Arteria vs Anak Jenderal, Karena Merasa Sama-sama Punya Posisi
Berita yang terjadi antara Arteria Dahlan dengan perempuan yang mengaku anak Jenderal, sebenarnya adalah cerita yang lumrah terjadi. Mungkin kalian juga pernah mengalami hal atau insiden semacam ini.
Ketika mau keluar pesawat, penumpang di depan tidak lekas jalan, entah karena baru menurunkan kopernya, atau ada penumpang lansia yang perlu beberapa persiapan yang lebih lama. Sementara penumpang di belakangnya, sudah berdiri antri.
Dalam hal ini, yang dipermasalahkan oleh perempuan mengaku anak jenderal itu karena Arteria Dahlan dan ibundanya dianggap menghalangi jalan. Sementara dari pihak Arteria mengaku bahwa bahkan pintu pesawat pun belum terbuka, masa dia ngalangin jalan? Tanyanya.
Bagi saya, dari ratusan penerbangan yang pernah saya rasakan, memang penumpang di Indonesia itu cukup agresif. Pesawat belum berhenti sempurna, bahkan tanda sabuk pengaman belum dimatikan, penumpangnya sudah berdiri dengan koper atau tas masing-masing. Padahal dari luar masih terlihat pesawat mengarah pada garbarata atau tangga, dan pintunya belum kebuka.
Dari sini saya menerka bahwa kondisi ini juga terjadi pada penerbangan yang berisikan Arteria dan perempuan anak jenderal tadi.
Dari pengakuan Arteria selanjutnya, yang mengatakan bahwa ibundanya yang sudah berusia 80 tahun tapi masih bisa berjalan dengan penopang punggung, perlu beberapa waktu untuk mempersiapkan, mungkin ini yang membuat emosi perempuan anak jenderal itu memuncak.
Karena dengan begitu, pasti jalannya lambat. Dan Arteria pasti mengandeng ibunya, beriringan. Tidak mungkin ibunya dibiarkan jalan sendiri dan Arteria mengekor di belakangnya. Nah ini juga yang mungkin dipersoalkan oleh si perempuan tadi.
Jadi sudah terbayanglah bagaimana kejadiannya.
Saya pribadi, beberapa kali pernah mengalami hal semacam ini. Tapi karena saya orangnya santai dan ga agresif, jadi ya santai saja. Toh kita sudah biasa menghadapi kemacetan Jakarta selama berjam-jam.
Cuma memang biasanya, untuk penumpang lansia yang duduk di kursi bisnis, ataupun di baris depan, mereka cenderung akan keluar terakhir dari pesawat. Entah karena mereka butuh kursi roda, persiapan yang lebih lama, atau mereka sadar kalau keluar sesuai urutan kursi depan, mereka beresiko akan disenggol-senggol oleh penumpang lain di belakangnya yang ingin mendahului.
Ya karena anak-anak muda kita, atau yang belum lansia, bawa tasnya cukup besar. Kalau jalan kadang ngibas kanan kiri dan nyerempet badan orang lain tanpa mereka sadari.
Nah dalam kasus Arteria ini, ibundanya memilih turun sesuai urutan kursi pesawat. Sehingga pasti memang akan berpengaruh pada alur kecepatan jalan keluar para penumpang.
Maka tak heran si perempuan yang mengaku anak jenderal itu bilang “tau diri dong.”
Memang si perempuan ini sudah keterlaluan. Mestinya untuk kasus semacam ini dia tak perlu sampai marah-marah berkepanjangan. Apalagi sampai harus lapor polisi. Karena ini lumrah dialami banyak orang. dan kita sebagai orang Indonesia mestinya kan mengedepankan tenggang rasa.
Kalau ga mau antri dan satu pesawat isinya cuma dia, ya mending naik pesawat pribadi saja. Atau minimal duduk di kelas bisnis, di kursi paling depan. Jadi pas keluar, bisa langsung nunggu di depan pintu, sekalipun belum dibuka sama pramugarinya.
Tapi ini kan Indonesia. Sebagian gengsi keluarga pejabatnya masih mengedepankan gengsi dan posisi. Dan ini bukan cerita baru ada orang yang mengaku anak jenderal, lalu bikin keributan dan bertindak di luar batas.
Masalah ini menjadi panjang karena kebetulan yang dihadapi adalah anggota DPR RI. Yang paham hukum, merasa tersinggung juga kalau sampai ada yang memaki-maki di jalan hanya karena persoalan sepele yang mestinya tidak perlu dipersoalkan.
Jika yang dihadapi adalah orang biasa, yang bukan siapa-siapa seperti saya misalkan, mungkin cerita ini akan berakhir di lorong garbarata. Kalau ada orang marah karena saya dianggap menghalangi jalan, atau kopernya berat jadi jalannya lambat, ya mungkin saya hanya akan coba memaklumi dan menganggap mereka sedang stress saja menjalani harinya.
Tapi karena ini perseteruan antara keluarga anggota DPR RI dan keluarga jenderal bintang tiga, jadi masing-masing tak ada yang mau mengalah dan mengedepankan emosinya.
Pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa, memang sulit untuk menjadi orang biasa. Tapi ternyata lebih sulit lagi menjadi orang yang mau melepas semua ego dan posisinya, lalu memandang manusia lain adalah setara.
Saya tidak mau berpihak Arteria dan Ibunya. Saya pun tak mau membela si perempuan yang mengaku anak jenderal itu. Perselisihan ini terjadi karena masing-masing merasa punya posisi yang lebih penting dari orang lain di negeri ini. Selain itu, keduanya juga dalam emosi tinggi saat kejadian. Mungkin karena efek lelah perjalanan dan lain-lain.
Harapannya ini bisa berakhir damai dan tak perlu berlanjut ke jalur hukum. Karena kasihan juga polisi harus menengahi perseteruan emosi para bintang ini. Padahal kerjaan polisi kan banyak.
- Source : seword.com