Mars Pernah Dilanda Banjir dengan Proporsi yang Tak Terpikirkan
Planet keempat dari Matahari adalah planet yang paling banyak dipelajari setelah Bumi, namun terkadang para astrofisikawan menemukan sesuatu yang baru.
Para peneliti yang melakukan penelitian ini mengatakan bahwa temuan mereka dapat menjawab pertanyaan lama tentang apakah Planet Merah pernah menjadi tempat kehidupan.
Sebuah studi baru yang dilakukan oleh para ilmuwan dari Jackson State University, Cornell University, Jet Propulsion Laboratory, dan University of Hawaii mengungkapkan bahwa banjir dengan proporsi yang tak terbayangkan melanda Planet Merah sekitar 4 miliar tahun lalu.
"Kami mengidentifikasi megaflood untuk pertama kalinya dengan menggunakan data sedimentologi terperinci yang diamati oleh penjelajah Curiosity," kata Alberto G. Fairén, ahli astrobiologi tamu di Sekolah Tinggi Seni dan Sains dan salah satu penulis penelitian. "Deposit yang ditinggalkan oleh megafloods sebelumnya tidak diidentifikasi dengan data pengorbit."
Menurut temuan penelitian, yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports pada 5 November, peneliti sampai pada kesimpulan ini setelah memeriksa data dari penjelajah Curiosity, yang telah mempelajari permukaan Planet Merah sejak tahun 2012.
Penjelajah tersebut secara khusus mempelajari Kawah Gale dan lapisan sedimennya. Pemeriksaan fitur geologi adalah cara untuk melakukan perjalanan ke masa lalu dan melihat bagaimana air, angin, dan hal-hal lain memengaruhi planet ini.
Curiosity melihat fitur berbentuk gelombang raksasa di Kawah Gale yang sering disebut "megaripples". Menurut penelitian, “megaripples” ini adalah tanda bahwa banjir besar pernah menyapu Kawah Gale di ekuator Mars.
Tapi bagaimana semua air ini muncul di Mars?
Para peneliti mengatakan penyebab paling mungkin dari banjir besar itu adalah panas yang dipicu oleh meteorit yang menghantam Planet Merah.
Selain fakta bahwa panas mencairkan es di Mars, tabrakan tersebut mengakibatkan pelepasan karbon dioksida dan metana dari reservoir beku planet tersebut.
Gas-gas ini pada gilirannya mengakibatkan kondisi hangat dan basah di Planet Merah, menciptakan hujan lebat, yang mungkin terjadi di setiap bagian Mars.
Alberto G. Fairén mengatakan penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada masa-masa awalnya, Mars memiliki kondisi yang mendukung keberadaan air cair di permukaan.
"Jadi Mars awal adalah planet yang dapat dihuni. Apakah itu dihuni? Itu adalah pertanyaan yang akan dijawab oleh Perseverance penjelajah berikutnya," kata Fairén.
Penjelajah Perseverance diluncurkan pada bulan Juli dan diharapkan mencapai Planet Merah pada Februari 2021.
Para astronom berharap penjelajah tersebut akan mempelajari tentang proses iklim yang mengubah Mars menjadi planet yang tidak dapat dihuni dan komposisi permukaannya.
Badan tersebut berharap bahwa penjelajah juga akan membantu mempersiapkan misi berawak potensial ke Mars.
- Source : sputniknews.com