www.zejournal.mobi
Senin, 23 Desember 2024

Dibalik Harumnya Rokok Elektrik

Penulis : AGUS OLOAN | Editor : Indie | Kamis, 05 Oktober 2017 14:21

Rokok dan merokok adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Bagi banyak orang, istilah, “Tidak connect kalau tidak merokok”, atau di kalangan pelajar, “Tidak ganteng kalau tidak merokok”, di kalangan se-profesi maupun satu komunitas, “Hidup tiada arti kalau belum menghisap rokok”, atau “Ide menulis tidak keluar kalau belum meneguk secangkir rokok dan menghisap sebatang kopi, eh terbalik, kalau belum meneguk secangkir kopi dan menghisap sebatang rokok”, sering aku dengar.

Bahkan ada teman yang punya kebiasaan, kalau sehabis makan yang dicari adalah rokok, yang lebih parah ada juga kelakuan teman yang aneh, suka merokok di wc saat buang, maaf air besar. Katanya, “Enak menghayal sambil merokok sambil nyetor..”, ha..????

“Lantas ada yang salah memang kalau merokok? Apa urusanmu?” kadang itu ungkapan anak Medan yang sering aku dengar kalau berdebat tentang masalah rokok. Masalah memilih hidup dan bergumul dengan asap rokok atau memilih untuk menjauhi rokok memang pilihan kita. Tidak ada yang salah, karena hidup ini pilihan toh. Faktanya, semakin dilarang, rokok semakin menjadi pilihan favorit di banyak kalangan.

Terbukti banyak kemasan dan jenis-jenis maupun bentuk-bentuk rokok hasil inovasi terbaru. Ini fakta, bukan hoax loh..!!!

Nggak percaya? Sejarah rokok dikenal sejak abad 16 kala bangsa Eropa menemukan benua Amerika yang sudah menggunakan ritual merokok untuk memuja dewa atau roh oleh suku Indian di benua Amerika. Orang Eropa tersebut mencoba menghisap rokok, merasa enak atau cocok lantas membawa tembakau tersebut dan menjadi kesenangan para kaum bangsawan semata kala itu.

Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan sejak saat itu kebiasaan merokok mulai masuk ke negara-negara timur tengah hingga akhirnya sampai ke Indonesia. Menurut sejarah, rokok berkembang pertama kali di kota Kudus oleh Haji Djamari di abad 19 dengan merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok, yang dikenal hingga sekarang, ada filter, kretek, klobot, kawung, cerutu dan sebagainya membuat kita yang nggak familiar dengan rokok menjadi bingung.

Rokok adalah silinder dari kertas  yang berukuran panjang, antara 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah atau diracik. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainya. Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukan dengan mudah kedalam kantong.

Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut disertai dengan pesan kesehatan yang mengingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker, paru-paru, juga serangan jantung dan impoten yang seharusnya memberikan efek jera ketika membaca bungkus rokok tersebut.

Apalagi ternyata hasil data Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan prevalensi perokok dari 27% tahun 1995 menjadi 36,3% tahun 2013. Yang lebih parah lagi usia merokok meningkat pada generasi muda. Mulai usia 10-15 tahun menurut data terbaru dari The Tobacco Atlas 2015 menunjukkan sebanyak 66% pria di Indonesia telah merokok, artinya dua dari tiga laki-laki usia 15 tahun ke atas adalah perokok.

Sementara, pendapatan Negara dari industri cukai rokok membuat kita planga-plongo karena menjadi pendapatan terbesar Negara Indonesia dengan angka fantastis 150 triliun rupiah tahun 2015, jauh mengungguli pendapatan Negara sektor lain, misalnya dari PT. Freeport yang kekayaan alamnya habis dikeruk oleh Amerika yang ternyata hanya menyumbang 52 triliun rupiah.

Ibarat buah simalakama, keberadaan industri cukai rokok menjadi dilema, disatu sisi semenjak zaman kolonial Belanda adalah pemasukan terbesar bagi kemakmuran rakyat, disi lain rokok dengan segala kenikmatannya ternyata sumber penyakit mematikan di Indonesia. Ironis bukan?

Sebenarnya saya sih tidak terlalu ingin mengupas hal ini, tetapi ntah kenapa? Apakah karena fenomena makin maraknya muncul rokok jenis baru, seperti rokok elektrik, rokok vape, shisha? Atau makin ramenya perokok-perokok muda yang masih usia belia bersewileran dan ketidakmampuan sekolah khususnya dalam menerapkan aturan keras terhadap siswa kedapatan merokok?

Faktanya, setiap saya ke kamar mandi laki-laki maka puntung rokok sudah berserakan dan jika ada siswa kedapatan merokok, peraturan sekolah seakan-akan tumpul karena terhambat larangan mengeluarkan siswa. Larangan yang kurang keras inilah yang mengakibatkan makin meningkatnya perokok usia muda.

Bahkan sekarang muncul rokok jenis baru yang katanya lebih berbahaya, tetapi makin digemari dan dinikmati bernama rokok elektrik atau biasa disebut vape (vapping), dan fokus tulisan ini sebenarnya membahas rokok elektrik ini. Kenapa?

