Pertamina Rugi 11T Salah Ahok, Berarti Pemprov DKI Rugi 40T Salah Anies!
Kalau sudah benci, apapun yang dilakukan orang yang dibenci itu bakalan selalu salah sekalipun dia benar. Seperti itulah yang sedang terjadi saat ini pada Ahok. Kebencian yang ditorehkan atas nama agama itu mampu membutakan hati dan pikiran orang-orang yang ngakunya religius pemegang kunci surga.
Tragis jadinya. Ngakunya religius mengerti betul tentang Tuhan dan agama, sampai merasa layak masuk surga. Tapi dalam praktek hidupnya, tingkah dan perbuatan mereka justru tidak mencerminkan sifat-sifat keTuhanan itu sendiri. Ucapan dan perbuatan manusia-manusia yang sudah dirasuki kebencian atas nama agama ini justru memancarkan kejahatan dan kebuasan iblis.
Semuanya dapat terlihat dengan jelas dari kebencian mereka pada Ahok. Apapun yang dilakukan Ahok sekalipun itu bermanfaat tetap akan dicemooh oleh kaum pembenci ini. Tanpa data dan fakta, kaum rasis mabok agama ini akan langsung ngablak menghujat demi melampiaskan kebenciannya pada Ahok. Justru memalukan Tuhan dan agama jadinya.
Dan faktanya, selama semester pertama 2020 yang artinya di tengah masa penyebaran virus corona, PT Pertamina (Persero) dilaporkan mengalami kerugian bersih sebesar US$767,91 juta setara Rp11,13 triliun (mengacu kurs Rp14.500 per dolar AS).
Ahok yang menjabat sebagai komisaris Pertamina langsung jadi sasaran tembak dihujat dengan sumpah serapah oleh kaum pembenci. Namanya juga kaum pembenci. Mata air hatinya pasti kebencian semua isinya. Mau data dan faktanya seperti apa mereka tak akan mau peduli. Yang penting hasrat kebenciannya tersalurkan.
Padahal faktanya, semua industri minyak dan gas (migas) dunia di masa pandemi covid-19 ini memang cenderung merugi karena terpukul dari dua sisi, baik hulu maupun hilir. Semua industri migas dunia saat ini sedang diperhadapkan pada harga minyak yang rendah, sementara konsumsi sektor pengguna BBM dan gas relatif rendah akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang akan langsung berdampak pada anjloknya penjualan dan pendapatan usaha.
Secara spesifik, ada tiga alasan kerugian yang diderita Pertamina. Simak penjelasannya sebagai berikut.
Pertama. Terjadinya penurunan harga minyak mentah dunia.
Saat ini, harga minyak dunia memang sedang terjun bebas. Pada pertengahan April 2020 lalu, harga minyak mentah dunia kompak terjun bebas dengan laju koreksi minyak acuan Amerika Serikat (AS) yang jatuh paling dalam. Terendah sejak penurunan yang pernah terjadi di tahun 2002.
Pasar minyak ini tertekan disebabkan melemahnya permintaan konsumsi bahan bakar. Dan anjloknya harga minyak dunia ini akan terus berlanjut sepanjang tahun 2020 karena dunia dengan cepat kehabisan ruang penyimpanan minyak. Hal itu akan memaksa perusahaan minyak menimbun minyak di tempat-tempat yang lebih mahal termasuk di kapal-kapal.
Sebab, sejak diserang Corona, minyak mentah memang menumpuk dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal itu meningkatkan risiko dunia akan kehabisan tempat untuk menyimpan cadangan minyak yang ada. Hal inilah yang menyebabkan harga minyak mentah dunia turun drastis.
Lucunya, turunnya harga minyak dunia yang sempat menyentuh titik minus ini, membuat Pertamina didorong oleh orang-orang ngablak sok tahu untuk menurunkan harga BBM baik gasoline Perta series maupun gasoil.
Padahal, harga BBM tak cuma ditentukan oleh harga minyak dunia. Tapi juga kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang kini tengah melemah. Sementara pengeluaran Pertamina untuk membeli minyak mentah, impor BBM, sampai biaya produksi semuanya dalam dolar.
Jika kita beli dan memproduksi pakai dolar, lalu kita jual produknya dengan rupiah, maka pasti akan ada selisih kurs. Hal ini menyebabkan keseimbangan pengeluaran dan pemasukan jadi terganggu, terdepresiasi dan makin kecil.
Dalam kondisi normal saat harga minyak ICP (Indonesian Crude Price) turun, biasanya harga hilir juga ikut turun. Tapi kondisi di hilir saat ini juga sedang amburadul penjualannya akibat berkurangnya aktifitas masyarakat di luar rumah gara-gara PSBB akibat serangan corona. Tidak ada pembeli jadinya. Itu artinya pemasukan anjlok untuk menopang biaya produksi dan pengelolaan infrastruktur Pertamina.
Sementara hilir turun pendapatannya, kegiatan di hulu tidak bisa disetop karena untuk melakukan itu butuh biaya lebih besar. Dan jika sudah berhenti, untuk mengaktifkannya lagi tidak mudah dan butuh biaya besar juga.
Tak hanya itu. Kondisi yang dihadapi Pertamina saat ini juga sangat tidak normal, di mana harga BBM impor jauh lebih murah daripada stok BBM dari dalam negeri. Tapi, Pertamina sebagai BUMN tidak bisa serta merta mengambil keputusan menutup kilang dan memilih impor. Jika hal ini dilakukan dampaknya akan membuat KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) mati.
Kalau KKKS mati, ntar ujung-ujungnya salah Ahok lagi. Iya kan Drun???
Kedua. Terjadinya penurunan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri hingga mencapai 30% saat masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Just info, anjloknya penjualan bahan bakar minyak akibat pembatasan sosial di Indonesia tahun ini adalah yang terendah sepanjang sejarah.
Penjualan BBM di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar turun sampai 50%. Bandung bahkan mencapai 57%. Sementara rata-rata penjualan nasional turun sampai 25%.
Dampak corona yang bersifat nasional bahkan dunia ini bukannya didoakan cepat berlalu oleh kadrun. Mereka malah sibuk menghujat dan menyalahkan Ahok. Guoblok banget kan jadinya. Ketiga. Terjadinya pergerakan nilai tukar dolar yang berdampak pada rupiah sehingga terjadi kerugian selisih kurs di Pertamina.
Jadi, ada Ahok atau tidak di Pertamina, triple shocks inilah yang sedang dihadapi Pertamina saat ini. Btw kadrun ngerti ngga ya arti triple shocks??? Triple itu 3 ya Drun. Shock itu goncangan. Paham ya Drun. Sudah detail banget tadi penjelasannya di atas. Kebangetan kalau masih belum paham juga.
Tak perlu diperpanjang lagi, saya rasa penjelasan detail seperti ini sudah lebih dari cukup buat orang-orang waras yang mau memakai hati dan pikirannya dengan baik.
Jika kadrun masih terus menyalahkan Ahok atas kerugian Pertamina 11T ini, sebenarnya itu juga tindakan guoblok salah alamat. Ahok itu komisaris. Keberadaan Ahok di Pertamina adalah sebagai pengawas. Jika kita analogikan dalam bentuk pemerintahan daerah, komisaris itu setara dengan DPRD dalam sebuah provinsi.
Jika pemerintah provinsi mengalami kerugian, kok lucu yang disalahkan DPRDnya??? Terus Gubernurnya bener gitu???
Just info, akhir Mei 2020 lalu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengumumkan bahwa Pemprov DKI mengalami kerugian lebih dari Rp 40 triliun akibat Covid-19. Anies akhirnya melakukan relokasi anggaran, salah satunya dengan jalan memotong 50% tunjangan PNS di DKI. Berikut ini videonya.
Jika kita mau konsisten, dari sini bisa kita simpulkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan berdosa lebih besar daripada Ahok. Kenapa demikian? Ini penjelasannya.
Pertama. Ahok itu komisaris setara dengan DPRD, lembaga legislatif yang melakukan pengawasan. Sementara tanggung jawab terbesar berada di tangan lembaga eksekutif setara dengan Anies sebagai Gubernur DKI. Jika terjadi kegagalan di Pemprov DKI dan kita menyalahkan DPRDnya, disitulah kelihatan secara nyata kebodohan akut.
Kedua. Jika Ahok menyebabkan kerugian Pertamina sebesar 11T, bandingkan dengan Anies yang menyebabkan kerugian Pemrov DKI sebesar 40T. Kerugian 11T dan 40T lebih besar mana? Ini berarti sejahat-jahatnya Ahok masih lebih jahat Anies. Fair enough ya Drun.
Akhirnya saya bisa mengambil kesimpulan. Sebagai Presiden, Jokowi punya banyak kekurangan. Tapi sekurang-kurangnya pemerintahan Jokowi saat ini, akan lebih amburadul lagi jika negeri ini dikendalikan oleh kadrun dan gerombolannya. Kita tentu masih ingat sebuah kalimat “Pintarlah sedikit, tak perlu banyak-banyak.” Dan ternyata yang sedikit itupun tidak dipunyai oleh kadrun dan gerombolannya . Yang ada di hati dan pikiran mereka sejak dulu sampai sekarang hanyalah satu. Kebencian.
Referensi:
https://finance.detik.com/energi/d-4983483/harga-minyak-as-terjun-bebas-terendah-sejak-2002
- Source : seword.com