Dampak Mewabahnya Covid-19: Ekonomi Dunia Ambruk?
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, penyebaran Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 128.000 orang di setidaknya 110 negara. Sekitar 68.000 pasien dinyatakan telah sembuh. Meskipun demikian jika tidak hati-hati dalam penanganannya tentu akan mengakibatkan terganggunya ekonomi dunia.
Terlebih beberapa hari ini nyaring terdengar di telinga kita mengenai wacana lock down di beberapa daerah di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh negara-negara lain yang terpapar virus tersebut. Namun perlu diperhatikan bahwa lock down suatu area bukanlah hal main-main. Sebab, misalnya Jakarta memang benar-benar akan di lock down, maka juga harus bersiap dengan ditutupnya seluruh pasokan dari luar area tersebut. Seperti yang kita tau, Jakarta minim lahan pertanian, hampir seluruh pasokan bahan makanan berasal dari luar.
Langkah semacam ini, jika diambil secara tidak proporsional, dapat memicu kepanikan dan melemahkan ekonomi global. Dalam hal ini, langkah pemerintah Indonesia dinilai sudah tepat dengan meredam kemungkinan-kemungkinan yang dapat memicu kepanikan tersebut. Menurut data Arcgis by John Hopkins CSSE, paling tidak sekarang ini sudah ada 116 negara yang positif terpapar virus tersebut, salah satunya yaitu Indonesia.
Setelah mewabahnya virus Corona tersebut, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak terkena dampak atau kebal dalam menghadapinya. Terlebih setelah China memutuskan untuk menutup hampir sebagian besar jalur ekonomi mereka demi menghentikan penyebaran wabah virus corona (covid-19). Langkah ini dilakukan mengingat China sebagai negara asal wabah tersebut, tentu menyebabkan ekonomi China terpukul. Tidak hanya China tentunya, bahkan ekonomi dunia pun ambuk dibuatnya.
Bukan apa-apa, masalahnya China merupakan negara dengan kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia. China bahkan hampir menyumbang sekitar sepertiga pertumbuhan ekonomi global. Angka yang sangat fantastis bukan? Artinya, jika China terpukul, maka akan sangat logis jika memiliki efek domino setelahnya. Yakni, negara lain juga akan terpukul dan mungkin bakal lebih berat.
Beberapa hari yang lalu, New York Times membuat tulisan berjudul “China Menghentikan Kegiatan Ekonomi untuk Menanggulangi Virus Corona. Sekarang Dunia Menderita”. efek ekonomi yang kudu dirasakan negara-negara lain akibat “penutupan” ekonomi China. Sebagai negara dengan kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia, sekaligus dengan miliki populasi terbanyak di dunia, China memegang kendali perekonomian banyak negara, utamanya soal pariwisata.
Jika kita melihat dari catatan ADB, paling tidak, ada lima negara yang paling banyak dikunjungi wisatawan dari China pada tahun 2018 antara lain, Hong Kong (68% turisnya berasal dari China), Palau (39%), Kamboja (33%), Vietnam (32%), dan Korea Selatan (Korsel 31%). Sedangkan negara Indonesia sendiri, terdapat sekitar 16% persen turisnya berasal dari Negeri Tirai Bambu.
Sedangkan menurut perhitungan ADB, dampak global akibat virus corona ini, akan berkisar US$77 miliar hingga US$347 milar. Angka tersebut setara dengan 0,1% hingga 0,4% PDB global.
“Sebagai estimasi, untuk skenario moderat pengaruhnya sekitar US$156 miliar, atau 0,2% PDB global,” tulis ADB. “Negara-negara berkembang Asia akan mengalami kerugian sekitar US$22 miliar, atau 0,24% jika menggunakan skenario moderat.”
Dalam skenario yang sama, secara global, potensi kehilangan ekonomi dunia mencapai US155 miliar dan China sendiri US$103 miliar. Itu dalam skenario moderat. Jika skenario buruk, secara global, potensi kerugian dunia mencapai US$346 miliar. Angka tersebut berasal dari potensi kerugian China (US$ 236 miliar), negara Asia non-China (US$42 miliar) dan sisanya dari negara-negara lain (US$68 miliar).
Menurut data dari Kantor Statistik Nasional China (ONE), patokan Purchasing Managers' Index (PMI), Lembaga konsultan Capital Economics yang berkantor di London memperkirakan wabah ini akan menghabiskan biaya hingga US$280 milar, hanya pada tiga bulan pertama tahun 2020.
Menurut International Monetary Fund (IMF), virus corona telah menghadapkan ekonomi global pada "ketidakpastian yang mendesak" dan menjadi ancaman bagi pemulihan karena adanya kemungkinan dampak terhadap rantai pasokan global. Mengingat China sebagai produsen terbesar kedua di dunia. Lihat saja pada sektor manufaktur dunia yang sepertiganya saat ini berada di China.
Perlu diingat juga bahwa China saat ini merupakan negara eksportir terbesar di dunia yang sehingga akan sangat berdampak pada negara-negara lain, seperti Indonesia. Perlambatan manufaktur China berimbas lanjutan ke negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi erat dengan negara tersebut. Ini di antaranya adalah negara Asia Pasifik seperti Vietnam, Singapura dan Korea Selatan. Menurut para analis, pabrik-pabrik di China membutuhkan waktu lebih lama dari yang diharapkan untuk melanjutkan operasi secara normal. Hal ini disebabkan karena banyaknya pabrik yang meliburkan pekerjanya sebagai dampak virus Corona tersebut.
Demikian pula dengan aktivitas manufaktur global. Ketakutan seputar dampak COVID-19 pada ekonomi global juga telah merusak sentimen investor dan menurunkan harga saham di pasar-pasar utama yang kian hari kian menurun, tak terkecuali pasar saham dalam negeri kita sendiri.
Cedric Chehab, Kepala Risiko Negara dan Strategi Global di Fitch Solutions, mengatakan ada tiga cara wabah Virus Corona memberikan sentimen ke pasar, salah satunya adalah tekanan pasar keuangan.
Sekalipun indikator-indikator ini berada di zona merah, penurunan produksi di China punya dampak positif. Berdasar pengamatan satelit pengawas polusi NASA, terdeteksi penurunan nitrogen dioksida di China yang menandakan turunnya tingkat polusi di sana.
Hal serupa juga terjadi di berbagai penjuru dunia. Tersebar beberapa foto yang memperlihatkan suatu kota yang amat minim terdapat orang yang beraktivitas di luar ruangan. Hal tersebut disebabkan karena kekhawatiran masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain sehingga mengakibatkan menurunnya aktivitas masyarakat dunia, salah satunya dapat dilihat dari diblokirnya jamaah umrah di Arab Saudi dan sebagainya.
Jika kita renungkan, mungkin ini salah satu dampak positifnya. Dunia seolah sedang beristirahat sejenak setelah selama ini terlalu pengap dengan polusi.
- Source : seword.com