Karena pengguna e-cigarette ini sudah menyebar luas di Indonesia, hingga menyasar ke kalangan pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran, hingga banyak orang tua sudah beralih ke penggunaan e-cigarette ini. Saya terkejut pertama sekali melihat di sekolah tempat saya mengajar, ketua komite menggunakan rokok elektrik.

Ketika itu, saya bertemu dia di kantor kepsek, saya heran dengan bentuk rokok yang dia hisap. Biasanya dia hisap rokok kretek, tapi kok sekarang beda yah? Gumam saya.

Lantas, saya terkejut ketika dia menghisap rokok elektriknya, dan asap yang dia hembuskan begitu banyak sekali, kalau saya hitung bisa 3x lipat dari asap rokok biasa. Yang paling membuat saya aneh adalah aromanya yang begitu harum sementara ruangan ber-AC.

Dari situ saya mulai penasaran dengan rokok yang dia hisap, apalagi lewat percakapan dia dengan dua orang wakasek seputar penggunaan rokok vape ini, dia berdalih bahwa dengan e-rokok tersebut, nafsu merokoknya jadi berkurang, rasanya kayak permen mint, saat menghisap e-rokok ini yang ditekan itu perut, artinya perutnya makin membuncit dan yang membuat saya makin penasaran adalah keluarnya statement, “benarkah cairan dalam rokok elektrik ini ada mengandung unsur narkoba?”.

Rasa penasaran bertambah ketika ternyata salah seorang pegawai juga menggunakan jenis rokok yang sama, vape! Wow, bisa dibayangkan di lingkungan sekolah vaping bisa digunakan dengan bebas? Jadi tidak heran jika kamar mandipun sudah alih fungsi jadi tempat merokok oleh siswa.

Yang paling membuat saya harus menuliskan fenomena ini, ketika kami ada pertemuan di sebuah café dan saat asyik bincang-bincang, disalah satu sudut saya melihat anak muda dengan santainya menghisap e-cigarette. Ini yang dikatakan oleh peserta didikku yang membuat tema tugas TIK-nya tentang presentasi dengan memanfaatkan aplikasi Ms. Power Point yang dia buat dengan judul “Rokok Elektrik”.

Alasan dia membuat tugas ini, karena sekarang jadi fenomena. Banyak anak muda vapping, istilah keren dari rokok elektrik.

Jadi, sekilas tentang pelajaran TIK untuk kelas XII, dimana materinya adalah Presentasi, sehingga seluruh peserta didik kelas XII diberikan tugas untuk membuat presentasi dengan tema Pendidikan dan rata-rata dari satu kelas pasti ada lima kelompok membahas tentang masalah rokok dan narkoba. Dan saya semakin penasaran ketika kelompok si T ini membahas tentang rokok elektrik yang memang sedang menjadi trend di kalangan anak muda negeri ini.

Saya mencari-cari sumber lebih dalam dan ternyata memang rokok jenis inipun sama berbahanya, pastinya lebih berbahaya dan beresiko dibandingkan dengan rokok biasa.

Disamping beresiko meledak karena cara kerjanya dihisap mulut yang menyalakan sensor yang memicu bekerjanya pemanas kecil bertenaga baterai. Pemanas kemudian menguapkan nikotin cair sintesis di dalam wadah sekaligus mengaktifkan cahaya yang menyala di ujung batang rokok seperti rokok normal. Pemanas pada rokok ini juga menguapkan propylene glycol atau PEG yang akan membuat rokok elektrik mengeluarkan asap.

Dan menurut penelitan oleh FAD (Food and Drug Administration) Amerika Serikat tetap menyimpulkan bahwa jenis rokok vape ini berbahaya, seperti: Nikotin cair sintetis yang terkandung di dalamnya bisa membuat paru-paru teriritasi. Saat rokok dihisap, cairan ini akan berubah menjadi carbonyl yang mengakibatkan kanker.

Asap buatan yang dihembuskan rokok ini menimbulkan aerosol yang sangat beresiko pada kesehatan paru-paru. Intinya, rokok vapping lebih berbahaya dan beresiko dibandingkan dengan rokok konvensional.


Berita Lainnya :

Di Negara-negara seperti Australia, Brazil, Kanada, Denmark, Finlandia dan Singapura hingga Cina sendiri sebagai penemu rokok elektrik sudah melarang peredarannya, pun dengan Negara lain, seperti: Italia, Britaniar Raya, Belanda, Selandia Baru dan Panama pemakaiannya dibatasi dan dibuatkan undang-undang klasifikasi penggunaannya.

Nah, bagaimana di Indonesia? Badan Obat dan Makanan telah memperingatkan masyarakat bahwa rokok elektronik yang beredar di beberapa kota adalah produk ILEGAL dan TIDAK AMAN. Belum di uji klinis sehingga kategorinya berbahaya.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan bahwa kandungan propilen glikol, dieter glikol dan gliserin sebagai pelarut nikotin ternyata dapat menyebabkan penyakit kanker.

Dalam rokok elektronik terkandung jenis nikotin yang bervariasi, yaitu nikotin pelarut, propalen glikol, dietelin glikol, dan gliseren yang apabila dipanaskan akan menghasilkan nitrosamine. Jadi, masih coba-cobakah ngisap rokok elektrik? Semoga bermanfaat.


- Source : seword.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar