Saksi Meninggal Dunia, Tidak Menghalangi Penyelidikan Terhadap Eks Menteri KKP
Pagi ini kembali kita dihangatkan dengan berita proses penyelidikan terhadap eks menteri dari partai Gerindra, siapa lagi kalau bukan mantan anak emasnya Prabowo Subianto yang oleh kata Prabowo sendiri adalah ibarat anak yang dipungut dari selokan, karena saking marahnya dengan tindakan anak buahnya yang pernah ditolong, bahkan dipelihara dan dikuliahkan tinggi-tinggi, hanya untuk korupsi ekspor benih lobster.
Seperti diketahui, disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Djojohadikusumo, entah benar atau tidak, Ketua Umum sekaligus Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto marah besar dan merasa dikhianati oleh anak yang pernah dia besarkan selama 25 tahun, ternyata tidak mampu mengemban tugas dan mandat serta mempermalukan partai dan nama besarnya sebagai calon presiden berkali-kali yang dapat ketiban durian, jadi Menhan oleh-oleh dari Pak Jokowi yang merangkulnya dan memberikan posisi paling enak dan sesuai dengan latar belakangnya sebagai orang kepercayaan di era Soeharto.
Dan hanya terjadi di Indonesia dimana rival berkali-kali dirangkul menjadi kawan, tidak hanya dirangkul, tetapi diberikan dua posisi menteri yang strategis dan Edhy Prabowo untuk sementara tidak dapat menahan godaan untuk tidak korupsi dengan segala wewenang yang ada dipundaknya, sehingga jadilah dia korupsi berjamaah untuk mengambil keuntungan dari kebijakannya membuka kran izin ekspor benih lobster yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.
"I pick him up from the gutter. And this what he does to me. (Saya ambil dia dari selokan dan ini lah yang dia lakukan pada saya)," kata Hashim menirukan Prabowo.
Nah bagaimana kelanjutan kisah mantan menteri KKP yang ditangkap tangan KPK? Salah seorang saksi penting kasus dugaan suap pengurusan izin ekspor benih lobster atau benur Deden Deni dari PT Aero Citra Kargo (ACK) meninggal dunia pada Kamis (31/12/2020).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan kejadian itu tidak mengganggu penyelesaian perkaranya.
“Informasi yang kami terima yang bersangkutan meninggal sekitar 31 Desember yang lalu,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasikan, kemarin.
Deden merupakan salah seorang saksi yang diduga mengetahui banyak hal terkait dengan kesengkarutan kasus suap ekspor benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Deden yang disebut sebagai salah seorang Direktur PT Perishable Logistic Indonesia (PLI) sempat ditangkap saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Edhy, 25 November 2020.
Deden juga pernah diperiksa penyidik KPK pada 7 Desember 2020. Saat itu, penyidik mencecar Deden mengenai proses pengajuan permohonan izin ekspor benur lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
PT ACK merupakan satu-satunya perusahaan kargo yang direstui Edhy Prabowo untuk memonopoli jasa peng angkutan benur ke luar negeri dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT PLI yang tergabung dalam ATT Group sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Diduga, dari tarif Rp1.800 per ekor yang ditetapkan untuk pengiriman benur ke luar negeri, terdapat fee untuk Edhy Prabowo yang memiliki saham di PT ACK dengan meminjam nama atau nominee Amri dan Ahmad Bahtiar.
Deden juga satu dari empat nama yang dicegah KPK untuk bepergian ke luar negeri untuk enam bulan. Ali mengatakan meninggalnya Deden tidak memengaruhi proses penyidikan kasus suap ini. Pasalnya masih banyak saksi dan alat bukti lainnya yang dapat dipergunakan penyidik untuk membongkar kasus ini.
“Proses penyidikan perkara tersangka EP (Edhy Prabowo) dan kawan-kawan tidak terganggu. Sejauh ini masih berjalan dan tentu masih banyak saksi dan alat bukti lain yang memperkuat pembuktian rangkaian perbuatan dugaan korupsi para tersangka tersebut,” pungkasnya.
KPK juga menjadwalkan dua saksi untuk Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito. Mereka ialah Untyas Anggraeni berstatus sebagai karyawan swasta dan Bambang Sugiarto dari kalangan wiraswasta. Pemeriksaan terhadap Untyas merupakan penjadwalan ulang karena pada 28 Desember 2020 tidak hadir.
Sebagai pengingat kembali, kasus ini bermula dari diterbitkannya surat keputusan oleh Menteri Edhy Prabowo tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Tim ini bertugas untuk memeriksa kelengkapan dokumen yang diajukan oleh perusahaan calon eksportir benih lobster atau benur.
Edhy menunjuk staf khususnya: APM dan SAF sebagai ketua dan wakil ketua tim uji tuntas tersebut. Selanjutnya pada awal bulan Oktober 2020, SJT selaku Direktur PT DPPP datang ke kantor KKP di lantai 16 dan bertemu dengan SAF. Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800/ekor. Dan kita tau bersama, kelanjutannya bagaimana? Uang terus mengalir dan puncaknya Edhy dan keluarga bisa berfoya-foya di negeri Paman Sam dan pulang-pulang sudah ditangkap tangan oleh lembaga anti rasuah, KPK.
Bagaimana kelanjutan drama dari izin ekspor benih lobster ini? Sangat menarik menunggunya dan menarik juga menunggu statement dari Prabowo Subianto yang banyak diam di beberapa bulan ini menyikapi tangkap tangan anak buahnya, hingga FPI yang selama ini menjadi pendukungnya paling militan telah dijadikan menjadi ormas terlarang di negeri ini? Bagaimana kura-kura?
Referensi:
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/374025/saksi-meninggal-tidak-halangi-penyelidikan
- Source : seword.com