www.zejournal.mobi
Rabu, 20 November 2024

Takut Miskin Hartanya Di Swiss Disita, Tomy Tuding Pemilu 2019 Tak Demokratis!

Penulis : Niha Alif | Editor : Anty | Kamis, 09 Juli 2020 15:27

Memang lucu dagelan politik di negeri ini. Saat gerombolan antek Cendana sibuk dengan isu PKI dan penolakan RUU HIP, pemerintah diam-diam mengesahkan RUU MLA. Ini adalah perjanjian tingkat tinggi untuk menyita aset hasil korupsi di Swiss. Seakan kehabisan isu, putra mahkota cendana yang kini memimpin parpol turun gunung sendiri berkoar soal demokrasi.

Pasti sang putra cendana yang terbiasa hidup mewah dan bergelimang harta tak akan bisa tidur tenang dengan kebijakan pemerintah. Sayangnya harta melimpah saja tak cukup untuk bertarung di arena politik. Anak orba sudah kehilangan koneksi di tingkat elit, sedang otak mereka tak secerdik bapaknya. Akibatnya isu lama seperti antek aseng, komunis hingga PKI terus dimainkan. Bahkan kembali mengungkit hasil pemilu 2019.

Seperti diberitakan kompas.com, Ketua Umum Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra atau akrab disapa Tommy Soeharto menilai bahwa Pemilu 2019 memprihatinkan dan tidak demokratis.

Ia mencontohkan, banyak petugas penyelenggara Pemilu 2019 meninggal dunia dalam mengawal pesta demokrasi tersebut.

Hal ini dikatakan Tommy saat membuka rapat pleno Partai Berkarya yang disiarkan di saluran YouTube Cendana TV, Rabu (8/7/2020).

"Kita juga ketahui Pemilu 2019 sangat, sangat tidak demokratis," ucap Tommy.

"Karena memang kita mengetahui ada 600 orang penyelenggara meninggal, tapi dianggap binatang tidak ada proses hukum sama sekali," kata dia.

Tommy mengatakan, sebagian petugas penyelenggara Pemilu yang memiliki tugas menghitung jumlah suara, tidak menjalankan tugasnya dengan baik.

Bahkan, kata dia, sengketa Pemilu yang diajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden RI nomor urut 2, tidak bisa mengatasi hal tersebut hingga tahap Mahkamah Konstitusi.

"Jadi ini sangat memilukan dan memprihatinkan kita semua, selama reformasi ini, 22 tahun reformasi, bukan kita lebih baik tetapi penyelenggaraan pemilu lebih memperihatinkan," ujar Tommy Soeharto.

Atas keadaan tersebut, Tommy mengatakan, kader-kader harus menerima fakta tersebut dan berbenah agar memiliki kesiapan matang dalam pemilu berikutnya, mengingat Partai Berkarya belum berhasil melewati ambang batas parlemen 4 persen.

"Kita harus berpikiran cerdas dan inovatif agar dapat menjawab aspirasi, kebutuhan rakyat dengan mewujudkannya dalam kerja nyata," ujar Tommy.

"Kita patut menanamkan dalam hati dan pikiran kita, bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia, meskipun belum diberikan kesempatan dalam mewujudkan caleg DPR RI ke Senayan," tutur putra bungsu Presiden kedua RI Soeharto ini.

Pernyataan Tomy ini seperti orang kena amnesia. Era Soeharto sendiri parpol dibatasi dan para ASN dan pegawai negeri dipaksa memilih Golkar yang menaungi Soeharto. Selama 32 tahun ia memimpin, demokrasi tak ditegakkan dengan baik. Tak usah ngomong soal petugas KPPS, bahkan rakyatnya sendiri mendapat ancaman dalam memilih.

Akhirnya kesimpulan akhir bermuara pada kebencian anak Cendana pada pemerintah saat ini. Perjanjian MLA yang digagas Yasonna sejak 2015 kini mulai menemukan puncaknya. Pada 14 Juli mendatang DPR akan segera mengesahkan RUU MLA dalam sidang paripurna. Bagi cendana, artinya harta ribuan tirliun mereka sebentar lagi akan jadi milik negara.

Dilansir dari situs dpr.go.id, perjanjian ini terdiri dari 39 pasal, yang mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.

Sejalan dengan itu, perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud) sebagai upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia, dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.

Dengan ketegasan pemerintah saat ini, wajar kalau isu-isu panas semakin masif dihembuskan. Semua antek cendana dikerahkan, dari apel siaga ganyang komunis oleh FPI hingga isu anti pajak oleh Zulkarnaen. Tujuannnya cuma satu membuat keresahan di masyarakat untuk mengalihkan fokus pemerintah.


Berita Lainnya :

Tapi, pemerintah Jokowi tidak sebodoh anak cendana yang kebanyakan makan hasil korupsi. Diam-diam dia akan mengambil alih semua aset dan harta cendana dan mengembalikan ke Ibu pertiwi. Sebelum akhir periode keduanya bisa dipastikan ia akan membuat miskin cendana beserta anteknya.

Kini saatnya Jokowi membalikkan keadaan. Dari kekayaan negara yang dinikmati sekelompok orang dan dinasti keluarga menjadi kekayaan negara untuk semua rakyat Indonesia. Jokowi sudah membuktikan tak ada beban baginya di periode kedua. Lambat laun semua koruptor akan merasakan hidup layaknya orang biasa. Tentu saja cendana hanya permulaan karena masih banyak tikus berdasi yang melenggang bebas. Semoga nasib mereka semua segera menyusul agar rakyat Indonesia kembali mendapat haknya.

Referensi:

https://amp.kompas.com/nasional/read/2020/07/08/13503901/tommy-soeharto-22-tahun-reformasi-tapi-pemilu-masih-memprihatinkan

http://dpr.go.id/berita/detail/id/29280/t/RUU+Perjanjian+MLA+RI+%E2%80%93+Swiss+Disetujui

https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190411132451-32-385322/riwayat-pemilu-wajah-buram-orba-hingga-titik-balik-reformasi


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar