di balik perdu carob lainnya gemetar menyaksikan darah keluar dari kepala Shireen.
Setelah melakukan investigasi sebulan, surat kabar The New York Times menyimpulkan Shireen ditembak dari arah konvoi mobil tentara Israel. Memeriksa banyak video, CCTV, menanyai sejumlah saksi, dan mengkonfirmasi pakar balistik, koran besar di Amerika Serikat itu menulis total ada 16 peluru dilepaskan tentara Israel ke rombongan wartawan Palestina.
"Peluru yang membunuh Shireen ditembakkan dari lokasi konvoi militer Israel, kemungkinan besar oleh seorang tentara dari unit elit," New York Times menulis pada Senin (20/6) malam.
Pembunuhan Shireen memicu kemarahan internasional, mereka menuntut pertanggungjawaban Israel. Hasil investigasi NY Times ini memperkuat penyelidikan dua media AS lainnya, yakni Washington Post dan CNN bulan lalu, serta kantor berita Associated Press.
"Serangan terhadap jurnalis yang ditargetkan," ujar CNN. "Pembunuhan dengan darah dingin," Aljazeera menulis.
Menurut ahli balistik dan forensik dari Universitas Montana, AS, Robert C Maher, peluru yang menembus kepala Shireen dari senapan jenis M4, senjata khusus tentara Israel. Senapan tersebut buatan AS.
Sementara Steven Beck, mantan konsultan akustik FBI, menganalisis peluru yang membunuh Shireen dilepaskan dari jarak 155-179 meter. Ini cocok dengan deskripsi para saksi mata bahwa jarak antara jurnalis peliput dengan tentara Israel sejauh itu.
Israel selama ini menolak mengadakan penyidikan. Menteri Luar Negeri Yair Lapid malah menuduh orang Palestina yang menembak Shireen. Padahal, semua saksi mata dan rekaman video serta CCTV tidak melihat ada milisi Palestina di dekat wartawan, apalagi bersenjata.
"Tidak ada orang Palestina bersenjata di dekat kelompok wartawan ketika Shireen ditembak," NY Times menegaskan dalam laporannya.
Sayangnya, AS menolak desakan agar kasus ini dibawa ke Mahkamah Pidana Internasional di Denhaag, Belanda. Kelompok internasional pendukung hak-hak Palestina pesimistis kematian Shireen, pemegang paspor Palestina dan AS, akan diungkap.
"Kematian warga Palestina jarang menarik perhatian Barat. Tentara Israel yang dituduh melakukan kejahatan di Tepi Barat selama ini tidak pernah dihukum," ujar NY Times.
- Source : www.publica-news.com